Oleh: Elvira Syamsir
Berbagai kajian epidemiologi, penelitian maupun data klinis menunjukkan bahwa beberapa makanan dan/atau komponen pangan tertentu bisa memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan. Sejalan dengan perbaikan ekonomi dan pemahaman terhadap pengaruh pangan terhadap kesehatan, maka tuntutan konsumen terhadap makanan yang akan dikonsumsinya tidak lagi hanya sekedar harus mempunyai komposisi gizi yang baik, atau penampakan dan cita rasa yang menarik, tetapi juga harus memiliki fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Tuntutan ini menyebabkan pangan fungsional saat ini tumbuh dan berkembang pesat. Banyak pangan tradisional kita yang bisa dikategorikan sebagai pangan fungsional. Bisakah dikembangkan menjadi pangan fungsional ‘modern’?
Pangan Fungsional
Menurut Badan POM, pangan fungsional adalah pangan yang secara alamiah maupun telah diproses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Untuk dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional, maka pangan tersebut haruslah bisa dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman dengan karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen serta tidak memberikan kontraindikasi maupun efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya pada jumlah penggunaan yang dianjurkan.
Walaupun mempunyai manfaat bagi kesehatan, pangan fungsional bukanlah obat ataupun suplemen makanan sehingga bukan merupakan kapsul, tablet, atau bubuk yang berasal dari senyawa alami. Pangan fungsional dapat dikonsumsi bebas seperti makanan dan minuman pada umumnya, tanpa adanya batasan dosis tertentu. Bila obat digunakan untuk mengobati suatu penyakit, maka pangan fungsional lebih ditujukan untuk penurunan risiko, perlambatan atau pencegahan penyakit tertentu. Yang paling utama adalah mencegah penyakit degeneratif dan meningkatkan daya tahan tubuh khususnya pada proses pemulihan pasca sakit.
Pangan fungsional bisa mengandung serat makanan, asam lemak, vitamin atau mineral tertentu, produk pangan yang ditambahkan dengan komponen bioaktif seperti komponen fitokimia atau komponen antioksidan lainnya atau mengandung probiotik. Dilihat dari ada tidaknya proses pengolahan, maka pangan fungsional bisa dalam bentuk segar atau dalam bentuk pangan olahan. Pada pangan olahan, karakteristik sebagai pangan fngsional bisa muncul karena adanya komponen aktif di dalam bahan baku, terbentuknya komponen aktif karena proses pengolahan dan atau adanya penambahan komponen aktif ke dalam produk.
Buah dan sayur yang dikonsumsi segar merupakan bentuk sederhana dari suatu pangan fungsional. Selain itu, rempah-rempah juga merupakan gudang senyawa bioaktif dengan berbagai manfaat bagi kesehatan. Sehingga, produk-produk olahan berbasis bahan-bahan ini bisa dikelompokkan sebagai pangan fungsional, sepanjang proses pengolahannya tidak merusak komponen aktif tersebut.
Produk pangan fungsional olahan yang cukup populer bagi konsumen misalnya susu probiotik (yoghurt, yakult, kefir, coumiss); makanan sarapan, roti dan produk bakery lainnya yang diperkaya serat pangan, mie dan produk pasta yang diperkaya dengan berbagai vitamin dan mineral dan/atau serat makanan; minuman yang mengandung serat; serta susu kaya rendah lemak dan kaya kalsium.
Yang Tradisional dan Fungsional
Pangan yang dapat dikatakan sebagai pangan fungsional bukan hanya pangan yang diolah secara modern atau yang menggunakan bahan-bahan impor. Produk pangan tradisional kitapun, sangat banyak yang mengandung komponen bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan dan karenanya dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional.
Apa itu pangan tradisional? Pangan tradisional adalah makanan dan minuman termasuk makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia. Produk biasanya memiliki citarasa spesifik yang disukai oleh masyarakat setempat, dan dibuat dengan menggunakan resep warisan dari generasi ke generasi, dengan menggunakan bahan-bahan dari sumber lokal.
Bahan pangan segar yang banyak dijumpai di Indonesia, banyak yang kaya dengan komponen fitokimia dan serat makanan sehingga bersifat menyehatkan ketika dikonsumsi dalam kondisi segar. Sebagai contoh, buah jambu biji, pepaya, pisang dan sirsak serta sayuran seperti wortel dan tomat serta sayuran lain yang dimakan sebagai lalapan atau karedok, gado-gado dan acar seperti daun kemang, kangkung, paria, daun singkong, labu siam, leunca, bayam, daun katuk, terong, kacang panjang, daun kedondong, kecipir, daun selasih dan lain sebagainya.
Umbi-umbian banyak digunakan dalam resep-resep produk jajanan tradisional. Selain mengenyangkan, umbi-umbian kaya akan serat dan beberapa juga kaya oligosakarida, sehingga dapat digunakan sebagai pangan fungsional untuk serat dan/atau prebiotik. Disamping itu, ketiadaan gluten dalam umbi-umbian membuat produk olahannya dapat dikonsumsi oleh orang-orang yang sensitif terhadap gluten.
Dari segi bumbu, penggunaan rempah-rempah dalam jenis dan jumlah yang banyak adalah ciri khas dari pangan tradisional Indonesia. Selain memberi nilai labih pada aspek sensorik, tanaman rempah sudah sejak lama dikenal mengandung komponen fitokimia yang berperan penting untuk pencegahan dan pengobatan berbagai penyakit. Sehingga, penggunaannya di dalam produk tradisional tanpa disadari ikut memberi andil dalam mempertahankan kesehatan.
Beberapa produk olahan pangan tradisional juga dapat dikategorikan sebagai pangan fungsional. Produk-produk tersebut bisa berasal dari bahan nabati atau hewani, dalam bentuk makanan ataupun minuman. Dari kelompok makanan, contohnya adalah tempe, tape, dangke (keju lunak dari daerah Enrekang, Sulawesi), cincau, brem, peyeum, tauco, tempoyak dan acar. Dalam bentuk minuman kita mengenal minuman beras kencur, temulawak, kunyit asam, bir pletok (minuman rempah dari darah Sunda), sekoteng dan bandrek, dadih (susu kerbau fermentasi dari Sumatera Barat) dan lainnya. Produk-produk ini dapat memberikan efek menyehatkan bagi tubuh bila dikonsumsi.
Mengembangkan Pangan Fungsional Berbasis Pangan Tradisional
Bisakah pangan tradisional diproses menjadi pangan fungsional modern? Jawabannya: bisa. Adanya bukti ilmiah yang menunjukkan keberadaan komponen bioaktif di dalam suatu produk tradisional, menjadi pintu pembuka untuk lebih serius mengembangkan produk pangan fungsional berbasis pangan fungsional. Tentu saja, untuk dapat mengembangkan produk pangan fungsional tersebut, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan.
Konsep yang harus selalu diingat adalah bahwa pangan fungsional merupakan produk pangan, sehingga harus bisa dikonsumsi secara bebas, seperti halnya pangan sehari-hari. Oleh karena itu, produk yang dikembangkan dalam bentuk tablet, kapsul, kaplet dan bubuk dengan batasan dosis pemakaian, tidak bisa dikatakan sebagai pangan fungsional.
Produk tradisional yang dikembangkan sebagai pangan fungsional sebaiknya dimulai dari produk pangan tradisional populer yang telah sejak lama dikonsumsi secara turun-temurun dan secara epidemiologis maupun penelitian telah terbukti bermanfaat bagi kesehatan.
Pengembangannya dilakukan dengan tetap mengacu pada kebiasaan makan masyarakat dan atribut yang menjadi ciri pangan tradisional sebaiknya tetap dipertahankan.
Karena banyak komponen bioaktif yang bersifat rentan terhadap berbagai kondisi proses pengolahan, maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk mempertahankan komponen bioaktif selama proses produksi produk. Hal ini penting diperhatikan agar klaim sebagai pangan fungsional untuk suatu efek kesehatan tertentu dapat terpenuhi. Informasi mengenai hal ini dapat diperoleh dari literatur atau hasi-hasil penelitian.
Mengembangkan proses produksi pangan yang baku untuk memperoleh produk dengan mutu yang konsisten. Standarisasi dlakukan dalam hal pengadaan ingridien dan bahan tambahan pangan, juga tahapan proses pengolahan, penyimpanan dan distribusi produk. selain itu, aspek higiene, sanitasi dan cara pengolahan pangan yang baik mutlak harus dilakukan untuk menghasilkan produk yang aman untuk dikonsumsi.
Setelah poin-poin diatas, maka satu hal lagi yang penting dilakukan adalah memperhatikan aspek pemasarannya. Prestise pangan fungsional berbasis pangan tradisional ini perlu diangkat agar dapat berpenetrasi ke dalam masyarakat yang lebih luas dan mampu bersaing dengan produk luar. Untuk hal ini, maka aspek penyajian/penampilan, pembentukan image dan promosi produk menjadi sangat penting untuk diperhatikan.