Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) berhasil menemukan senyawa
antioksidan alami dalam sebelas macam sayuran. Kesebelas sayuran
tersebut antara lain: kenikir (Cosmos caudatus), beluntas (Pluchea
indica), mangkokan (Nothopanax scutellarium), kecombrang (Nicolaia
speciosa Horan), kemangi (Ocimum sanctum), katuk (Sauropus androgynus),
kedondong cina (Polyscias pinnata), antaman (Centella asiatica),
poh-pohan (Pilea trinervia), daun gingseng (Talinum paniculatum), dan
krokot (Portulaca oleracea). Senyawa antioksidan alami berupa senyawa
fenolik (tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa nitrogen
(alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina), atau karotenoid
seperti asam askorbat.
Peneliti tersebut antara lain: Dr. Nuri Andarwulan, Ratna Batari,
Diny Agustini Sandrasari dan Prof. Hanny Wijaya. Hasil penelitian
menunjukkan nilai total flavonoid sayur-sayuran indigenous sangat
bervariasi. “Seluruh sampel sayuran indegenous mengandung komponen
quercetin,” kata Peneliti Sout East Asian Food and Agriculture Science
Technology (SEAFAST) IPB, Dr. Nuri Andarwulan dalam acara Half Day
Seminar on Natural Antioxidants: Chemistry, Biochemistry and Technology
Selasa (16/9) di Ruang Mawar Kampus IPB Baranangsiang.
Sayuran indegenous yang mempunyai flavonoid tertinggi berturut-turut
ialah katuk (831,70 miligram per 100 gram), kenikir (420,85 miligram per
100 gram) dan kedondong cina (358,17 miligram per 100 gram). Sedangkan
krokot mempunyai total flavonoid terkecil yaitu 4,05 miligram per 100
gram. Komponen flavonoid pada daun katuk yang paling dominan adalah
kaempferol sebesar 805,48 miligram per 100 gram. Meskipun daun katuk
merupakan sayuran dengan nilai total flavonoid tertinggi dibandingkan
sayuran indigenous lainnya, kandungan total fenol tertingi justru
dimiliki kenikir (1225,88 miligram per 100 gram), diikuti beluntas
1030,03 miligram per 100 gram dan mangkokan 669,30 miligram per 100
gram. “Nilai total fenol sayur-sayuran indigenous rata-rata jauh lebih
besar dibandingkan dengan nilai total flavonoid-nya. Hal ini menunjukkan
di dalam sayur-sayuran tersebut terkandung senyawa fenol lain yang
bukan berasal dari flavonol maupun flavone,” kata Dr. Nuri.
Peneliti Tufts University Boston Amerika Serikat, Bradley Bolling, PD
mengatakan antoksidan mengurangi akumulasi produk radikal bebas,
menetralisir racun, mencegah inflamasi dan melindungi penyakit genetik.
“Masalah yang sering dijumpai dalam penelitian antioksidan yaitu
referensi biasanya kapasitas oksidasi sebagai mekanisme aksi para
botani, sangat banyak produk para botani, kekurangvalidan ukuran
kapasitas antioksidan pada klinik, kelemahan standar penggunaan ukuran
kapasitas antioksidan dan kelemahan data nilai antioksidan pada para
botani.”
Strategi untuk memecahkan masalah ini antara lain: data aktivitas
antioksidan dengan memperbandingkan produk para botani, mengikuti
pemeringkatan pemasukan data dan membandingkan antara produk individu
dan kelas sebagai pembanding dengan literatur yang ada, menyediakan
ukuran langsung kapasitas antioksidan dan asses tidak langsung potensi
bioaktivitas, dan mengindentifikasi bagaimana dampak metabolisne
bioaksi antioksidan.
sumber: http://fema.ipb.ac.id