Pages

Thursday, March 7, 2013

Flavor Encapsulation By Using Modified Starch

Oleh: Elvira Syamsir
(Artikel dimuat dalam Food Review Indonesia, Februari 2013)


Generally most flavor components in food are highly volatile and chemically unstable. To overcome these problems, encapsulation techniques has become popularly used. Flavor encapsulation is a process to entrap flavor compounds (core material) within a carrier (wall) material.  Most of encapsulates are spray-dried ones, rest of them are prepared by spray-chilling, freeze-drying, melt extrusion and melt injection.  Starch and modified starch are commonly used as wall materials.  Starch presents some advantages as it is cheap, available in large quantities, fully biodegradable, food grade and can be easily modified.

Dalam suatu produk pangan, flavor berperan penting untuk memenuhi kepuasan konsumen dan mempengaruhi keberlanjutan konsumen untuk mengkonsumsi produk. Terkait dengan mutu dan penerimaan produk, maka stabilitas flavor di dalam berbagai produk menjadi sangat penting untuk diperhatikan.

Sebagian komponen flavor mungkin terpapar suhu tinggi (diatas 150°C) atau diaplikasikan pada produk dengan konsentrasi asam tinggi (pH kurang dari 4).  Sebagai contoh, produk pastry banyak yang terekspos dengan suhu oven: dari 149 sampai 205°C selama 5 – 90 menit.  Beberapa produk minuman yang membutuhkan penambahan flavor memiliki pH sekitar 2,8.  Flavor yang ditambahkan ke dalam seasoning kadang diaplikasikan pada salad buah yang kisaran pH-nya sekitar 2,6 – 4,6. 

Banyak komponen kimia yang bertanggung jawab terhadap flavor bersifat tidak stabil dan sulit untuk dikendalikan.  Volatilitasnya yang tinggi menyebabkan komponen flavor banyak yang menguap selama proses penanganan dan pengolahan.  Selain itu, kondisi proses pengolahan, penyimpanan, ingredien produk dan jenis (bahan) kemasan yang digunakan dapat menyebabkan modifikasi flavor karena terjadinya penurunan intensitas komponen aroma dan/atau terbentuknya komponen off flavor.  Kondisi asam, penggunaan suhu tinggi, kontak dengan cahaya, oksigen atau interaksi dengan komponen lain menyebabkan modifikasi flavor melalui reaksi-reaksi kimia seperti hidrolisis, rearrangement, polimerisasi dan oksidasi.  Sebagai contoh, bau mirip bensin akan terdeteksi pada jahe yang terpapar dengan kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan akibat konversi dari α-terpinyl acetate menjadi p-cymene.

Proses enkapsulasi dilakukan untuk membatasi proses degradasi atau kehilangan flavor selama proses pengolahan dan penyimpanan.  Selain itu, proses enkapsulasi mengubah bentuk komponen flavor dari cair dan/atau gas menjadi bentuk powder yang mudah mengalir, juga melindungi flavor dari interaksi yang tidak menguntungkan dengan komponen pangan lainnya dan meminimumkan interaksi antar komponen flavor.   

Diantara berbagai bahan dinding atau matriks tersebut, pati memiliki beberapa keunggulan untuk dikembangkan sebagai bahan dinding, yaitu harganya yang relatif murah, tersedia dalam jumlah besar, bersifat biodegradable dan mudah dimodifikasi untuk perbaikan karakteristik fisiko-kimianya.  Pada tulisan ini akan dibahas mengenai aplikasi pati dan bentuk modifikasinya, terutama pati suksinat, dalam enkapsulasi flavor.

Proses Enkapsulasi

Enkapsulasi adalah teknik pengemasan bahan inti (bisa berupa partikel padat, cair atau gas) di dalam suatu bahan sekunder pelapis (dinding). Bahan pelapis atau juga dikenal sebagai kulit, dinding, atau membran merupakan polimer yang memiliki kemampuan untuk membentuk lapisan film tipis. 

Berdasarkan pada ukuran partikelnya, maka produk enkapsulasi dapat dibagi menjadi makrokapsul (ukuran partikel > 5000 μm), mikro enkapsulasi (ukuran partikel 1,0 5000 μm) dan nano enkapsulasi (jika ukuran partikel < 1,0 μm).  Produk enkapsulasi bisa berbentuk bola, persegi panjang atau tak beraturan. Dua jenis struktur utamanya adalah satu inti (single core) dan banyak inti (multiple core) pada bagian dindingnya. 

Teknik enkapsulasi yang digunakan sangat bervariasi; bisa dengan proses fisik, kimia atau kombinasi teknik fisik dan kimia.  Pertimbangan dalam pemilihan teknik yang akan digunakan adalah sensitivitas bahan inti, sifat fisiko-kimia bahan inti dan pelapis, ukuran kapsul yang diinginkan, target produk untuk aplikasinya, mekanisme pelepasan bahan inti dan biaya. 

Spray drying adalah teknik enkapsulasi yang paling banyak digunakan.  Selain dengan teknik spray drying, enkapsulasi juga dilakukan dengan teknik spray-chilling, freeze-drying, melt extrusion dan melt injection. Spray-chilling lazim digunakan untuk memproduksi partikel lipida beraroma. 

Proses dengan spray dyring paling banyak digunakan karena biayanya yang relatif rendah, dapat digunakan untuk berbagai variasi bahan dan produk yang dihasilkan berkualitas baik dengan distribusi ukuran partikel yang konsisten.  Tahapan proses enkapsulasinya meliputi pembentukan emulsi atau suspensi antara bahan inti dan pelapis, dan pengkabutan emulsi ke sirkulasi udara kering panas dalam ruang pengering.  Kontak antara droplet emulsi dengan udara panas akan menyebabkan penguapan air dari droplet emulsi dan menjebak bahan inti di dalam bahan pelapis. 

Karakteristik Beberapa Bahan Dinding dari Pati dan Pati Modifikasi

Flavor merupakan parameter penting pada pangan dan karena itu tujuan utama dari proses enkapsulasi flavor adalah untuk mengontrol pelepasan aroma dan meningkatkan stabilitasnya selama pengolahan, penyimpanan dan pada saat konsumsi produk akhir.  Secara umum, pelepasan aroma dari pangan sebelum dan sesudah dimakan tergantung pada karakteristik komponen aroma maupun bentuk fisik dari matriks.  Interaksi antara komponen flavor dan pangan sendiri melibatkan tiga mekanisme: partisi molekul flavor pada berbagai fase produk pangan, difusi molekul flavor didalam matrik pangan dan pengikatan molekul flavor dengan komponen pangan. 

Pada enkapsulasi dengan teknik spray drying, maka pemilihan bahan dinding menjadi sangat kritis karena akan mempengaruhi sifat emulsi sebelum pengeringan, retensi dari komponen volatil selama proses pengeringan dan umur simpan dari encapsulated powder setelah pengeringan.

Gum arab merupakan ingredien yang paling populer sebagai bahan dinding untuk enkapsulasi minyak dan flavor dengan teknik spray drying karena memiliki sifat emulsifikasi dan retensi volatil yang sangat baik selama proses pengeringan.  Masalah ketersediaan, kemurnian dan harganya yang cukup tinggi menyebabkan upaya pengembangan bahan alternatifnya terus dilakukan.  Saat ini, penggunaan pati dan ingredien berbasis pati (pati modifikasi, maltodekstrin, β-cyclodextrin) untuk mempertahankan dan melindungi komponen volatil mulai banyak digunakan oleh industri pangan.  Mereka bisa berperan sebagai carrier untuk enkapsulasi aroma, fat replacer dan penstabil emulsi. 

Maltodekstrin merupakan produk hasil hidrolisis (asam dan/atau enzim) pati.  Keuntungan penggunaan maltodekstrin sebagai bahan dinding adalah harga relatif murah, flavor netral, viskositas rendah pada konsentrasi solid yang tinggi, dan memberi proteksi yang baik untuk bahan inti yang berbentuk minyak.  Tingkat perlindungan yang diberikan berkorelasi dengan nilai dextrose equivalent (DE)-nya.  Semakin tinggi nilai DE, maka maltodekstrin akan semakin tidak permeable terhadap oksigen sehingga efisiensi enkapsulasi akan semakin baik.  Kelemahannya, maltodekstrin memiliki daya emulsi yang rendah sehingga retensi flavor selama spray drying menjadi rendah.  Selain itu, meningkatnya sifat hidrofiliknya karena proses hidrofilik menyebabkan sifat afinitasnya terhadap komponen flavor yang bersifat hidrofobik menjadi rendah.  Kelemahan ini dapat diatasi dengan memodifikasinya lebih lanjut dengan teknik suksinilisasi.

Pati suksinat memiliki kemampuan emulsifikasi yang lebih baik dibandingkan pati native-dan atau pati hidrolisisnya.  Penggantian sebagian gugus hidroksil yang  bersifat hidrofilik dengan asam suksinat yang bersifat lipofilik mengubah sifat pati dari yang hidrofilik menjadi hidrofilik-hidrofobik.  Dari beberapa penelitian diketahui bahwa bahan dinding dari pati modifikasi suksinilasi akan memiliki retensi yang sangat baik terhadap komponen volatil.

Pengaruh Mikrostruktur Pati dan Pati Modifikasi Terhadap Retensi Flavor

Pati mengikat komponen volatil dengan dua cara: dengan membentuk kompleks inklusi atau dengan interaksi polar.  Pada pembentukan kompleks inklusi, komponen flavor terperangkap di dalam heliks amilosa melalui ikatan hidrofobik.  Sebaliknya, pada interaksi polar, pengikatan komponen aroma oleh pati terjadi karena adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pati dan komponen aroma.  Walaupun demikian, penelitian Boutboul et al (2002) menunjukkan bahwa retensi aroma akan meningkat dengan meningkatnya polaritas dari molekul flavor dan perbedaan kadar amilosa tidak menyebabkan perbedaan pada retensi aroma.  Dari sini dapat disimpulkan bahwa interaksi aroma – pati terutama dihasilkan melalui fenomena adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen dan bukan karena pembentukan kompleks inklusi. 

Mikrostruktur dari matriks pangan memainkan peran penting dalam retensi aroma.  Porositas dan luas area spesifik berperan besar dalam peningkatan retensi komponen aroma.  Dari penelitian Boutbol et al (2002) diketahui bahwa pati yang bentuk granularnya masih utuh (pati native dan pati asetilasi) memiliki daya retensi aroma yang lebih rendah dibandingkan pati yang telah kehilangan bentuk granularnya (pati pregelatinisasi dan maltodekstrin).  Proses produksi pati pregelatinisasi dan/atau maltodekstrin menyebabkan peningkatan porositas dan luas area spesifik sehingga adsorpsi komponen aroma menjadi lebih baik.  Selain peningkatan area spesifik, rusaknya granula pati selama proses modifikasi pati (pregelatinisasi pada pati pregelatinisasi dan/atau hidrolisis parsial pada maltodekstrin) menyebabkan rantai molekul amilosa dan amilopektin lebih mudah berinteraksi dengan komponen aroma.  Hal ini juga menjadi penyebab mengapa retensi komponen aroma pada pati non granular lebih tinggi dari pati granula.

Pada pati dengan kadar amilosa tinggi, proses ekstrusi akan menghasilkan pati ekstrusi dengan kemampuan retensi komponen aroma yang sedikit lebih baik dari pati nativenya.  Selama proses ekstrusi, pati dengan kadar amilosa tinggi akan mengembang lebih besar dari pati waxy ataupun pati normal.  Akibatnya, ekstrudat yang dihasilkan akan memiliki dinding yang lebih tipis dan dengan area spesifik yang lebih tinggi.

Kemampuan pembentukan film dan sifat plastis dari polimer yang digunakan akan sangat menentukan pada efisiensi pemerangkapan komponen volatil jika enkapsulasi dilakukan dengan teknik spray drying.  Plastisitas yang lebih baik akan mencegah keretakan matriks pelindung (dinding).  Gum arab memiliki kemampuan pembentukan film dan sifat plastis yang lebih baik dari maltodekstrin dan pati oktenil suksinat sehingga kemampuannya dalam memerangkap komponen volatil oleoresin kapulaga  juga menjadi lebih baik (Krishnan1 et al, 2005).  Tetapi, penggunaan kombinasi gum arab, maltodekstrin dan pati oktenil suksinat dengan rasio berturut-turut 4/6 : 1/6 : 1/6 ternyata memberikan proteksi terhadap kehilangan aroma yang lebih baik dibandingkan penggunaan gum arab dalam bentuk tunggal (Khrisnan2 et al, 2005).  Dari Gambar 1 terlihat bahwa mikrokapsul yang dibuat dengan gum arab sebagai matriks dindingnya walaupun penyok-penyok memiliki bentuk yang bulat, sementara yang dibuat dengan maltodekstrin dan pati oktenil suksinat banyak yang hancur.  Dalam bentuk kombinasi, diperoleh mikrokapsul berbentuk bulat dengan permukaan yang halus.


Gambar 1.Scanning electron microscopy (SEM) dari mikrokapsul oleoresin kapulaga yang dibuat dengan  dinding (a) gum arab, (b) maltodekstrin, (c) pati oktenil suksinat dan (d) kombinasi gum arab, maltodekstrin dan pati oktenil suksinat dengan rasio 4/6:1/6:1/6 (Krishnan et al2, 2005)

Penelitian Jeon et al (2002) menunjukkan bahwa pati jagung dan barley dalam bentuk native dan modifikasinya (pati suksinat dan oktenil suksinat) berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan dinding untuk enkapsulasi flavor volatil daging (flavor ayam bakar).  Enkapsulat dengan menggunakan pati jagung dan barley dalam bentuk native dan modifikasinya sebagai bahan dinding memiliki kemampuan retensi yang baik terhadap flavor volatil produk olahan daging.  Pati suksinat memiliki kemampuan retensi flavor yang lebih baik dari bentuk native dan oktenil suksinatnya; dan retensi flavor pati suksinat dari pati normal lebih baik dari pati suksinat yang dibuat dari pati waxy.  Kemampuan retensi flavor dari pati suksinat jagung dan barley ini lebih baik dari β-cyclodextrin (βCD) yang biasa digunakan sebagai material dinding untuk enkapsulasi essential oils. 

Pengaruh penyimpanan terhadap retensi flavor juga diamati.  Dari penelitian Jeon et al (2002) ini juga diketahui bahwa mikroenkapsulat dengan dinding dari pati jagung dan barley ini masih memiliki kemampuan retensi flavor yang baik pada penyimpanan selama 4 minggu di suhu 50°C. Kehilangan flavor lebih tinggi pada pati suksinat (kehilangan 17–29%) dibandingkan dengan pati native (kehilangan 4–17%) dan pati oktenil suksinat (kehilangan 12–27%).  Walau demikian, kondisi ini jauh lebih baik dari mikroenkapsulat yang menggunakan βCD sebagai dinding yang mengalami kehilangan flavor sampai 40% pada 2 minggu penyimpanan dan 45% pada 4 minggu penyimpanan. 

Potensi pati suksinat dari pati kentang sebagai bahan dinding untuk enkapsulasi flavor dilaporkan oleh Lee et al (2009).  Enkapsulasi dilakukan dengan teknik freeze drying, menggunakan pati kentang (native dan modifikasi) sebagai bahan dinding dan D-limonen sebagai bahan inti.  Didapatkan bahwa dinding pati suksinat memiliki retensi terhadap D-limonen yang lebih tinggi dari βCD, maltodekstrin (MD) maupun dari pati kentang native.  Dari mikrostrukturnya, pati suksinat memiliki pori yang berukuran seragam dan terdistribusi merata disepanjang matriksnya.  Pori pada matriks βCD dan MD juga terdistribusi merata tetapi ukurannya jauh lebih kecil sehingga jumlahnya menjadi lebih banyak dibandingkan dengan pati suksinat (Gambar 2).  Proses suksinilasi menyebabkan perubahan sifat pati dari hidrofilik menjadi hidrofilik-hidrofobik.  Kondisi ini memungkinkan bagian dalam dari matriks dinding menangkap dan memerangkap komponen flavor.


Gambar 2.SEM dari struktur internal enkapsulasi D-limonene dengan bahan dinding pati suksinat dari kentang (S) dan βCD (C) yang dibuat dengan teknik freeze drying (Lee et al, 2009)

Daftar Pustaka

Boutboul A, Giampaoli P, Feigenbaum A, Ducruet V.  2002.  Influence of the nature and treatment of starch on aroma retention.  Carbohydrate Polimers 47:73–82

Jafari SM, Assadpoor E, He Y, Bhandari B.  2008.  Encapsulation efficiency of food flavours and oils during spray drying.  Drying Technology 26:816–835

Jeon Y-J, Vasanthan T, Temelli F, Song B-K.  2003.  The suitability of barley and corn starches in their native and chemically modified forms for volatile meat flavor encapsulation.  Food Research International 36:349–355

Krishnan1 S, Kshirsagar AC, Singhal RS.  2005.  The use of gum arabic and modified starch in the microencapsulation of a food flavoring agent.  Carbohydrate Polymers 62:309–315

Krishnan2 S, Bhosale R, Singhal RS.  2005.  Microencapsulation of cardamom oleoresin: Evaluation of blends of gum arabic, maltodextrin and a modified starch as wall materials.   Carbohydrate Polymers 61:95–102

Lee S-W,  Kang S-Y, Han S-H, Rhee C.  2009. Influence of modification method and starch concentration on the stability and physical properties of modified potato starch as wall materials.  Eur Food Res Technol 228:449–455