Total Pageviews

Friday, December 19, 2008

Warna dan Kultur

Warna adalah bahasa universal visual yang paling umum dihadapi sehari-hari. Manusia selalu terpesona oleh warna. Didalam disain, warna memiliki daya tarik, menciptakan suasana (romantis), menciptakan suasana hati (dinamis), dan membangun/menciptakan citra (ceria, akrab, ramah lingkungan, berwibawa, berkelas, nyaman).

Secara psikologis, warna memang mempengaruhi kita. Efek psikologisnya sering jauh lebih dahsyat daripada pengalaman visual kita. Warna tertentu memiliki efek psikologi tertentu pula. Warna-warna tertentu dapat merangsang kita, menciptakan gairah, atau sebaliknya membuat kita depresi dan melemahkan kita. Warna tertentu malah membuat kita lapar. Efek ini dikenal dengan chromodynamics.

Kultur bisa sangat berbeda antara negara. Arti warna juga memberikan pengertian yang berbeda antara satu kultur ke kultur yang lain. Hal yang mudah tampak misalnya warna suci untuk Judeo-Christian West adalah merah-biru-putih-emas akan sangat berbeda dengan Budha yang kuning atau Islam yang hijau.

Pengetahuan tentang kultur juga menjadi penting, karena ada warna tertentu yang dianggap tabu. Ungu, misalnya, merupakan warna bangsawan, karena memberi kesan mewah, kaya, dan canggih. Ungu juga sangat feminin dan romantik. Tapi, karena di alam nyata ungu adalah warna yang cukup jarang, ungu sering dianggap artifisial. Dalam beberapa kultur, ungu juga kurang disukai karena merupakan warna berkabung.

Orang dari kultur yang berbeda seringkali memberikan respon yang berbeda terhadap suatu warna. Sebagai contoh, Amerika Serikat menghindari penggunaan warna hijau untuk promosi ke investor dari Perancis. Walaupun warna hijau banyak digunakan pada logo bank di Amerika Serikat karena berarti keamanan/keepercayaan, tapi warna hijau di Perancis berarti kejahatan. Beberapa warna juga memiliki arti tersendiri bagi suku-suku di Indonesia. Warna bendera tanda dukacita di Solo berwarna merah, di Yogyakarta berwarna putih, di Jakarta warnanya kuning sementara di Sumatera berwarna hitam.

Grafik Color-Culture yang dikembangkan Boor mencoba menjelaskan arti warna untuk beberapa negara. Grafik Color-Culture dapat dilihat pada Tabel 1. Dari sini jelas terlihat bahwa pengembangan warna untuk keperluan disain kemasan perlu mempertimbangkan aspek psikologis warna tersebut terhadap segmen pasar yang dituju.

Tabel 1. Grafik Color-Culture: Arti Warna Pada Sebuah Negara

Warna

Negara

Cina

Jepang

Mesir

Perancis

Amerika

Merah

Kebahagia-an

Kemarahan

Bahaya

Kematian

Kebangsa-wanan

Bahaya

Stop

Biru

Surga

Kejahatan

Kebaikan

Kebebasan

Maskulin

Keberanian

Kedamaian

Kebenaran

Hijau

Ming,

Masa Depan

Kesuburan

Kriminal

Keamanan

Surga

Muda

Kekuatan

Jalan

Energi

Kuning

Kelahiran,

Keanggunan

Kebahagiaan

Sementara

Sementara

Kesehatan, Kekuatan

Kebangsa-wanan

Harapan

Ketakutan

Putih

Kematian

Kematian

Kesenangan

Netral

Kemurnian

Kemurnian

Pemahaman termasuk selera (taste) terhadap suatu produk, pada umumnya dipengaruhi oleh pengalaman keseharian dan kultur yang berkembang ditengah komunitasnya. Menurut President Asosiasi Desainer Produk Indonesia (ADPI) Mizan Allan de Neve dalam Republika Online (2005), bukan hal aneh jika masya-rakat Indonesia menyukai unsur kayu. Masyarakat Indonesia akrab dengan war-na-warna kayu karena hidup pada lingkungan tropis. Contohnya batik yang dido-minasi warna kayu. Warna kayu dapat dikatakan sebagai salah satu ciri khas Indonesia. Di sisi lain, masyarakat Indonesia juga memiliki pengalaman panjang dengan Belanda. Salah satu 'warisan' Belanda kepada masyarakat Indonesia adalah warna hitam yang identik dengan wibawa, angker, sakral, disungkani.

Daftar Pustaka

Republika Online. 2005. Desain Televisi: Evolusi atau Revolusi (Sabtu, 4 Juni 2005). http://www.republika.co.id. Diakses 29 Desember 2007.

Wicaksana, I.W.S dan I.M. Wiryana. 2005. Pengembangan Aplikasi Komputer Berbasiskan Kultur Lokal. Universitas Gunadarma. Jakarta.