Oleh Elvira Syamsir (dimuat dalam Kulinologi Inddonesia)
Tempe merupakan makanan
fermentasi khas Indonesia yang dibuat dari kedelai yang direbus dan direndam
lalu difermentasi. Berasal dari tanah Jawa,
tidak banyak orang yang tahu kalau tempe sudah ada sejak tahun 1600-an, pada
saat pemerintahan Sultan Agung. Saat ini, tempe tidak hanya populer di
Indonesia tetapi juga di sejumlah negara seperti Australia, Jepang, Korea,
India, dan Malaysia juga Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Produk berbasis kedelai ini kaya akan
komponen gizi dan komponen aktif lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan.
Mikroba dan fermentasi tempe
Tempe merupakan hasil fermentasi
dari banyak mikroba: kapang, kamir, BAL dan bakteri gram negatif. Pertumbuhan BAL yang terjadi selama proses
perendaman akan menurunkan pH kedelai menjadi kurang dari 5,0. Penurunan pH ini diinginkan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk selama proses fermentasi. Walaupun menghambat mikroba yang tidak
diinginkan, penurunan pH sampai pH 3.5 tidak menghambat pertumbuhan kapang
tempe.
Bakteri Klebsiella pneumonia ditemukan
sebagai kontaminan selama proses fermentasi tempe. Tetapi bakteri ini memproduksi vitamin B12 di
dalam tempe. Sementara itu, ragi yang
juga ditemukan dalam fermentasi tempe belum diketahui perannya selama proses
fermentasi.
Rhizopus oligosporus
merupakan kapang tempe yang utama. Akan
tetapi, ada banyak kapang lain yang juga ditemukan selama proses fermentasi
tempe, diantaranya R. oryzae dan Mucor spp, yang berkontribusi
pada pembentukan flavor dan tekstur.
Selama fermentasi, kapang akan memproduksi komponen antimikroba yang
efektif untuk membunuh patogen penyebab penyakit di saluran cerna.
Dari kedelai menjadi tempe
Tempe dibuat dari kedelai. Kedelai yang digunakan harus bersih, tidak
rusak dan memiliki bentuk yang seragam. Biasanya,
kedelai berukuran besar lebih disukai karena kulitnya lebih mudah dikupas dan
juga lebih mudah untuk dikeringkan (karena luas permukaannya lebih kecil).
Dalam pembuatan tempe, kedelai
mengalami beberapa tahapan proses, meliputi proses sortasi, pencucian dan pengupasan
kulit, perebusan dan perendaman kedelai, penirisan, peragian, pembungkusan, dan
pemeraman. Penghilangan kulit pada proses pengupasan ditujukan untuk memudahkan
pertumbuhan kapang. Peningkatan kadar
air selama proses perebusan dan perendaman menyebabkan kedelai menjadi media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri termasuk bakteri asam laktat (BAL). Pertumbuhan BAL selama perendaman akan
meningkatkan keasaman kedelai (pH turun menjadi kurang dari 5).
Kedelai lalu direbus kembali di
dalam air perendamnya untuk membunuh mikroba kontaminan, menginaktifkan senyawa
tripsin inhibitor dan membantu membebaskan senyawa-senyawa yang diperlukan
untuk pertumbuhan kapang tempe. Setelah proses perebusan, kedelai ditiriskan dan digiling untuk mengurangi
kandungan air dan mengeringkan permukaan kedelai serta menurunkan suhunya agar
sesuai dengan kondisi optimum untuk
pertumbuhan kapang tempe (ragi).
Keberadaan air dalam jumlah besar dan suhu kedelai yang tidak tepat
dapat menghambat pertumbuhan kapang dan merangsang pertumbuhan mikroba pembusuk.
Proses inokulasi dilakukan
setelah suhu biji sekitar 37-38°C, yang merupakan suhu optimum untuk
pertumbuhan kapang tempe. Agar proses
fermentasi berlangsung dengan baik, jumlah ragi yang ditambahkan perlu
diperhatikan. Idealnya, dibutuhkan 1 gram
ragi per-kg kedelai masak. Kedelai
selanjutnya dikemas dengan daun pisang, jati atau waru. Jika menggunakan plastik, maka plastik diberi
lubang-lubang kecil guna menjamin kecukupan suplai oksigen untuk pertumbuhan
kapang selama fermentasi. Untuk menjamin
suplai oksigen pula, maka tebal kedelai bakal tempe juga sebaiknya tidak lebih
dari 5 cm.
Inkubasi dilakukan pada suhu 25o-37o
C selama 36-48 jam. Selama inkubasi terjadi proses fermentasi yang menyebabkan
perubahan komponen-komponen dalam biji kedelai. Pertumbuhan kapang ditandai
dengan terbentuknya miselia kapang membentuk massa yang kompak di permukaan
kedelai dan menyatukan biji-biji kedelai.
Pada kondisi fermentasi optimum, juga terbentuk flavor spesifik tempe
optimal dan tekstur menjadi lebih kompak tetapi kenyal.
Memilih dan menyimpan tempe
Tempe segar yang masih baru memiliki
aroma khas tempe segar, tidak berlendir dan dengan tekstur yang terasa padat dan
kenyal jika ditekan. Miselium kapang
membentuk massa yang kompak seperti kapas berwarna putih di permukaan
tempe. Sedikit bintik atau spot berwarna
hitam mungkin terlihat, tetapi kondisi ini normal dan terkait dengan siklus
hidup dari ragi. Sedikit bau amonia
mungkin terdeteksi, tetapi kondisi ini masih normal. Bau amonia biasanya muncul jika fermentasi
tempe dilakukan melebihi waktu optimum.
Selama penyimpanan tempe segar,
proses fermentasi masih tetap berlangsung.
Karena waktu optimum fermentasi telah terlampui, maka fermentasi lebih
lanjut ini menyebabkan pertumbuhan kapang menurun dan terjadi penurunan mutu
tempe. Terjadinya degradasi protein
lebih lanjut membentuk amonia akan
menyebabkan flavor jadi berubah.
Produksi amonia yang berlebihan akan menyebabkan bau amonia yang
menyengat akan lebih tercium. Tekstur
menjadi lunak dan berlendir, sementara warna berubah menjadi kehitaman.
Pada suhu ruang, mutu tempe bisa
bertahan sampai dua hari. Untuk
memperpanjang umur simpan, tempe dalam wadah tertutup sebaiknya disimpan di
refrigerator atau di dalam freezer.
Penyimpanan di dalam refrigerator (pada suhu 2 - 6°C) dapat
memperpanjang umur simpan sampai 10 hari. Jika disimpan di dalam freezer, umur simpan
dapat mencapai beberapa bulan.
Manfaat tempe bagi kesehatan
Keunggulan komponen gizi dan
fitokimia yang dikandungnya menyebabkan tempe berperan penting tidak saja untuk
mensuplai zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh tetapi juga dalam menjaga kesehatan. Isoflavon kedelai di dalam tempe berperan untuk
menurunkan resiko penyakit jantung dan stroke, osteoporosis, kanker dan
masalah-masalah terkait dengan gangguan saluran cerna, menurunkan berat badan
dan meringankan menopause symptoms.
Tempe merupakan sumber protein
yang sangat baik karena mengandung semua asam amino esensial yang dibutuhkan
tubuh dan dengan kualitas protein yang sama dengan daging. Pemecahan sebagian protein kedelai menjadi
peptida dan asam amino selama fermentasi menyebabkan protein tempe menjadi
lebih mudah dicerna.
Tempe juga tinggi kandungan
vitamin B dan asam folat, kaya asam lemak esensial, rendah kandungan lemak
jenuh dan bebas kolesterol serta merupakan sumber kalsium yang sangat baik dan
mudah diserap tubuh. Proses fermentasi
menghancurkan asam fitat, senyawa yang menghambat penyerapan mineral oleh
tubuh, sehingga membantu meningkatkan penyerapan mineral. Berbeda dengan produk fermentasi lain yang
cenderung tinggi natrium, tempe tergolong rendah natrium. Karena itu, aman dikonsumsi oleh orang yang
harus mengurangi garam.
Kandungan serat makanan larut (soluble
dietary fiber) di dalam tempe cukup tinggi. Kondisi ini baik untuk menjaga
kesehatan saluran pencernaan sekaligus mencegah aneka penyakit kronis di masa
depan. Keberadaan serat di dalam tempe juga dapat mencegah kenaikan gula.
Proses fermentasi juga mengurangi
oligosakarida penyebab flatulensi pada kedelai.
Penelitian membuktikan bahwa tempe tidak menyebabkan kembung. Sementara itu, komponen antimikroba yang
terbentuk selama proses fermentasi juga bermanfaat untuk menjaga kesehatan
perut.