Oleh Elvira Syamsir (Artikel asli di dalam Kulinologi Indonesia Edisi Desember 2012)
Pada
suatu proses penggorengan dengan teknik deep frying, kualitas minyak goreng
yang digunakan dapat mempengaruhi banyak atribut mutu produk, seperti warna,
flavor, tekstur, umur simpan dan nilai nutrisinya. Untuk hasil terbaik, idealnya, minyak goreng
hanya digunakan untuk satu kali proses penggorengan. Akan tetapi, dengan pertimbangan biaya yang
menjadi sangat besar, maka praktek seperti ini jarang dilakukan. Perlu penanganan yang tepat agar umur penggunaan
minyak goreng bisa diperpanjang dan minyak bisa digunakan untuk beberapa kali
penggorengan. Apa saja yang perlu
diperhatikan oleh usaha jasa boga dan/atau rumah tangga untuk memperpanjang
umur pakai minyak goreng?
PROSES PENGGORENGAN DI JASA BOGA BERBEDA DENGAN DI INDUSTRI PANGAN
OLAHAN
Proses penggorengan yang
dilakukan di industri pangan olahan untuk keperluan ritel seperti di industri
snack, kentang goreng, ayam goreng beku dan lain sebagainya berbeda dengan yang
dilakukan di usaha jasa boga misalnya di restoran dan/atau di rumah tangga. Proses penggorengan untuk produk-produk ritel
pada skala industri dilakukan secara kontinyu dan melibatkan beberapa tahapan
lanjutan setelah proses penggorengan selesai, misalnya proses pendinginan, dan
penyimpanan baik penyimpanan pada suhu ruang maupun penyimpanan pada suhu beku
selama beberapa waktu, dan ada/tidaknya proses pemanasan ulang pada saat akan
dikonsumsi. Volume minyak yang digunakan
dalam suatu proses kontinyu lebih dari 500 kg.
Pada usaha jasa boga, proses penggorengan biasanya dilakukan secara
terputus (batch), sesuai dengan kebutuhan.
Dalam satu hari, ada jam-jam sibuk dimana proses penggorengan dilakukan
secara terus-menerus, lalu ada periode waktu dimana proses penggorengan hanya
dilakukan sesekali dan di sisa waktu
lainnya tidak dilakukan proses penggorengan sama sekali. Jarak waktu penggorengan dan konsumsi produk
biasanya tidak terlalu lama, dan karakteristik produk saat dikonsumsi biasanya
sama atau relatif mirip dengan pada saat produk baru selesai digoreng. Kapasitas minyak goreng yang digunakan pada
proses terputus berkisar antara 5 – 25 kg minyak.
Mutu produk gorengan akan sangat ditentukan
oleh mutu minyak goreng yang digunakan. Hanya
saja, persyaratan mutu minyak goreng untuk produk olahan ritel membutuhkan
persyaratan stabilitas yang lebih tinggi.
Ketidakstabilan minyak goreng yang digunakan akan menyebabkan terjadinya
penyimpangan flavor selama penyimpanan produk.
Selama proses penggorengan dengan
suhu yang tepat, terjadi berbagai perubahan kimia yang berjalan secara
kompleks. Pada awalnya, perubahan ini
akan menyebabkan produk menjadi ‘masak’: menghasilkan flavor yang disukai,
menyebabkan gelatinisasi pati, denaturasi protein dan beberapa perubahan pada
minyak. Penggunaan suhu yang tidak tepat
menyebabkan perubahan yang terjadi menjadi berlebihan dan justru merusak
produk.
Untuk sebagian besar produk,
proses penggorengan dilakukan pada suhu 175 - 185°C. bahan dengan potongan yang besar seperti
daging ayam, memerlukan suhu proses yang lebih rendah dan waktu penggorengan
yang lebih panjang untuk menjamin bagian tengah produk masak sempurna. Rekomendasi suhu proses penggorengan dari
beberapa produk dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Suhu penggorengan beberapa produk pangan
Jenis Produk
|
Suhu optimum (°C)
|
Potatoes – french fries: blanching
|
165
|
Potatoes – french fries: finishing
|
185
|
Potatoes crisps
|
170 – 175
|
Doughnuts
|
185
|
Chicken – large pieces
|
165
|
Chicken – small pieces
|
175
|
Meat cutlets
|
165 – 170
|
Instant noodles
|
130
|
Onion rings – battered and breaded
|
180 – 185
|
Maize snacks
|
190
|
Croquets - breaded
|
190
|
Peanuts
|
177
|
Blanched peanuts
|
149
|
KERUSAKAN MINYAK SELAMA PROSES PENGGORENGAN
Selama penggorengan, terjadi
beberapa perubahan, yaitu: Perubahan fisik, seperti transfer komponen air dari
dalam bahan ke minyak goreng, penguapan air bahan dan migrasi minyak ke dalam
bahan; Perubahan kimia sebagai akibat penggunaan suhu tinggi dan migrasi air
dari bahan pangan ke minyak; serta Interaksi kimia antara minyak goreng dengan
komponen alami dari bahan yang digoreng.
Penggunaan suhu penggorengan yang
tinggi bersama-sama dengan adanya air dan udara menyebabkan terjadinya
kerusakan minyak. Keberadaan air di
dalam bahan yang digoreng menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis minyak
sementara oksigen dari udara sekitar dapat mempercepat reaksi oksidasi minyak. Dengan suhu penggorengan yang tinggi, maka
proses kerusakan akan berlangsung cepat. Skema reaksi-rekasi yang terjadi
selama proses penggorengan dengan teknik deep frying dapat dilihat pada Gambar
1. Kerusakan minyak ini akan berpengaruh pada performa penggorengan dan konsistensi
mutu produk gorengan. Pada tingkat
kerusakan yang lebih lanjut, dapat menyebabkan masalah pada kesehatan.
PENGAWASAN MUTU MINYAK SELAMA PROSES PENGGORENGAN
Pada industri penggorengan pangan
olahan ritel terdapat beberapa jenis analisis yang direkomendasikan untuk
pengawasan mutu minyak goreng, diantaranya adalah bilangan peroksida, kadar asam
lemak bebas, viskositas, bilangan anisidin dan warna. Berbeda dengan industri, pada usaha jasa boga
dan/atau rumah tangga tidak tersedia fasilitas analisis laboratorium untuk
mengawasi mutu minyak goreng yang digunakan.
Walaupun demikian, ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai mutu
minyak yaitu dengan melihat beberapa hal berikut: perubahan warna minyak
goreng, pembentukan busa, pembentukan asap, perubahan bau minyak goreng,
panjang waktu penggunaan, dan evaluasi mutu sensori produk. Dari semua kriteria pengamatan ini, maka mutu
produk gorengan yang dihasilkan menjadi sangat penting untuk diperhatikan
karena akan mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk.
Pembentukan asap terkait dengan
keberadaan asam lemak bebas di dalam produk.
Penggunaan minyak goreng untuk proses
penggorengan berulang akan menyebabkan jumlah asam lemak bebas di dalam
minyak meningkat akibat reaksi oksidasi yang kemudian diikuti oleh reaksi
hidrolisis lemak. Peningkatan asam lemak
bebas menyebabkan pembentukan asap terjadi pada suhu yang lebih rendah dan
dalam jumlah yang lebih banyak. Pada
saat akumulasi asam lemak bebas berada dalam jumlah yang signifikan, akan
terbentuk asap yang berlebihan dan kualitas dari makanan hasil goreng menurun.
Pada saat ini, minyak harus diganti.
Gambar 1. Reaksi-reaksi yang terjadi selama proses
penggorengan dengan deep frying
Hasil oksidasi dari trigliserida
akan membentuk senyawa polimer yang menyebabkan minyak berbusa. Busa ini berupa gelembung-gelembung rapat
yang menutupi seluruh permukaan minyak.
Minyak goreng yang membentuk busa dalam jumlah signifikan selama proses
penggorengan harus diganti dengan minyak baru.
Selain merusak kualitas produk gorengan, peningkatan jumlah busa hingga
keluar dari wadah penggorengan juga berpotensi menyebabkan kebakaran.
MEMPERPANJANG
UMUR PAKAI MINYAK GORENG
Dalam proses penggorengan dengan
teknik deep frying, minyak dibutuhkan dalam jumlah besar. Dengan harga minyak yang cukup mahal, maka diperlukan
upaya-upaya yang dapat memperpanjang umur penggunaannya untuk menekan biaya
produksi.
Proses penggorengan dapat
mempertahankan umur pakai minyak goreng lebih lama atau justru memperpendek
umur pakainya. Kecepatan pembentukan
senyawa-senyawa hasil dekomposisi produk, karakteristik bahan yang digoreng,
jenis minyak yang digunakan, disain wadah penggorengan yang digunakan dan
kondisi operasional penggorengan adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
umur pakai minyak.
Mutu minyak goreng dapat
dipengaruhi oleh kondisi bahan yang akan digoreng terutama jika bahan yang akan digoreng mengandung minyak lain,
emulsifier, komponen logam, bagian-bagian remah, asam lemak bebas atau komponen
lain yang dapat dengan mudah pindah ke minyak goreng. Sebagai contoh, kandungan asam lemak tidak
jenuh yang tinggi pada ikan dengan kadar lemak tinggi mempercepat reaksi oksidasi
minyak selama proses penggorengan. Untuk
menekan masalah ini, dapat dilakukan pelapisan ikan (battered) yang akan
digoreng. Lemak ayam dan produk susu
juga menyebabkan masalah. Kandungan asam
lemak rantai pendek didalamnya dapat menyebabkan produksi asap yang berlebihan.
Remah yang tertinggal didalam
minyak akan mengalami proses pemasakan (penggorengan) berlebih, menyebabkan
flavor gosong dan merusak warna produk.
Diperlukan proses filtrasi minyak secara teratur untuk mengeluarkan partikel
remah ini.
Komponen alkali juga merupakan
komponen penyebab kerusakan minyak goreng.
Sebagai contoh, garam NaCl, walaupun tidak sekuat besi dan tembaga,
merupakan pro-oksidan dan membentuk sabun ketika masuk kedalam minyak. Untuk memperpanjang umur minyak, disarankan
untuk melakukan proses penggaraman produk setelah proses penggorengan.
Suhu penggorengan juga perlu
diperhatikan. Untuk memperpanjang umur
pakai minyak goreng disarankan untuk tidak menggoreng pada suhu melebihi suhu optimum
produk.
Karena produk goreng menyerap
minyak, maka jumlah minyak di dalam penggorengan akan berkurang. Jumlah yang berkurang itu hendaknya diganti
dengan minyak yang baru, sehingga kondisi minyak di dalam wadah penggorengan
tetap terjaga.
Matikan pemanas penggorengan,
jika minyak tidak digunakan untuk waktu yang lama. Semakin lama minyak goreng terpapar dengan
panas, walaupun tidak digunakan untuk menggoreng akan mempercepat kerusakan
minyak goreng. Hindari menggunakan
peralatan masak yang terbuat dari besi atau tembaga karena mereka merupakan
katalis yang mempercepat proses oksidasi.
Pada akhir pemasakan, segera dinginkan minyak hingga
suhu turun menjadi 80°C,
lalu saring dan simpan dalam wadah tertutup.
Jangan dibiarkan dalam kondisi terbuka karena dapat menyebabkan masuknya
oksigen dari udara sekitar ke dalam minyak dan mempercepat reaksi kerusakan
minyak.