Elvira Syamsir
Mie termasuk produk yang populer dan sangat digemari, bukan hanya di Indonesia tapi juga dibeberapa negara Asia. Kemudahan dalam preparasi dan penyajiannya, harga yang relatif terjangkau, rasanya yang enak dan cukup mampu meredam perut yang lapr, adalah beberapa faktor yang menjelaskan mengapa mie instan bisa menjadi begitu populer di masyarakat.
Bahan baku, formulasi dan bentuk dari mie sangat beragam. Mie bisa dibuat dari terigu, beras (bihun, laksa) atau dari pati (soun). Mie instan yang banyak beredar di pasaran saat ini menggunakan terigu sebagai bahan baku utamanya.
Saat ini, banyak isu terkait dengan keamanan dari mie instan dan cukup mengganggu konsumen. Benarkah isu-isu tersebut? Betulkah mie instan tidak bergizi? Betulkah mie instan tidak aman untuk dikonsumsi? Artikel berikut mencoba untuk membahasnya.
Bahan baku mie terigu
Mie terigu (selanjutnya disebut mie saja) dibuat dengan menggunakan tiga bahan baku utama: tepung terigu, air dan garam. Bahan lain yang digunakan adalah pati, gum, telur, pewarna makanan dan pengawet.
Garam yang digunakan ada dua jenis: hanya garam biasa (NaCl) dan dengan penambahan garam alkali. Pada pembuatan mie dengan penambahan garam NaCl, jumlah NaCl yang ditambahkan sekitar 2 – 8% dari berat tepung. Secara umum, mie yang dibuat dengan menggunakan garam NaCl berwarna putih sampai putih krem, cerah (tidak kusam), dengan tekstur yang lunak dan elastis setelah direbus.
Penambahan garam alkali biasanya bertujuan untuk memperbaiki warna, flavor dan tekstur dari mie. Natrium karbonat (Na2CO3) dan/atau kalium karbonat (K2CO3) adalah garam alkali yang umum digunakan pada mie alkali. Selain itu, masih ada beberapa garam alkali yang umum ditambahkan ke dalam mie. Sebagai contoh, polifosfat adalah garam alkali yang sering ditambahkan dalam pembuatan mie instan. Garam natrium hidroksida (NaOH) adalah alkali yang kadang ditambahkan dalam pembuatan mie basah. Jumlah garam alkali yang ditambahkan tergantung pada fungsi aplikasinya. Jika untuk memperbaiki tekstur, jumlah garam alkali yang digunakan biasanya sedikit (0.1 – 0.3% karbonat). Penambahan garam alkali dalam jumlah yang lebih tinggi (0.5 – 1.0% karbonat) biasanya dilakukan untuk menghasilkan flavor alkalin pada produk akhir. Mie yang diproduksi di Indonesia, umumnya dibuat dengan menambahkan sedikit garam alkali.
Pengolahan mie
Proses dasar dari pembuatan mie terigu (selanjutnya disebut mie saja) mencakup proses pencampuran, pembentukan adonan, pembentukan lembaran, pengaturan tebal lembaran, dan pemotongan. Penanganan lanjutan terhadap untaian mie ini akan menghasilkan berbagai varian produk mie: mie mentah (biasa dikenal sebagai mie segar atau mie ayam), mie basah (mie matang), mie kering dan mie instan.
Untaian mie yang keluar dari tahap pemotongan tanpa penanganan lanjutan disebut mie mentah, biasa digunakan untuk membuat mie ayam. Agar untaian mie tidak saling lengket, permukaan mie mentah biasanya diberi taburan tapioka. Jika untaian mie mentah direbus akan diperoleh mie basah; dan jika untaian mie mentah ini dikeringkan akan diperoleh mie kering. Pengeringan dilakukan pada suhu 35 – 40°C selama ±5 jam. Mie instan dibuat dari mie mentah yang dikukus dan dikeringkan. Proses pengukusan dan pengeringan, akan memodifikasi pati sehingga dihasilkan tekstur mie kering yang porous dan mudah direhidrasi. Pengeringannya sendiri dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penggorengan (140 – 160°C, 60 – 100 detik) atau pengeringan menggunakan hembusan udara panas (suhu diatas 80°C selama 30 menit – 1 jam).
Dilihat dari kadar airnya, mie basah yang telah melewati proses perebusan memiliki kadar air yang tinggi. Walaupun kadar air mie mentah tidak setinggi mie basah, tetapi penambahan air pada tahap pengadonan lebih dari cukup untuk merangsang pertumbuhan mikroba. Karena itu, tidak mengherankan jika umur simpan dari mie basah dan mie mentah menjadi sangat pendek. Karena mengalami proses pengeringan, mie kering dan mie instan memiliki kadar air yang rendah. Mie kering dan mie instan yang dikeringkan dengan udara panas memiliki kadar air sekitar 10 - 12%. Sementara itu, kadar air mie instan yang dikeringan dengan proses penggorengan memiliki kadar air sekitar 3 – 6%. Dengan kadar air yang rendah, maka produk mie kering dan mie instan aman dari serangan mikroba, sepanjang kadar airnya dapat dijaga tetap rendah (disimpan dalam kemasan rapat yang dapat mencegah kontak antara mie dengan uap air di udara).
Nilai gizi mie instan
Mie merupakan makanan yang tinggi karbohidrat tetapi rendah serat, vitamin dan mineral. Kandungan lemak, lemak jenuh dan natrium di dalam mie bervariasi, tergantung pada proses pengolahannya.
Mie instan yang beredar di pasaran pada umumnya dikeringkan dengan teknik penggorengan. Hal ini menyebabkan kadar minyak mie instan cukup tinggi: 15 – 22% dari berat mie kering. Seasoning oil yang disertakan sebagai pelengkap, juga berkontribusi dalam meningkatkan kadar lemak yang ada di dalam satu porsi mie instan. Jenis minyak yang digunakan untuk proses penggorengan (di tahap instanisasi) maupun yang digunakan untuk seasoning oil akan menentukan seberapa besar kadar lemak jenuh produk.
Garam dan penguat rasa di dalam mie, bumbu, seasoning oil dan kecap adalah sumber natrium. Selain itu, produk dengan flavor yang kuat biasanya juga mengandung natrium dalam jumlah yang lebih tinggi.
Walaupun demikian, tidak berarti tidak ada yang positif dari sebungkus mie instan. Mie instan difortifikasi dengan beberapa komponen gizi mikro seperti vitamin A, tiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), niacin, vitamin B6, vitamin B12, asam folat, zat besi, zinc dan yodium.
Saat ini, sejalan dengan meningkatnya kesadaran konsumen terhadap kesehatan, mulai banyak ditemukan mie instan yang dikeringkan dengan udara panas sehingga kadar lemaknya menjadi lebih rendah. Ingridien dari mie dan bahan pelengkapnya juga sudah mulai divariasikan untuk memperoleh mie instan dengan kandungan gizi yang lebih baik. Saat ini walau dengan jumlah terbatas, sudah dapat dijumpai mie instan dengan kadar natrium yang lebih rendah, dengan penambahan serat atau dengan penambahan kalsium.
Seperti halnya mengkonsumsi nasi, mie instan sebaiknya tidak dikonsumsi dalam bentuk kosong alias tanpa penambahan apa-apa. Untuk memperoleh asupan gizi berimbang, mie instan sebaiknya dikonsumsi dengan tambahan sayur (sumber serat) atau telur, daging, dan atau sumber protein lainnya.
Akan lebih baik jika anda mengkonsumsi mie instan yang dibuat dengan pengeringan udara panas, karena kadar lemaknya yang lebih rendah. Tapi, jika anda lebih menyukai rasa mie instan yang dibuat dengan proses penggorengan, anda tetap bisa menikmatinya. Hanya saja, karena sumbangan lemaknya sudah cukup besar terhadap kebutuhan lemak harian, maka kurangi asupan lemak dari makanan yang lain.
Lalu, bagaimana dengan kadar natriumnya? Pertama, pilihlah mie instan yang kadar natriumnya rendah (bisa anda cek pada label di kemasan). Atau, gunakan hanya sebagian dari bumbu dan seasoning oil yang disediakan. Cara lain, ganti bumbunya dengan bumbu hasil kreasi anda sendiri yang sudah pasti kadar natriumnya akan lebih terkontrol sesuai dengan keinginan anda.
Keamanan mie instan
Jenis dan jumlah bahan tambahan pangan (BTP) yang ditambahkan dalam mie instan maupun dalam bahan pelengkapnya bervariasi antar produsen. Sebagai contoh, BTP yang umum dijumpai dalam mie instan adalah pewarna dan antioksidan. BTP yang ada di dalam bahan pelengkap (seasoning oil, bumbu dan kecap) diantaranya adalah antioksidan dan bahan penguat rasa (mono sodium glutamat, MSG).
Amankah bahan-bahan tambahan makanan yang ditambahkan ke dalam mie instan? Untuk menghilangkan keraguan terhadap status keamanan mie instan, perhatikan apakah produk ini memiliki nomor MD atau nomor ML yang dicantumkan pada label di kemasannya. Nomor ini diberikan oleh Badan POM RI kepada produsen bermodal besar, MD untuk produk dalam negeri dan ML untuk produk impor, yang menunjukkan bahwa produk telah memenuhi persyaratan keamanan pangan yang ditetapkan dan telah terdaftar di Badan POM RI.
Hindari membeli produk mie instan yang tidak memiliki nomor MD atau ML. Produk tanpa nomor MD atau nomor ML berarti tidak terdaftar di Badan POM RI dan oleh karena itu keamanannya menjadi tidak terjamin.
Sedikit perhatian mungkin perlu diberikan untuk MSG. FDA menggolongkan MSG sebagai GRAS (Generally Recognized as Safe, umumnya diakui sebagai aman). Nilai ADI (Acceptable Daily Intake, asupan harian yang diperbolehkan sepanjang hidup tanpa menyebabkan efek buruk pada kesehatan) untuk MSG tidak ditentukan. Artinya, MSG bebas digunakan dalam jumlah yang wajar. Batas wajar pemakaian MSG sekitar 0.2 – 0.8%. Walaupun demikian, konsumsi MSG akan menyebabkan MSG Symptom Complex pada orang-orang yang sensitif, ditandai dengan rasa sakit kepala, kebas, sensasi terbakar, wajah kesemutan dan terasa seperti tertarik, nyeri dada, mual, terjadi percepatan detak jantung, merasa lemas dan mengantuk, serta kesulitan bernapas pada penderita asma. Masalah ini timbul 30 menit sampai beberapa jam setelah makan dan biasanya akan hilang dengan sendirinya. Karena itu, untuk orang yang sensitif terhadap MSG sebaiknya mengurangi jumlah bumbu dan seasoning oil yang digunakan atau menggantinya dengan bumbu buatan sendiri yang bebas MSG.