Lanny Soewono (Tulisan asli di dalam Food Review Indonesia)
Istilah “legume” berasal dari kata Latin “legumen”, yang berarti biji-biji yang dipanen dalam polong. Secara botani, legume adalah biji-biji dikotiledon dari tanaman yang berasal dari keluarga Leguminosae. Dalam keluarga Leguminosae terdapat sekitar 600 genera dengan 13000 spesies.
“Pulse” adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan hasil panen yang berupa biji-biji kering yang diperoleh dari dalam polong. Food & Agricultural Organization dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mendefinisikannya sebagai hasil panen tahunan dari keluarga Leguminosae yang menghasilkan 1 - 12 biji dari berbagai ukuran, bentuk, dan warna di dalam polong yang digunakan sebagai bahan pangan maupun pakan. Hasil panen yang digunakan untuk memperoleh minyak, seperti kedelai dan kacang tanah, tidak disebut pulse. Demikian pula kacang polong hijau segar (fresh green peas) atau biji hijau segar (fresh green beans) tidak dianggap sebagai pulse tetapi sebagai sayuran karena mereka merupakan kacang polong yang belum matang yang belum dikeringkan secara alami di ladang. FAO menggolongkan pulses ke dalam 11 golongan. Dari ke-sebelas golongan ini, yang paling banyak dimanfaatkan saat ini adalah dry beans, dry peas, chickpea, dan lentil.
Tanaman polong-polongan terkenal karena kemampuannya mengikat nitrogen dari udara ke dalam tanah. Di Amerika Serikat, kacang polong, lentil, dan chickpea merupakan tanaman polong-polongan yang digunakan sebagai tanaman rotasi untuk gandum dan barli. Sebagai tanaman rotasi, tanaman ini dapat mengisi ulang nitrogen dalam tanah, sehingga mengurangi atau bahkan menghapuskan keperluan untuk pupuk kimia.
Zat Gizi
Sebagai bahan pangan, polong-polongan terkenal bergizi tinggi, dan bahkan digolongkan sebagai “superfoods”. Polong-polongan merupakan sumber yang padat dari protein nabati, berkisar antara 20 hingga 40 % (dari berat kering). Secara umum, keunggulan zat gizi dari polong-polongan antara lain adalah:
- Tinggi kandungan protein (20 - 40% dari berat kering).
- Tinggi kandungan serat pangan.
- Rendah kandungan lemak.
- Sumber yang baik dari vitamin-vitamin B dan beberapa vitamin A.
- Sumber yang baik dari mineral, terutama kalsium dan besi.
- Tinggi kandungan asam amino lysine.
- Rendah kandungan lemak.
- Sumber yang baik dari vitamin-vitamin B dan beberapa vitamin A.
- Sumber yang baik dari mineral, terutama kalsium dan besi.
- Tinggi kandungan asam amino lysine.
Faktor-faktor anti-nutrisi yang dapat terkandung dalam polong-polongan adalah:
- Protein:
# Inhibitor protease, contohnya: inhibitor trypsin, inhibitor chymotrypsin. Lectins.
- Non-protein:
# Saponin.
# Phytates.
# Polifenol dan tanin.
# Oligosakarida.
Adanya faktor-faktor tersebut dapat menurunkan nilai gizi dari polong-polongan dengan menurunkan digestibility serta bioavailability dari bahan tersebut atau merusak flavor dari bahan karena rasa pahit yang ditimbulkan. Untuk menon-aktifkan faktor-faktor anti nutrisi ini diperlukan metode penanganan dan pengolahan yang tepat setelah panen (pasca panen). Beberapa metode pengolahan yang diketahui efektif dapat menurunkan faktor-faktor anti-nutrisi tersebut antara lain adalah perendaman (soaking), perlakuan dengan enzim, pemasakan baik dengan cara perebusan atau menggunakan microwave, dan ekstrusi.
Sifat-sifat fungsional
Polong-polongan memiliki berbagai sifat fungsional yang menarik dan berguna dalam aplikasinya di berbagai produk pangan, antara lain: Variasi warna: hijau, kuning, merah, oranye. Minimal dalam non-enzymatic browning dan penyerapan minyak selama penggorengan.
Flavor netral, merupakan pembawa flavor yang baik.
Berpotensi memberikan tekstur yang garing dan renyah.
Fungsionalitas dari protein memberikan water holding capacity (WHC) yang baik, kelarutan yang baik, sifat-sifat pengemulsi yang baik, afinitas terhadap lipida dan kestabilan busa, serta memiliki potensi ekspansi/ekstrusi.
Aplikasi
Polong-polongan kering, seperti biji-bijian (beans), kacang polong (peas), lentil dan chickpeas, dalam bentuk aslinya atau dalam bentuk produk-produk turunannya seperti tepung, tepung pramasak, konsentrat/isolat protein, konsentrat/isolat pati, dan serat, dapat digunakan dalam banyak aplikasi produk pangan, sebagai contoh dalam:
Makanan ringan: digoreng, dipanggang, dibakar, diekstrusi.
Bakeri: biskuit, kukis, cracker, roti, tortilla, flatbread.
Minuman: minuman seperti susu (non-dairy milk), sport drink.
Mi: mi instan, mi telur, vermiseli, mi untuk makanan ringan (snack noodle), pasta.
Lain-lain: nutrition bars, breakfast cereals, campuran kering sup instan, makanan bayi, makanan kaleng, food coatings, pengental, saus, dip.
Polong-polongan untuk sup
Campuran sup instan yang menggunakan bahan polong-polongan merupakan cara yang mudah dan praktis bagi konsumen untuk menikmati semangkuk sup yang enak dan bergizi. Sup yang menggunakan bahan polong-polongan umumnya tinggi dalam kandungan protein, serat pangan, serta besi dan folat namun rendah dalam kandungan lemaknya.
Sebagai contoh, Rokhsana dkk. (2007) mendapatkan bahwa formulasi bubuk sup dengan polong-polongan (kacang polong) dan sayur yang dikembangkannya memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan memberikan energi yang lebih tinggi daripada produk bubuk sup yang tersedia secara komersial. Selain memberikan gizi yang tinggi, polong-polongan seperti biji-bijian, kacang polong, dan lentil memberikan tambahan warna, flavor, dan tekstur pada sup.
Pemrosesan
Untuk dapat digunakan sebagai campuran kering sup instan, polong-polongan kering (pulses) perlu melalui tahapan pragelatinisasi atau pramasak. Beberapa proses yang berbeda telah dikembangkan untuk membuat produk polong-polongan instan. Metode klasik untuk membuat produk instan dari polong-polongan kering terdiri dari beberapa tahapan proses berikut ini:
- perendaman dalam air, kadangkala dengan penambahan natrium bikarbonat;
- pemasakan dengan cara perebusan;
- pembuatan bahan yang telah direbus menjadi bubur (slurry) atau pasta;
- pengeringan dengan drum drier;
- penggilingan
- Dengan kemajuan teknologi pengolahan, sekarang proses pemasakan dapat juga dilakukan dengan cara pemanggangan (toasting/roasting) atau dengan proses ekstrusi.
Pemilihan bahan baku
Bahan baku polong-polongan yang baik adalah yang memiliki warna biji yang terang dan seragam, ukuran yang seragam, serta permukaan kulit yang licin. Polong-polongan kering, umumnya dapat disimpan untuk waktu yang lama bila disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, di tempat yang jauh dari cahaya dan sejuk. Bila terkena cahaya dalam waktu yang lama, warna polong-polongan cenderung memudar. Dan, semakin lama polong-polongan disimpan, semakin kering bahan tersebut, akibatnya waktu pemasakan yang dibutuhkan menjadi bertambah panjang. Oleh sebab itu, yang terbaik adalah menggunakan polong-polongan kering dalam waktu tidak lebih dari setahun setelah pembelian.
Formulasi
`Beberapa pertimbangan harus dilakukan dalam memilih bahan polong-polongan maupun ingridien lainnya yang akan digunakan dalam aplikasi sup. Pertimbangan terpenting adalah penyusun formula harus selalu mempertimbangkan produk akhir sewaktu memilih ingridien sup. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah:
- Kinerja yang dibutuhkan. Hal-hal seperti metode preparasi, waktu rehidrasi, pengolahan lebih lanjut atau waktu tunggu perlu dipertimbangkan. Bubuk yang telah dipragelatinisasi dapat dipilih untuk sup instan, bubuk pramasak untuk sup yang dipanaskan sebentar dan tepung untuk sup yang membutuhkan waktu masak yang lebih lama. Kebanyakan sup instan dalam cup terehidrasi dalam waktu 5 - 8 menit setelah ditambahkan air mendidih.
- Penampakan yang diinginkan. Menentukan penampakan dari produk akhir adalah kunci pemilihan ingridien polong-polongan. Ingridien polong-polongan biasanya tersedia dalam bentuk utuh, potongan, kepingan, atau tepung. Oleh sebab itu perlu ditentukan dulu parameter-parameter yang menunjang penampakan produk akhir yang diinginkan.
- Ingridien yang dapat menghambat atau meningkatkan kinerja. Ingridien lain yang dapat mempengaruhi penyerapan air, seperti beras, pasta, sayur kering, pati, bumbu-bumbu penyedap dan bahan pengental, perlu dipertimbangkan.
Potensi dari sup instan dengan bahan polong-polongan
Meningkatnya kesibukan atau kegiatan di luar rumah menyebabkan meningkatnya kecenderungan dari masyarakat untuk mengonsumsi makanan yang siap untuk dimakan (ready to eat). Kemudahan cara dan kecepatan persiapan merupakan daya tarik dari makanan instan. Dan, sup instan yang secara praktis dapat diseduh dan dinikmati di dalam mug atau cup dapat menjadi pilihan yang tepat untuk orang-orang yang tidak mempunyai banyak waktu untuk mempersiapkan makan pagi. Namun, faktor kepraktisan saja tidaklah cukup untuk konsumen zaman sekarang yang sudah lebih sadar akan kesehatan dan perlunya makanan bergizi. Maka, sup instan dengan menggunakan bahan polong-polongan yang bergizi tinggi adalah paket yang lengkap.
Berbagai formulasi sup dapat dikembangkan dengan menggunakan bahan polong-polongan. Dengan rasa yang sesuai dengan selera setempat, paduan yang menarik dengan ingridien lainnya, serta kemasan yang praktis, produk-produk sup instan dapat menjadi pilihan favorit untuk makan pagi maupun makanan di waktu senggang.
Lanny Soewono, Ph.D. Indonesia Project Consultant for AgriSource - ASEAN’s representative of United States Dry Pea & Lentil Council and United States Dry Bean Council
Referensi
Brandt, L. A. (2001) Spilling the Beans on Soup. Prepared Foods, May.
Hall III, Clifford (2007) Antinutrients, Digestibility and Antigenicity of Peas in “Pea Flour Utilization in Noodles” technical short course, Fargo, North Dakota, USA.
Rokhsana, F., Yeasmin, R., and Nahar, A. (2007) Studies on the Development and Storage Stability of Legume and Vegetable Based Soup Powder. J. Agril. Res. 32 (3):451-9.
Tulbek, M. (2008) Pea Flour Utilization: End Uses II in “Pea Flour, A New & Healthy Food Ingredient” technical seminar, Jakarta, Indonesia.