Elvira Syamsir, dari berbagai sumber
Sereal sarapan terbuat dari biji-bijian dan didisain untuk dipasarkan kepada kon-sumen sebagai makanan sarapan pagi siap saji. Pada awalnya, produk yang dikembangkan oleh John H. Kellogg pada tahun 1895 ini, ditujukan untuk pasien yang mengalami gangguan pencernaan di Battle Creek Sanatorium USA, guna meningkatkan konsumsi serat pada dietnya.
Saat ini, jenis sereal sarapan di pasaran sangat beragam. Ciri khas produk ini adalah teksturnya yang renyah karena kadar airnya rendah. Perbedaan teknik pengolahannya, maka bentuknya juga bervariasi: serpihan (flake), hancuran atau parutan (shredded), mengembang (puffed), panggangan (baked) dan ekstrudat (extruded).
Pemasakan merupakan tahapan proses penting dalam pembuatan sereal sarapan. Proses ini akan memodifikasi sifat fisik bahan untuk menghasilkan tekstur produk yang diinginkan.
BAHAN BAKU
Produk sereal sarapan didasarkan pada formulasi bahan dengan kadar pati yang tinggi. Tiga komponen dasar dalam formulasi produk yaitu serealia, pemanis dan bahan pembentuk flavor. Ingredien lain yang umum digunakan yaitu garam, ragi, pewarna, vitamin, mineral dan pengawet.
Pemilihan ingredien dalam formulasi sereal merupakan faktor kritis yang mempengaruhi mutu dan keragaman produk akhir. Agar dapat memilih ingredien secara benar, diperlukan pemahaman proses untuk mengetahui kesesuaian ingredien dengan kondisi proses.
Sereal
Sereal yang banyak digunakan sebagai bahan baku produk ini adalah jagung, gandum, beras, oat dan barley. Sereal ini bisa digunakan dalam bentuk utuh, hancuran atau tepung. Bentuk utuh atau pecah biasanya digunakan untuk membuat produk berbentuk flake, hancuran (shredded) dan mengembang (puffing), sementara bentuk tepung biasa digunakan untuk membuat produk panggangan (baked) dan ekstrudat.
Flaked cereal umumnya dibuat dengan menggunakan gandum, beras (utuh atau pecah) atau jagung (utuh atau grits). Tekstur serealia menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan agar dapat diperoleh flake dengan tekstur yang renyah. Jika menggunakan gandum, maka lebih disukai untuk menggunakan varietas gandum lunak (kadar gluten rendah). Warna sereal bukan menjadi faktor pertimbangan karena proses produksi flaked cereal biasanya melibatkan panas yang akan menghasilkan produk yang berwarna kecoklatan.
Warna dan tekstur serealia menjadi pertimbangan dalam memilih bahan baku untuk produksi shredded cereal karena produk akhir diinginkan memiliki warna muda cenderung putih dengan tekstur yang lunak. Serealia yang digunakan untuk produk ini contohnya adalah gandum dari varietas gandum lunak berwarna putih.
Untuk produk puffed cereal, pemilihan metode akan menentukan jenis serealia yang bisa digunakan. Proses pengembangan dengan metode gun puffing memanfaatkan pemasakan pada suhu dan tekanan tinggi yang diikuti dengan penurunan tekanan secara tiba-tiba sehingga produk mengembang. Jagung, beras, gandum dan oats dapat diolah menjadi puffed cereal dengan metode ini. Tetapi, jika proses pengembangan dilakukan dengan metode oven puffing, diper-lukan bahan yang dapat mengembang dengan pemberian suhu tinggi pada tekanan udara normal. Dua jenis sereal yang bisa memenuhi kriteria ini adalah beras dan jagung.
Pemanis
Pemanis yang digunakan dalam produk sereal sarapan adalah sukrosa, madu dan sirup jagung. Beberapa produk menggunakan konsentrat sari buah sebagai pemanisnya.
Pemanis bisa diformulasikan kedalam produk atau ditambahkan di permukaan produk sebagai pelapis. Selain sebagai pemanis, penambahan gula didalam pro-duk juga berfungsi untuk membantu pengikatan antar partikel bahan dan membantu membentuk warna coklat yang diinginkan. Sukrosa dalam bentuk larutan berkonsentrasi 67ºbrix merupakan pemanis yang umum digunakan. Untuk membentuk warna dan rasa manis yang lebih kuat, dapat digunakan sirup invert seperti madu dan sirup jagung.
Sebagai bahan pelapis di permukaan produk, gula tidak hanya berfungsi sebagai pemberi rasa manis tetapi juga mempertahankan kerenyahan produk dengan cara menghambat penyerapan air yang berlebihan. Sukrosa juga merupakan gula yang banyak digunakan sebagai bahan pelapis karena viskositasnya rendah sehingga mudah disemprotkan pada produk akhir. Selain itu, sukrosa juga mudah mengkristalisasi dan tidak menyebabkan pencoklatan produk pada saat dikeringkan setelah proses pelapisan.
Untuk membentuk lapisan glazing yang jernih dan keras, biasanya digunakan larutan sukrosa yang ditambahkan dengan sirup invert misalnya madu dan sirup jagung. Gula invert berfungsi untuk menghambat proses kristalisasi sukrosa.
Bahan Pembentuk Flavor
Bahan-bahan yang umum ditambahkan sebagai pembentuk flavor produk adalah malt (dibuat dari barley yang dikecambahkan), coklat, kayu manis dan rempah-rempah lainnya serta essence buah. Untuk tujuan memberikan flavor pada produk, malt yang digunakan sebaiknya dari jenis yang tidak memiliki aktivitas enzim (non-diastatic malt) untuk mencegah pelunakan tekstur karena aktivitas enzim. Beberapa ingredien lain yang juga bisa difungsikan sebagai pembentuk flavor adalah kacang-kacangan dan buah kering.
Tekanan dan panas selama proses pengolahan sereal sarapan dapat menyebab-kan komponen flavor yang ada didalam bahan menguap dan hilang. Kondisi ini mendorong produsen untuk menambahkan bahan perisa (flavoring) dalam pembuatan sereal sarapan. Bahan perisa bisa ditambahkan kedalam formula bahan yang akan diproses atau ditambahkan kedalam bahan pelapis. Penambahan ke dalam bahan pelapis dilakukan untuk meminimalkan kehilangan komponen flavor. Jika produk akhir tidak dilapis, maka bahan perisa yang akan ditambahkan ke dalam formula hendaknya dipilih yang tahan terhadap suhu dan tekanan yang diberikan selama proses pengolahan.
Walaupun digunakan dalam jumlah kecil, garam selalu ada didalam formula sereal sarapan. Garam berfungsi sebagai penguat flavor rasa dan memadukan berbagai komponen yang ada menjadi suatu profil flavor yang khas.
Bahan-Bahan Lain
Air biasanya ditambahkan ke dalam formula sereal untuk membantu melarutkan bahan-bahan yang digunakan dan mendispersikannya secara merata keseluruh bagian adonan. Selain itu, air berfungsi untuk menghidrasi pati dan protein dan berfungsi sebagai plasticiser pada saat bahan diproses dengan suhu tinggi (Guy, 1995).
Vitamin dan mineral seringkali ditambahkan kedalam sereal sarapan untuk meng-ganti vitamin dan mineral alami dari sereal yang hilang selama proses pengolahan. Proses fortifikasi perlu diperhatikan agar tidak merusak vitamin dan mineral tersebut. Untuk nutrient yang tahan panas seperti mineral, riboflavin dan niasin, penambahan dapat dilakukan didalam formula dasar. Tetapi, jika nutrient yang akan ditambahkan sensitif terhadap panas, seperti vitamin A dan tiamin, penambahan bisa dilakukan dengan menyemprotkannya pada produk akhir.
Besarnya stress yang dialami bahan selama proses pencampuran didalam ekstruder menyebabkan produk extruded cereal yang dihasilkan berwarna kusam. Bahan pewarna biasanya digunakan untuk mengatasi masalah tersebut.
Kadar air produk serealia yang sangat rendah dapat mempercepat reaksi oksidasi lemak, memperpendek umur simpan dan menyebabkan penyimpangan flavor produk. Pada kadar air rendah, katalis logam yang memicu reaksi oksidasi (misalnya besi) tidak terhidrasi. Bentuk yang tidak terhidrasi ini akan mengkatalisis reaksi oksidasi lemak dengan lebih cepat (Manie, 1999). Antioksidan BHA dan BHT biasanya ditambahkan untuk mencegah ketengikan produk selama penyimpanan.
Pengaruh musim kadang-kadang menyebabkan perubahan komposisi komponen yang ada didalam serealia. Perbedaan komposisi terutama perbedaan kandungan pati, jika jumlahnya signifikan dapat mempengaruhi kondisi proses pengolahan. Karena itu, pati kadang-kadang ditambahkan kedalam formula sereal untuk menstandarkan sifat hidrasi dari sereal.
TEKNOLOGI PROSES
Secara umum, tahapan proses pengolahan sereal sarapan adalah persiapan bahan baku, pembentukan adonan (pemasakan), pembentukan sereal sarapan, penambahan bahan pelapis (sifatnya optional) dan pengemasan.
Persiapan Bahan Baku
Pada tahap awal diperlukan inspeksi dan analisis bahan baku serealia yang akan digunakan. Serealia dapat digunakan dalam bentuk biji utuh atau memerlukan pengolahan lebih lanjut. Seringkali biji utuh dihancurkan dengan menggunakan penggiling besi untuk mengeluarkan lapisan kulit terluar. Selanjutnya, serealia yang telah dihancurkan dan dibuang kulit luarnya dapat digiling menjadi tepung.
Pembentukan Adonan (Pemasakan)
Berdasarkan bentuk bahan bakunya, proses pembentukan adonan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu proses pembentukan adonan yang disertai dengan pemasakan pada suhu tinggi dengan ekstruder pemasak (cooked extruder).
Selama proses pemasakan akan terjadi proses gelatinisasi pati dan pembentukan uap air didalam adonan. Perubahan-perubahan ini menyebabkan perubahan tekstur adonan dan memodifikasi sifat fisik komponen. Perubahan sifat fisik ini dibutuhkan untuk pengembangan tekstur produk akhir (Burrington, 2001). Menurut Warthesen dan Muelenkamp (1997), pemasakan menyebabkan protein terdenaturasi dan kehilangan sifat-sifat fungsionalnya sehingga pengaruh protein terhadap tekstur produk menjadi tidak terlalu penting.
(1) Pemasakan bertekanan
Pemasakan dilakukan dengan suhu dan tekanan tinggi, untuk bahan baku sere-alia berbentuk utuh atau pecah yang berukuran besar (contohnya grits). Menurut Guy (1995), tekanan yang digunakan sekitar 30 psi (200 kPa), untuk melunakkan serealia.
Pemasakan dilakukan sampai diperoleh kadar air yang cukup tinggi pada akhir proses pemasakan. Kadar air yang diinginkan sekitar 30 – 40% dari berat adonan (Guy, 1995). Suhu dan waktu pemasakan bervariasi tergantung pada jenis produk, cara pemasakan dan jenis serealia yang dimasak.
Pada pembuatan flaked cereal dan puffed cereal, gula, garam, malt dan garam dilarutkan kedalam air kemudian dicampur dengan serealia dalam bentuk utuh atau hancur. Campuran ini dimasak sampai diperoleh kadar air adonan sekitar 28 – 32%. Menurut Burrington (2001), dengan teknik pemasakan bertekanan grits jagung membutuhkan waktu pemasakan selama dua jam, biji gandum membutuhkan waktu pemasakan 30 – 35 menit dan beras sekitar satu jam.
Untuk shredded cereal, proses pemasakan serealia hanya dilakukan dengan penambahan air dan tanpa penambahan bahan lainnya. Kadar air adonan pada akhir pemasakan yang diinginkan sekitar 40 - 50%, lebih tinggi dari kadar air adonan untuk membuat flaked cereal (Hegenbart, 1995; Guy, 1995).
(2) Pemasakan dengan ekstruder pemasak
Pemasakan dengan ekstruder pemasak dilakukan untuk bahan baku serealia berbentuk hancuran berukuran lebih kecil dari grits dan tepung. Produk yang dihasilkan dari pemasakan ekstrusi bisa diolah lebih lanjut menjadi bentuk flake, shred atau puff. Proses pemasakan dengan ekstruder akan membuat proses produksi menjadi lebih efisien karena mengkombinasikan beberapa tahapan proses menjadi satu proses kontinyu.
Ekstruder pemasak pada dasarnya terdiri dari satu atau dua ulir yang berputar pada larasnya dan dilengkapi dengan pemanas. Perputaran ulir akan mendorong bahan yang masuk disepanjang laras, mengaduk, mengadon dan memasak bahan sehingga didapatkan adonan massa plastis yang kemudian dikeluarkan melalui bukaan (die). Proses pemasakan dilakukan dengan injeksi uap panas, mantel panas pada laras dan konversi energi mekanis selama proses. Bentuk produk yang dihasilkan dapat divariasikan sesuai dengan bentuk bukaan. Pemo-tongan untaian adonan yang keluar dari bukaan dilakukan dengan menggunakan pisau pemotong sesuai dengan ketebalan produk yang diinginkan (Fellow, 1990).
Jumlah air yang digunakan untuk proses pemasakan dengan ekstruder lebih ren-dah dari yang digunakan untuk pemasakan sebelumnya. Jika yang akan dibuat adalah produk flake atau shred, kadar air adonan awal sebaiknya sekitar 25 – 27% sementara jika produk yang akan dibuat adalah puffed cereal maka kadar air adonan awal cukup sekitar 14 – 18% (Guy, 1995).
Ekstrudat yang dihasilkan dari proses pemasakan ekstrusi selanjutnya mengalami tahapan proses pembentukan sereal sarapan yang sama dengan yang dialami oleh sereal yang dimasak dengan pemasakan bertekanan.
Pembentukan Sereal Sarapan
Tahap pembentukan sereal sarapan merupakan tahapan proses yang membedakan bentuk produk yang dihasilkan. Berikut ini akan dijelaskan tahapan pem-bentukan sereal sarapan bentuk flake, shred dan puff.
(1) Flaked Cereal dan Shredded Cereal
Setelah mengalami proses pemasakan, serealia tidak bisa langsung ’diflaking’ atau di ’shredding’ karena kadar airnya masih terlalu tinggi. Sereal masak terse-but harus dikeringkan sampai diperoleh kadar air sekitar 10 - 17%, pada suhu pengeringan kurang dari 121ºC (Hogenbart, 1995). Selanjutnya, untuk menyeim-bangkan kadar air didalam setiap partikel serealia, maka adonan tersebut didiam-kan selama beberapa jam pada suhu ruang. Proses ini dikenal dengan istilah tempering.
Untuk memperoleh tekstur dan kadar air produk akhir yang diinginkan, diperlu-kan pengontrolan terhadap proses pengeringan dan tempering yang dilakukan setelah proses pemasakan. Kadar air yang terlalu tinggi sebelum proses flaking menyebabkan flake lengket pada permukaan alat dan menghasilkan produk dengan bentuk yang keriput. Pemanasan yang tidak merata selama proses flaking menyebabkan produk menjadi keras dan alot. Sebaliknya, jika kadar air terlalu rendah, maka adonan tidak bisa menempel dengan baik pada permukaan drum sehingga proses flaking tidak terjadi.
Proses pembentukan flake dilakukan dengan menggunakan mesin pemipih. Alat ini berbentuk dua silinder yang dibuat dari baja tahan karat (stainless steel). Sereal dilewatkan diantara dua permukaan silinder yang akan memipihkan sereal sesuai dengan ketebalan yang diinginkan.
Proses penghancuran (shredding) dilakukan dengan mesin penghancur yang terbuat dari dua silinder. Salah satu dari silinder tersebut memiliki permukaan yang beralur. Sebuah sisir logam dipasang pada posisi yang berlawanan dengan silinder beralur, dengan satu gigi sisir terdapat disetiap alur. Sereal masak akan dihancurkan oleh gigi sisir dan keluar dari drum dalam bentuk untaian. Untaian yang diperoleh dari beberapa rol penghancur akan disatukan menjadi satu lapisan yang kemudian dipotong-potong sesuai dengan ketebalan yang diingin-kan.
Proses pengeringan merupakan tahap akhir dari proses pembuatan flaked atau shredded cereal. Proses pengeringan dilakukan didalam oven dengan menggu-nakan udara panas (proses pemanggangan). Proses pemanggangan dilakukan selama beberapa jam, untuk menurunkan kadar air sehingga diperoleh kadar air produk akhir sekitar 1 – 3% dan untuk membentuk warna dan flavor produk akhir yang diinginkan.
Pengontrolan kadar air produk merupakan faktor kritis untuk mempertahankan keutuhan produk. Kadar air produk akhir lebih dari 3% akan menurunkan kere-nyahan produk sementara kadar air kurang dari 1% menyebabkan produk menjadi rapuh dan mudah hancur. Kedua kondisi ini akan memperpendek umur simpan produk (Burrington, 2001).
(2) Puffed Cereal
Proses pengembangan (puffing) sereal bisa dilakukan dengan menggunakan metode oven-puffing atau gun-puffing. Pada metode oven-puffing, adonan yang telah mengalami proses tempering dilewatkan pada drum pemipih untuk sedikit memipihkan bentuknya. Jarak antar permukaan dua rum disetel lebih lebar dari yang digunakan untuk pembentukan flake. Proses ini bertujuan untuk merusak sebagian struktur internal biji sehingga didapatkan pengembangan yang maksi-mum (Hegenbart, 1995). Selanjutnya dilakukan proses pengeringan kembali sampai kadar air sekitar 10%. Setelah kadar air produk sekitar 10%, produk dipanggang pada suhu 180 - 220ºC, sampai kadar air akhir (kurang dari 4%) tercapai (Burrington, 2001).
Jika menggunakan metode gun-puffing, proses pengembangan dilakukan dengan memanfaatkan penurunan tekanan secara tiba-tiba pada tahap akhir proses puffing. Suhu proses yang digunakan sekitar 204 - 260ºC pada tekanan 200 psi (Burrington, 2001; Anonim, 1995). Tingginya suhu dan tekanan didalam gun, menyebabkan air yang ada didalam sereal berubah bentuk menjadi uap jenuh. Penurunan tekanan secara tiba-tiba ke tekanan atmosfir menyebabkan air meng-uap dan mengembangkan sereal dengan struktur poros dibagian dalam. Setelah proses pengembangan (puffing), dilakukan proses sortasi untuk mengeluarkan biji yang tidak mengembang, biji hancur dan kulit. Produk selanjutnya dikering-kan untuk menurunkan kadar airnya dari 6% menjadi 2%.
Penambahan Bahan Pelapis (Coating)
Penambahan bahan pelapis merupakan proses yang sifatnya tambahan. Proses pelapisan gula dilakukan dengan menyemprotkan sirup gula kental dan panas ke permukaan sereal didalam sebuah drum berputar yang menghasilkan lapisan kristal gula pada saat mengering.
Lapisan gula bisa menghambat penyerapan air selama penyimpanan. Selain itu, lapisan gula juga menjadi lapisan pemisah antara sereal dengan susu sehingga akan mempertahankan kerenyahan lebih lama ketika produk dicampur dengan susu. Pelapisan dengan larutan dekstrin atau maltodekstrin dapat mempertahan-kan kerenyahan lebih lama tanpa penambahan pemanis (Burrington, 2001).
Jika sereal akan ditambahkan dengan perisa, pengawet (antioksidan) atau diforti-fikasi dengan vitamin dan mineral, maka komponen-komponen ini dapat disem-protkan di permukaan produk setelah berakhirnya proses yang menggunakan suhu tinggi (Hazen, 2002; Warthesen dan Muelenkamp, 1997). Penambahan komponen-komponen ini pada awal proses akan menyebabkan rusaknya seba-gian komponen selama proses pemanasan.
Pengemasan
Kemasan primer yang digunakan untuk produk sereal sarapan sebaiknya bersifat kedap air dan udara. Beberapa kemasan yang dapat digunakan adalah kemasan film seperti high density polietilen (HDPE) dan polietilen (PE) yang dilapis dengan alumunium foil. Kemasan primer ini ditempatkan dalam kemasan sekunder yang terbuat dari kotak karton, kaleng atau wadah plastik rigid. Pemilihan kemasan sekunder sangat tergantung pada produk akhir dan target pemasaran. Untuk meningkatkan ketahanan produk kemasan terhadap tekanan mekanis, maka kedalam kemasan primer dapat diisi dengan gas inert, misalnya nitrogen, agar kemasan lebih padat (menggembung) dan tahan terhadap tekanan mekanis.
RENYAH LEBIH LAMA
Salah satu karakteristik produk sereal sarapan yang diinginkan oleh konsumen adalah kerenyahannya dapat bertahan lebih lama setelah penambahan susu. Kondisi ini dapat dicapai dengan menggunakan bahan baku dengan berat molekul (BM) yang lebih tinggi seperti sirup jagung dengan derajat DE yang rendah. Bahan yang memiliki BM tinggi akan memiliki suhu transisi gelas (Tg) yang tinggi. Ketika sereal dimasukkan kedalam susu, proses transisi gelas (perubahan tekstur dari kondisi keras seperti gelas menjadi cairan yang kental atau viscous seperti karet (rubbery) sebelum bahan mencair) akan berlangsung ketika sereal menyerap sejumlah air. Pada komponen dengan BM tinggi, proses transisi gelas berlangsung pada kadar air yang lebih tinggi dan ini berarti bahwa kerenyahannya dapat dipertahankan lebih lama (Mannie, 1999).
Jenis pati juga bisa mempengaruhi karakteristik sereal ketika dimasukkan ke dalam susu. Pati yang telah mengalami proses gelatinisasi akan menyerap air lebih cepat sehingga lebih cepat lembek dibandingkan dengan pati yang mengalami proses retrogradasi. Kristalisasi pati yang terjadi selama proses retrogradasi menyebabkan peningkatan suhu transisi gelas. Hal ini menyebabkan pati yang mengalami retrogradasi membutuhkan jumlah air yang lebih banyak untuk menjadi lembek (Mannie, 1999).