Oleh: Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS
Menggoreng adalah proses memasak bahan pangan menggunakan suhu tinggi dengan bantuan minyak sebagai media pengantar panas. Tetapi karena sebagian kecil minyak goreng itu diserap oleh bahan pangan yang digoreng, maka kualitasnya harus baik karena hal ini dapat mempengaruhi citarasa (rasa, flavor, dan aroma) dari makanan yang digoreng.
Kini, di pasaran banyak beredar minyak goreng yang terbuat dari bahan dasar seperti dari minyak kelapa, minyak sawit, minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak biji bunga matahari. Bahkan ada juga yang merupakan campuran dua macam minyak.
Selain itu, terdapat pula minyak goreng sawit yang berbeda proses pembuatannya. Produk pertama dikenal sebagai produk single fractionation (fraksinasi tunggal) sedangkan produk kedua adalah produk double fractionation (fraksinasi ganda).
Minimnya pengetahuan para ibu tentang minyak goreng dapat menimbulkan kerugian. Mereka biasanya akan berpedoman pada iklan atau promosi yang dilakukan produsen. Padahal dalam mempromosikan produknya itu, produsen kerapkali melanggar norma dan etika bisnis.
Minyak kelapa, dulunya, merupakan satu-satunya minyak goreng yang digunakan di Indonesia tapi kini pasarannya terdesak oleh minyak sawit. Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah tinggi sehingga kerap ‘dituduh’ sebagai biang penyakit jantung koroner.
Melalui proses pemanasan dan pengepresan, dari buah sawit akan diperoleh minyak sawit mentah (crude palm oil) berwarna jingga kemerahan karena mengandung beta-karoten (sekitar 400-700 ppm). Minyak mentah ini terdiri atas dua fraksi, yaitu fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein).
Untuk menjadi minyak goreng, minyak sawit mentah ini mengalami proses rafinasi (refining) pertama, yaitu penetralan, pencucian, penghilangan warna (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization) sehingga diperoleh refined bleached deodorizedpalm oil (RBDPO) yang terdiri atas dua fraksi: fraksi padat dan fraksi cair.
Proses rafinasi kedua adalah proses fraksinasi yang sering juga disebut sebagai proses penyaringan. Proses fraksinasi ini bertujuan untuk memisahkan fraksi padat dari fraksi cair. Caranya dilakukan dengan menurunkan suhu minyak (menjadi 20 derajat celsius) baru kemudian disaring sehingga fraksi padat bisa dipisahkan dari fraksi cair.
Fraksi padat yang terkandung dalam fraksi cair itu dikenal sebagai solid fat content (SFC). Minyak goreng sawit yang diperoleh dari proses fraksinasi tunggal pada suhu 10 derajat celcius mengandung sekitar 15-20% SFC, sedangkan yang didapat dari proses fraksinasi ganda hanya mengandung sekitar 0-5% SFC.
Minyak goreng sawit fraksinasi ganda selalu akan berbentuk cair pada suhu rendah karena kandungan SFC-nya juga rendah. Sedangkan minyak goreng sawit fraksinasi tunggal akan membeku apabila direndam dalam air es karena kandungan SFC-nya lebih tinggi.
Dengan kata lain, kandungan asam lemak tak jenuh minyak goreng sawit fraksinasi ganda lebih tinggi ketimbang produk fraksinasi tunggal. Hal ini lalu dikaitkan dengan keadaan minyak (lemak) dalam tubuh. Bahwa minyak yang membeku dalam air es (minyak sawit fraksinasi tunggal) juga akan membeku dalam tubuh manusia. Padahal suhu tubuh adalah 37 derajat celcius. Tentu saja iklan atau promosi semacam ini mengada-ada dan jelas membodohi konsumen.
Sesungguhnya, terlalu berlebihan bila kita mempermasalahkan komposisi asam lemak dari minyak goreng yang digunakan. Misalnya, disebutkan minyak goreng yang mengandung asam lemak tidak jenuh lebih baik dibandingkan minyak yang mengandung asam lemak jenuh.
Pertama, jumlah minyak yang terdapat dalam makanan yang digoreng relatif sedikit (kecuali bahan pangan yang ditumis) dan kedua, dalam proses penggorengan akan terjadi kerusakan asam lemak tidak jenuh karena tingginya suhu selama proses penggorengan (sekitar 150-180 derajat celcius). Sehingga jumlah asam lemak tidak jenuh yang diharapkan akan terkonsumsi, sesungguhnya sangat sedikit.
Penyakit jantung koroner tidak hanya disebabkan karena mengkonsumsi asam lemak jenuh. Banyak faktor lain yang harus diperhatikan. Secara ilmiah telah dibuktikan, konsumsi minyak kelapa maupun minyak sawit, walaupun keduanya mengandung asam lemak jenuh relatif tinggi, tidak menyebabkan atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah) dan penyakit jantung koroner.
Hal ini disebabkan karena asam lemak jenuhnya mengandung rantai karbon medium (tidak seperti halnya lemak hewan) sehingga di dalam tubuh lebih banyak digunakan sebagai sumber energi dan tidak meningkatkan kadar kolesterol (LDL) dalam darah.
Konsumsi asam lemak tak jenuh yang berlebihan akan membahayakan kesehatan karena dapat membentuk lebih banyak senyawa radikal dalam tubuh. Sesuatu yang dapat merusak sel-sel dan jaringan tubuh.
Sebuah penelitian membuktikan, konsumsi asam lemak tidak jenuh yang berlebihan justru akan meningkatkan peluang atherosclerosis lantaran rusaknya pembuluh darah oleh senyawa radikal itu. Para ahli selalu menganjurkan pemakaian asam lemak tidak jenuh tinggi harus disertai pula dengan konsumsi vitamin E yang tinggi pula.
Ikatan Dokter Ahli Jantung di AS menganjurkan agar konsumsi minyak/lemak dibatasi sekitar 30% dari total kalori yang dikonsumsi (sekitar 90-100 g minyak/lemak per hari). Minyak/lemak tersebut harus terdiri dari 10% mengandung asam lemak jenuh (saturated fatty acid – SFA), 10% asam lemak tidak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acid – MUFA) dan 10% asam lemak tidak jenuh jamak (poly-unsaturated fatty acid – PUFA).
Keterangan ini jelas mengindikasikan, konsumsi asam lemak jenuh dibolehkan dalam jumlah yang wajar. Apalagi bila sumbernya hanya dari makanan yang digoreng dengan jumlah relatif sedikit.
Apalagi kalau ada produsen yang mengklaim bahwa produk minyak gorengnya tak mengandung kolesterol. Ini sudah benar-benar salah kaprah karena semua jenis minyak goreng yang berasal dari bahan nabati, semuanya tidak mengandung kolesterol.
Memilih minyak goreng yang baik sesungguhnya dapat dilakukan secara sederhana. Pertama, lihat kejernihannya (bukan warnanya); kedua, cium baunya apakah tengik atau tidak. Minyak goreng yang baik itu jernih dan tidak berbau tengik.
Minyak goreng yang membeku karena disimpan di ruangan berpendingin akan tampak keputih-putihan. Itu tidak berarti rusak tetapi karena kandungan asam lemak jenuhnya relatif tinggi sehingga lebih cepat membeku dibanding minyak yang lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh.
Memang terdapat bukti ilmiah bahwa asam lemak tidak jenuh dapat menurunkan kadar kolesterol dan dapat mencegah timbulnya atherosclerosis maupun penyakit jantung koroner. Namun, minyak tersebut harus dikonsumsi dalam keadaan mentah. Bukan sebagai minyak goreng, misalnya sebagai minyak salad (salad oil).
Sumber : Media Indonesia, Minggu 5 September 1999