1. TERATOGENIK
Teratogenik (teratogenesis) adalah istilah medis yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti membuat monster. Dalam istilah medis, teratogenik berarti terjadinya perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan pada embrio sehingga pembentukan organ-organ berlangsung tidak sempurna (terjadi cacat lahir). Di dalam Keputusan Menteri Pertanian nomor 434.1 (2001), teratogenik adalah sifat bahan kimia yang dapat menghasilkan kecacatan tubuh pada kelahiran.
Cacat lahir diketahui terjadi pada 3 – 5% dari semua
kelahiran. Kondisi ini menjadi penyebab dari 20% kasus
kematian bayi di Amerika Serikat. Sekitar 65% dari kasus cacat lahir tidak diketahui penyebabnya.
Pada awalnya diyakini bahwa embrio mamalia berkembang di
dalam uterus induk yang sifatnya kedap air, dan terlindung dari semua factor
ekstrinsik. Tetapi, setelah bencana thalidomide pada 1960-an, diketahui
bahwa perkembang-an embrio bisa menjadi sangat rentan terhadap beberapa faktor
lingkungan tertentu yang tidak bersifat toksik pada orang dewasa.
Dengan adanya kesadaran baru mengenai rentannya embrio
mamalia terhadap serangan lingkungan eksternal selama di dalam uterus,
berkembang enam prinsip teratology yang dikembangkan oleh Jim Wilson pada tahun
1959. Prinsip ini menjadi pemandu studi
dan pemahaman dari senyawa teratogenik dan efeknya terhadap perkembangan
organisme.
- Sifat rentan terhadap teratogenesis tergantung pada genotip dari conceptus dan caranya berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan yang bersifat merugikan.
- Ketahanan terhadap teratogenesis bervariasi dengan tahap perkembangan embrio pada saat kontak dengan faktor yang bersifat merugikan. Disini ada periode kritis yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
- Komponen teratogenik bekerja secara spesifik pada perkembangan sel dan jaringan untuk menginisiasi sekuen dari perkembangan abnormal.
- Jalan masuk dari komponen terhadap perkembangan jaringan tergantung pada kondisi komponen itu sendiri. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan suatu teratogen untuk kontak dengan conceptus yang sedang tumbuh antara lain sifat dari komponen itu sendiri, jalur dan tingkat kontak dengan induk, sistim absorpsi dan kecepatan transfer plasenta, dan komposisi genotip dari induk dan embrio/janin.
- Manifestasi dari penyimpangan perkembangan ada empat yaitu kematian, malformasi, keterlambatan pertumbuhan dan cacat fungsional. Penyimpangan perkembangan ini akan meningkat dengan meningkatnya frekuensi dan dosis dari level yang tidak menunjukkan efek negative yang terlihat (No Observable Adverse Effect Level -NOAEL) sampai dengan dosis yang memberikan letalitas 100% (LD100).
- Radiasi ion (senjata atom, radioidine, dan terapi radiasi).
- Infeksi cytomegalovirus, virus herpes, parvovirus B-19, virus rubella, syphilis dan toksoplasmosis.
- Ketidakseimbangan metabolisme, misalnya karena konsumsi alkohol selama kehamilan, kretinisme endemic, diabetes, defisiensi asam folat, hipertermia, fenilketonuria, reumatik dan penyakit jantung bawaan.
- Komponen kimia obat dan lingkungan seperti 13-cis-retinoic acid, isotretionin (accutane), aminopterin, hormone androgenic, busulfan, kaptoril, enalapril, dan sebagainya.
Kontak dengan komponen
teratogenik bisa menyebabkan abnormalitas struktural yang sangat beragam pada
janin, seperti bibir sumbing,
langit-langit mulut belah, dysmelia,
anencephaly dan penyimpangan pada ventricular
septal.
2. KARSINOGENIK
Karsinogenik adalah
suatu bahan yang dapat mendorong/menyebabkan kanker. Hal ini bisa terjadi karena ketidakstabilan
genomik atau gangguan pada proses metabolisme seluler. Kanker adalah penyakit dimana sel-sel rusak
di dalam tubuh penderita tidak mengalami program kematian sel, dan tumbuh
secara tidak terkontrol dengan metabolisme yang menyimpang. Karsinogen mungkin meningkatkan resiko
terjadinya kanker dengan merubah metabolisme seluler atau merusak DNA langsung
di dalam sel sehingga mengganggu proses biologis dan menginduksi pembelahan sel
secara tidak terkontrol dan akhirnya menyebabkan terjadinya pembentukan
tumor. Biasanya, sel yang mengalami
perubahan DNA yang terlalu parah akan diarahkan untuk masuk pada program
kematian sel, tetapi jika jalur program kematian sel ini rusak maka sel akan
berubah menjadi sel kanker.
Karsinogen alami
sangat banyak. Aflatoksin B1, yang
diproduksi oleh kapang Aspergillus flavus
selama penyimpanan biji-bijian, kacang-kacangan dan mentega kacang, adalah
sebuah contoh dari karsinogen microbial yang sangat kuat. Beberapa virus seperti hepatitis B dan virus
papilloma manusia telah diketahui juga menyebabkan kanker pada manusia.
Setelah karsinogen
masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan melakukan upaya-upaya untuk
menghilangkannya yang disebut proses biotransformasi. Tujuan dari reaksi ini adalah membuat
karsinogen menjadi lebih larut air sehingga bisa dikeluarkan dari tubuh. Tetapi, reaksi ini juga bisa merubah suatu
senyawa karsinogen yang sebenarnya tidak terlalu toksik menjadi senyawa baru
yang lebih toksik.
Karsinogen dalam pangan olahan
Pemasakan pangan pada
suhu tinggi, misalnya pemanggangan (broiling
atau barbecuing) daging bisa
menyebabkan pembentukan sejumlah senyawa karsinogen seperti yang ditemui pada
asap rokok (misalnya benzopirena). Pembakaran
pangan sampai gosong akan menghasilkan karsinogen. Beberapa produk pirolisis yang bersifat
karsinogen misalnya hidrokarbon aromatic polinuklear yang dikonversi oleh enzim
manusia menjadi epoksida yang menempel permanen pada DNA. Pra-pemasakan di dalam oven microwave selama 2-3 menit sebelum pemanggangan (broiling) akan memperpendek waktu pemanggangan,
sehingga membantu meminimalkan pembentukan komponen-komponen karsinogen.
Laporan dari Food Standards Agency (FDA) menyebutkan
bahwa akrila-mid yang bersifat karsinogen pada hewan dihasilkan dari pangan
berkarbohidrat yang digoreng atau dipanaskan pada suhu tinggi (misalnya kentang
goreng atau keripik kentang). Saat ini,
beberapa penelitian sedang dilakukan oleh lembaga perundanga Eropa dan FDA
untuk mengetahui potensi resikonya pada manusia. Residu pengarangan pada daging panggang (barbecue) juga telah teridentifikasi
sebagai karsinogen, bersama banyak komponen ter lainnya.
Meskipun demikian,
fakta bahwa pangan yang mengandung sejumlah kecil karsinogen tidak berarti
merupakan bahaya yang nyata. Lapisan
terluar dari saluran pencernaan secara kontinyu melindungi dirinya sendiri dari
karsinoma, dan mempunyai enzim-enzim detoksifikasi dengan aktivitas yang
tinggi.
Klasifikasi karsinogen
Karsinogen bisa
diklasifikasikan sebagai genotiksik atau nongenotoksik. Genotoksin menyebabkan kerusakan genetik yang
sifatnya menetap atau mutasi melalui pengikatan dengan DNA. Genotoksin mencakup komponen-komponen kimia
seperti N-nitroso-N-metilurea (MNU) atau komponen non kimia seperti cahaya
ultraviolet dan radiasi ionisasi.
Beberapa virus tertentu juga berperan sebagai karsinogen melalui
interaksinya dengan DNA. Nongenotoksin
tidak secara langsung mempengaruhi DNA tetapi bekerja dengan cara yang lain
untuk melakukan pertumbuhan. Komponen
nongenotoksin mencakup hormone dan beberapa komponen organik.
Klasifikasi karsinogen
menurut IARC adalah sebagai berikut:
- Kelompok 1: pembawa (campuran) pasti bersifat karsinogenik pada manusia. Paparan pembawa ke lingkungan sekitar akan menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
- Kelompok 2A: pembawa (campuran) kemungkinan besar bersifat karsinogenik pada manusia. Paparan pembawa ke lingkungan sekitar kemungkinan besar akan menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
- Kelompok 2B: pembawa (campuran) mungkin bersifat karsinogenik pada manusia. Paparan pembawa ke lingkungan sekitar mungkin menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
- Kelompok 3: pembawa (campuran atau paparan ke lingkungan sekitar) tidak mudah digolongkan sifat karsinogenisitasnya pada manusia.
- Kelompok 4: pembawa (campuran) kemungkinan besar tidak karsinogenik pada manusia.
3. NEFROTOKSIK
Nefrotoksisitas adalah
suatu efek racun dari beberapa bahan, bisa berupa bahan kimia beracun dan obat keras,
terhadap ginjal. Ada beragam bentuk dari toksisitas. Nefrotoksisitas hendaknya tidak dikacaukan
dengan fakta bahwa beberapa jenis obat lebih mempengaruhi ekskresi ginjal dan
dosis penggunaannya hendaknya diatur agar tidak memberatkan kerja ginjal
(misalnya heparin).
Nefrotoksin adalah
senyawa kimia yang menunjukkan efek nefrotoksisitas. Efek nefrotoksik akan lebih besar pada pasien
yang telah mengalami gangguan ginjal. Selain
senyawa kimia dari beberapa obat-obatan, komponen nefrotoksin lainnya adalah
logam berat yang bisa mengganggu kerja enzim-enzim yang berperan dalam
metabolisme energi dan asam aristolokat (aristolochic
acid) yang ditemukan dalam beberapa tanaman (termasuk obat herbal dengan
bahan baku
tanaman ini).
Nefrotoksisitas biasanya dimonitor dengan uji
darah. Penurunan fungsi ginjal ditandai
dengan meningkatnya kandungan kreatinin darah.
Kadar kreatinin normal sekitar 80 – 120 mm/l.
4. DIURESIS
Diuresis adalah peningkatan produksi urin oleh
ginjal. Dalam satu hari, ginjal
memproduksi prourin sampai 250 liter yang sebagian besar lalu di absorbsi
kembali sebelum mencapai kandung kemih.
Polyuria adalah peningkatan diuresis.
Penyebabnya antara lain intake cairan yang tinggi, beragam penyakit
(diabetes insipidus, diuresis osmotic karena diabetes mellitus atau
hiperkalsemia) atau beragam bahan kimia (diuretik, kafein, alcohol).
Cold diuresis adalah
meningkatnya produksi urin karena kontak dengan kondisi dingin. Proposed
diuretic adalah peningkatan diuresis karena konsumsi bahan-bahan tertentu,
misalnya kopi. High-altitude diuresis
terjadi pada ketinggian di atas 10000 ft dan menjadi indikator dari adaptasi
terhadap ketinggian. Pendaki gunung
dengan adaptasi yang baik terhadap ketinggian biasanya mengalami high-attitude
diuresis. Jumlah urin akan menjadi
indicator penting dari adaptasi terhadap ketinggian. Orang yang hanya memproduksi sedikit urin di
ketinggian, bahkan walaupun dibantu dengan intake cairan yang tinggi,
kemungkinan tidak beradaptasi dengan baik dengan ketinggian.
5. HAEMORRHAGIK
Haemorrhagik (pendarahan) adalah
hilangnya darah dari sistim sirkula-tory.
Pendarahan bisa berlangsung internal, dimana darah yang keluar dari
pembuluh darah masuk kedalam tubuh, atau eksternal, bisa melalui lubang tubuh
(misalnya vagina, mulut atau anus) atau perlukaan pada kulit. Kehilangan darah secara tuntas disebut
sebagai exsanguinations dan
pendarahan hebat disebut desanguination. Pada orang sehat, kehilangan darah
sekitar 10-15% dari volume darah total bisa berlangsung lama tanpa akibat
klinis. Pada donor darah, darah donor
yang diambil biasanya sekitar 8 – 10% dari
volume darah total.
Haemorrhagik biasanya menjadi berbahaya atau bahkan fatal jika
menyebabkan hipoyolemia (volume darah rendah) atau hypotension (tekanan darah
rendah). Beberapa penyakit atau kondisi
medis tertentu, seperti haemofilia dan rendahnya hitung platelet
(trombositopenia) berpeluang meningkatkan resiko pendarahan atau menyebabkan pendarahan minor
yang mengancam kesehatan atau kehidupan.
Penggunaan antikoagulan seperti warfarin bisa memberikan efek seperti
haemofilia, mencegah penggumpalan darah dan meyebabkan pengaliran darah secara
bebas.
Kematian karena haemorrhagic bisa berlangsung secara cepat. Hal ini disebabkan oleh arus balik positif (positive feedback). Sebagai contoh, kondisi jantung tertekan:
lemahnya kontraksi jantung akan mengosongkan aliran darah ke jantung yang
menyebabkan kontraksi jantung menjadi makin lemah. Efek ini bisa menyebabkan kematian
berlangsung lebih cepat dari yang diharapkan.
Haemorrhagik bisa dibagi kedalam empat kelas yaitu:
- Haemorrhagik kelas I: melibatkan kehilangan volume darah sampai 15%. Jenis ini biasanya tidak menunjukkan gejala yang jelas dan cairan penyadaran (fluid resuscitation) biasanya tidak dibutuhkan.
- Haemorrhagik kelas II: melibatkan kehilangan volume darah sekitar 15-30%. Penderita seringkali mengalami tachycardic (detak jantung menjadi cepat) dengan sedikit perbedaan antara tekanan darah sistol dan diastole. Tubuh mencoba untuk mengimbangi kehilangan darah dengan penyempitan pembuluh darah periferal. Kulit mungkin terlihat mulai memucat dan dingin jika disentuh. Penderita mulai menunjukkan perubahan perilaku.
- Haemorrhagic kelas III: melibatkan kehilangan volume darah sampai 30-40%. Tekanan darah penderita turun, kecepatan jantung meningkat, peripheral perfusion, dan kesadaran menurun.
- Haemorrhagik kelas IV: melibatkan kehilangan darah lebih dari 40% dari total volume darah. Kemampuan tubuh untuk mengatasi hal ini sudah mencapai maksimum dan penyempitan pembuluh darah secara agresif dibutuhkan untuk mencegah kematian.
Penyebab pendarahan
Pendarahan traumatik
Pendarahan traumatik disebabkan oleh beberapa jenis
perlukaan. Beberapa jenis luka yang bisa
menyebabkan pendarahan traumatic adalah:
o
Abrasi (luka lecet) – irisan melintang pada kulit yang disebabkan oleh benda asing. Penetrasinya biasanya tidak menembus
epidermis.
o
Excoriation - seperti abrasi, ini
disebabkan oleh kerusakan kulit secara mekanis.
o
Laceration (luka goresan) – bentuk luka tidak teratur disebabkan oleh pukulan benda tumpul
yang menyebabkan pelunakan jaringan lunak yang melapisi jaringan keras atau
merobek jaringan (contohnya pada kondisi kelahiran bayi).
o
Insisi – luka karena operasi kecil, yang disebabkan oleh benda tajam
seperti pisau bedah.
o
Luka tusukan – disebabkan oleh objek yang berpenetrasi kedalam kulit dan lapisan
dibawahnya, seperti kuku, jarum atau pisau.
o
Luka memar – disebabkan oleh kerusakan jaringan di bawah kulit karena pukulan
benda tumpul.
o
Luka tembakan – disebabkan oleh proyektil peluru.
Pendarahan karena kondisi medis
Pendarahan karena kondisi medis (pendarahan medis)
disebabkan oleh deformasi anatomi misalnya melemahnya pembuluh darah,
malformasi arterivena dan tukak (ulceration).
Kondisi lainnya yang bisa mengganggu integritas tubuh adalah kematian
jaringan, kanker atau infeksi lainnya yang menyebabkan pendarahan.
Beberapa kondisi medis yang mengganggu fungsi
homeostatis normal tubuh menyebabkan penderita rentan terhadap pendarahan. Homeostatis melibatkan beberapa komponen. Komponen utama dari sistim homeostatis adalah
platelet dan sistim koagulasi.
Platelet adalah komponen darah berukuran kecil yang
membentuk sumbatan pada dinding pembuluh darah yang akan menghentikan
pendarahan. Platelet juga memproduksi
beragam bahan yang menstimulasi produksi dari bekuan darah. Salah dari beberapa penyebab umum yang paling
sering menyebabkan resiko pendarahan adalah penggunaan obat-obatan anti-radang
non steroid (non-steroidal anti-inflammatory
drugs – NSAIDs). Prototype dari
obat-obatan ini adalah aspirin, yang menghambat produksi tromboksan. NSAIDs menghambat aktifasi platelet dan
dengan demikian meningkatkan resiko pendarahan.
Efek dari aspirin bersifat irreversible, sehingga efek penghambatan dari
aspirin akan tetap ada sampai terjadi penggantian platelet (sekitar 10 hari). NSAIDs yang lain, seperti ibuprofen dan
obat-obat sejenis, bersifat reversible sehingga efek pada platelet tidak
berlangsung selama masa hidup platelet.
Beberapa factor koagulasi berinteraksi secara kompleks
membentuk gumpalan darah. Defisiensi
dari factor koagulasi dihubungkan dengan terjadinya pendarahan medis. Sebagai contoh, defisiensi Faktor VIII
menyebabkan hemofilia A, sementara defisiensi Faktor IX menyebabkan hemofilia B
(Christmas disease). Antibody untuk Faktor VIII bisa
menginaktifkan Faktor VII dan menyebabkan pendarahan yang tidak
terkontrol. Kondisi ini relative jarang
dan biasanya terjadi pada orang tua dan atau penderita dengan penyakit
autoimun. Penyakit von Willebrand adalah
penyakit pendarahan lainnya. Penyakit
ini disebabkan oleh defisiensi dari factor ‘von Willebrand’ atau penyimpangan
fungsinya selama proses aktifasi platelet.
Defisiensi factor lain seperti factor XIII atau factor VII adakalanya
terjadi, tetapi mungkin tidak berhubungan dengan pendarahan hebat dan tidak umum
didiagnosis.
Disamping pendarahan yang terkait dengan NSAIDs,
penyebab pendarahan lainnya terkait dengan penggunaan obat warfarin (‘coumadin
dan obat sejenis lainnya). Penggunaan
obat ini harus terkendali karena dapat meningkatkan resiko pendarahan. Warfarin menghambat produksi vitamin K di
dalam saluran cerna. Vitamin K
dibutuhkan untuk produksi factor-faktor penggumpalan seperti II, VII, IX, dan X
di dalam liver. Penggunaan warfare
bersama-sama antibiotic akan membunuh bakteri produsen vitamin K di saluran
cerna. Kondisi ini akan menurunkan
konsentrasi vitamin K dan akibatnya produksi dari faktor-faktor penggumpalan
juga akan menurun.
6. IMUNOTOKSIK
Imunotoksin adalah senyawa kimia yang bisa menyebabkan kegagalan
fungsi dari sistim imunitas. Apabila
fungsi dari sistim imun tertekan (immunosuppression),
akan terjadi peningkatan resiko terkena penyakit-penyakit infeksi dan
kanker. Polychlorinated-biphenyls (PCB),
asbestos dan herbisida telah diketahui merupakan senyawa immunosuppressant. Imunotoksin juga bisa menyebabkan penyakit
autoimun, dimana sistim imun bekerja sangat aktif sehingga menyerang sel-sel
tubuh.
Imunotoksin therapeutic adalah senyawa
yang dikembangkan untuk pengobatan kanker dan virus. Imunotoksin ini merupakan protein khimerik
yang disambungkan dengan toksin. Protein
khimerik sendiri merupakan modifikasi dari antibody dengan target sel
tertentu. Jika protein bertemu dengan
sel target, protein akan masuk dalam sel target dan toksin akan membunuh sel.
7. IARC
IARC adalah singkatan dari The International
Agency for Research on Cancer. Lembaga
ini merupakan lembaga antar pemerintahan yang merupakan bagian dari badan
kesehatan dunia (World Health Organisation - WHO) di PBB.
Markas IARC terletak di Lyon, Perancis. Lembaga ini berperan untuk memimpin dan mengkoordinir penelitian-penelitian
termasuk studi epidemiologis mengenai kanker.
Lembaga ini mengeluarkan seri dari monograf mengenai resiko karsinogenik
pada manusia yang dimiliki oleh beragam penyebab, campuran dan paparan.
Klasifikasi
karsinogen menurut IARC adalah sebagai berikut:
- Kelompok 1: pembawa (campuran) pasti bersifat karsinogenik pada manusia. Paparan pembawa ke lingkungan sekitar akan menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
- Kelompok 2A: pembawa (campuran) kemungkinan besar bersifat karsinoge-nik pada manusia. Paparan pembawa ke lingkungan sekitar kemungkinan be-sar akan menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
- Kelompok 2B: pembawa (campuran) mungkin bersifat karsinogenik pada manusia. Paparan pembawa ke lingkungan sekitar mungkin menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
- Kelompok 3: pembawa (campuran atau paparan ke lingkungan sekitar) tidak mudah digolongkan sifat karsinogenisitasnya pada manusia.
- Kelompok 4: pembawa (campuran) kemungkinan besar tidak karsinogenik pada manusia.