Vibrio parahaemolyticus (Vp) adalah bakteri halofilik Gram negatif yang merupakan flora normal dari daerah estuaria dan pantai. Bakteri ini tumbuh pada kadar NaCl optimum 3%, kisaran suhu 5 – 43°C, pH 4.8 – 11 dan aw 0.94 – 0.99. Pertumbuhan berlangsung cepat pada kondisi suhu optimum (37°C) dengan waktu generasi hanya 9–10 menit. Seafood yang merupakan produk hasil laut, memberikan semua kondisi yang dibutuhkan oleh Vp untuk tumbuh dan berkembang biak: keberadaan garam, nutrien yang baik serta pH dan aw yang cocok sehingga Vp sering terdapat sebagai flora normal di dalam seafood.
Vp muncul secara musiman. Biasanya, pada musim panas Vp relatif mudah dideteksi pada air laut, sedimen, plankton, ikan, krustasea dan moluska yang merupakan tempat hidupnya di ekosistem. Mereka terkonsentrasi dalam saluran pencernaan moluska, seperti kerang, tiram dan mussel yang mendapatkan makanannya dengan cara mengambil dan menyaring air laut (Charles-Hernández et al., 2006).
Beberapa strain dari bakteri Vp, bersifat patogen dan merupakan penyebab utama dari penyakit gastroenteritis yang disebabkan oleh produk hasil laut (seafood), terutama yang dimakan mentah, dimasak tidak sempurna atau terkontaminasi dengan seafood mentah setelah pemasakan. Gastroenteritis berlangsung akut, diare yang tiba-tiba dan kejang perut yang berlangsung selama 48 – 72 jam. Masa inkubasi berkisar antara 8 – 72 jam dengan rata-rata sekitar 18 jam. Gejala lain yang dilaporkan dengan frekuensi yang berturut-turut menurun adalah mual, muntah, sakit kepala dan badan panas dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri menyebabkan kerusakan (luka) pada mukosa usus sehingga tinja dari beberapa penderita selain mengandung bakteri, juga berdarah dan mengandung leukosit serta memicu terjadinya septisemia (Kaysner, 2000).
Sejak tahun 1997, jumlah kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) yang disebabkan oleh Vp meningkat secara tajam di berbagai kawasan dunia. Terjadinya KLB ini telah teridentifikasi disebabkan oleh konsumsi seafood terutama tiram ( oyster ) mentah yang terkontaminasi oleh Vp. Sejak tahun 1997 tersebut, maka seafood terutama tiram dianggap sebagai jenis pangan yang penting diwaspadai dari aspek keamanan pangan. Strain Vp patogen penyebab gastroenteritis sangat beragam. Strain Vp patogen dengan serotype O3:K6 sejak tahun 1996 muncul menjadi sumber patogen baru penyebab keracunan pangan.
Kasus keracunan karena mengkonsumsi pangan tercemar Vp, biasanya berlangsung secara musiman. Karena Vp biasanya muncul pada saat suhu lingkungan perairan di atas 15°C, maka kasus keracunan karena Vp biasa terjadi pada musim panas dimana suhu permukaan laut naik hingga mencapai di atas 15°C (McLaughlin et al, 2005). Kasus keracunan karena Vp lebih banyak terjadi pada musim panas. Kondisi ini berkorelasi positif dengan prevalensi dan jumlah kontaminasi Vp pada sampel seafood lingkungan yang juga meningkat dengan meningkatnya suhu perairan. Tingkat salinitas air laut juga berpengaruh pada tingkat kontaminasi.
Teknik analisis berpengaruh pada tingkat prevalensi dan tingkat isolasi Vp dari seafood. Untuk pengendalian tingkat kontaminasi didalam seafood, diperlukan pemilihan metode analisis yang lebih sensitifitas dengan waktu deteksi yang lebih cepat. Teknik analisis berdasarkan deteksi gen (tlh, tdh dan/atau trh) memberikan hasil yang lebih akurat untuk mendeteksi strain patogen dibandingkan dengan teknik MPN-konvensional yang berdasarkan pada reaksi biokimiawi.
Pada sampel seafood dari lingkungan dan pasar ritel, Vp patogen hanya terdeteksi dalam jumlah rendah (<100> Prevalensi dan tingkat kontaminasi Vp dalam sampel seafood lingkungan dan pasar ritel juga seringkali jauh lebih kecil dari batas maksimum Vp yang diijinkan FDA didalam seafood yang akan dijual (104 sel per-gram). Kondisi ini juga terjadi pada sampel yang diambil selama terjadinya KLB.
Pada tulisan dibawah, dicoba menjelaskan frekuensi isolasi Vp dari seafood, dan melihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat isolasi Vp dari seafood tersebut. Beberapa faktor yang akan dilihat adalah faktor lingkungan, teknik analisis yang digunakan serta aspek penyimpanan dan penanganan seafood. Diharapkan, kajian ini dapat menjelaskan keterkaitan antara frekuensi isolasi Vp dari dalam seafood dengan beberapa faktor yang mempengaruhinya dan dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan metode atau teknik pengendalian yang efisien untuk mengurangi resiko kontaminasi Vp dan menjamin keamanan pangan.
Elvira Syamsir
Powerpoint: Kasus V. parahaemolitycus pada seafood