Sumber: kbr68h.com, 19 April 2012
Apa jadinya jika nasi yang kita makan bukan berasal dari beras? Tapi
bentuknya sama seperti beras. Peneliti Institut Pertanian Bogor
baru-baru ini melahirkan produk pangan alternatif mirip beras, yang
diberi nama 'beras analog'. Apa Keunggulan dari beras tiruan ini?
Direktur Technopark IPB, Slamet Budijanto, memaparkannya dalam
perbincangan berikut ini.
Apakah sama dengan tepung-tepung
yang sudah ada bahwa itu hasil kombinasi dari berbagai tepung terus
dibuat seperti beras begitu? apa keistimewaan dari produk ini?
Jadi sebetulnya tepatnya produk pangan
irit beras. Artinya bentuknya persis beras, kemudian rupanya saja yang
tidak persis sama beras, karena bahannya dari tepung-tepung yang
warnanya bisa macam-macam. Jadi benar-benar kita desain untuk
menggunakan tepung selain beras dan selain tepung terigu.
Apakah produk ini sudah bisa diproduksi secara massal?
Jadi penelitiannya dalam skala pabrik
kecil. Karena kebetulan kita mempunyai mesin yang skalanya besar, jadi
penelitiannya dalam skala besar bukan skala lab yang 100 gram, kalau
kita membuat formula ini skalanya 5 kilogram. Jadi belum diproduksi tapi
bisa menuju ke arah sana.
Sudah layak konsumsi?
Sudah. Kemarin 20 orang wartawan datang kita sajikan, jadi kita masak beras yang unik.
Kalau melihat komposisinya campuran-campuran begini apakah kadar-kadar kandungan dari vitamin dan protein juga menyusut?
Kalau berasnya cukup tidak masalah, yang
jadi masalah karena kita menggantungkan pada beras, jadi beras itu
menjadi komoditas. Jadi kurang sedikit saja sudah ribut, padahal kita
punya sumber karbohidrat selain beras itu sangat banyak sekali dan itu
bisa dibuat beras. Kalau masalah kekhawatiran gizi itu justru kita bisa
membuat beras ini bisa lebih baik dari beras aslinya, misalkan protein
kita bisa lebih banyak dari beras aslinya tidak masalah, itu gampang.
Kalau soal rasanya bagaimana?
Rasanya sama. Jadi kemarin yang kita
sajikan itu yang pulen, tapi kalau misalkan untuk nasi goreng yang pera’
juga bisa dengan mengatur komposisinya kita bisa buat macam-macam.
Jadi kapan akan diproduksi massal?
Saya kemarin dari Surabaya, sebenarnya
yang menghubungi saya sudah ada tiga calon investor tertarik untuk
memproduksi ini. Kemudian kemarin saya meeting dengan salah satu
investor di Surabaya, dia sangat tertarik dan dia mau siapkan pabriknya,
kemudian kita lagi search seberapa banyak dukungan bahan baku yang bisa
kita gunakan, rencananya tahun ini.
Bagaimana dengan harganya?
Jadi kita bidikan nanti beras sehat,
jadi segmentasinya menengah dulu ke atas. Kenapa, karena kalau kita
tarik ke menengah ke bawah, nanti takut kita gagal, dulu pada tahun
70-an kita pernah buat beras seperti ini tapi segmentasinya menengah
bawah. Orang menengah bawah beras itu status sosial, jadi kalau sudah
makan beras nanti pindah dianggapnya miskin lagi. Tapi kalau orang
menengah atas beras itu bukan status sosial jadinya gampang, saya
perkirakan harganya antara Rp 9 ribu sampai Rp 14 ribu dan itu untuk
beras sehat jauh lebih murah daripada beras sehat yang tersedia
sekarang. Katakanlah beras yang dari India yang untuk diabets itu
harganya Rp 35 ribu atau berapa, ini kita bisa jauh lebih murah, nanti
kalau sudah massal mestinya bisa turun lagi.
Apakah ada BUMN yang tertarik untuk mengembangkan ini?
Jadi kemarin itu Pak Menteri ceramah di
IPB, waktu itu Pak Dahlan menantang siapa yang bisa membuat beras.
Kebetulan yang kerjakan tiga mahasiswa S1 saya untuk tugas akhir,
sebetulnya penelitiannya dari 2011, dananya dari Kementerian Riset dan
Teknologi tapi 2011 belum jadi berasnya, bentuknya seperti pelet tidak
runcing. Kemudian Februari kemarin titik kritisnya sudah sudah kita
kuasai, ada tiga orang anak-anak saya ini pada waktu Pak Dahlan datang
ada kesempatan bertanya, disampaikan oleh anak bimbing saya dan akhirnya
tiga orang ini diberangkatkan ke luar negeri hadiahnya oleh Pak Dahlan.