Total Pageviews

Monday, October 7, 2013

Indeks Glikemik, Pengolahan Dan Beban Glikemik


Karbohidrat merupakan satu dari empat sumber energi di dalam diet; tiga lainnya adalah lemak, protein dan alkohol. Karbohidrat melepaskan glukosa pada saat dicerna, mempengaruhi kadar glukosa darah dan insulin, metabolisme kolesterol dan trigliserida, serta mempengaruhi rasa kenyang dan memberikan efek prebiotik di dalam usus besar. Ada jenis karbohidrat yang cepat diserap tubuh (sehingga kadar gula darah melonjak dan cepat terasa lapar lagi), ada juga karbohidrat yang lambat diserap (sehingga kadar glukosa darah lebih stabil dan terasa kenyang lebih lama).

Indeks Glikemik

Indeks glikemik (IG, glycemic index) adalah ukuran seberapa besar efek suatu pangan kaya karbohidrat dalam meningkatkan kadar gula darah setelah dikonsumsi, dibandingkan dengan glukosa atau roti putih. Istilah IG pertama kali diperkenalkan pada tahun 1981 oleh Jenkins dkk sebagai cara fisiologis untuk mengelompokkan pangan kaya karbohidrat berdasarkan potensinya meningkatkan kadar glukosa darah. Pangan dengan nilai IG di atas 70 diklasifikasikan sebagai IG tinggi, pangan dengan IG dari 56-69 sebagai IG sedang, dan makanan yang IG-nya sama atau lebih rendah dari 55 diklasifikasikan sebagai pangan IG rendah.

Karbohidrat dengan IG tinggi ketika dikonsumsi akan dicerna dan diserap secara cepat sehingga glukosa darah meningkat secara cepat. Konsumsi yang terus-menerus dalam jangka panjang dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas, dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diet lainnya termasuk diabetes tipe-2, penyakit jantung dan beberapa jenis kanker.

Pangan dengan IG rendah dicerna dan diserap lebih lambat sehingga dapat mencegah terjadinya fluktuasi gula darah yang terlalu lebar. Dengan demikian, pangan ber-IG rendah relatif aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. Selain itu, pangan dengan IG rendah juga membantu mengontrol nafsu makan dan memperlambat munculnya rasa lapar sehingga dapat membantu mengontrol berat badan.

Pengaruh Pengolahan Terhadap Indeks Glikemik

Nilai IG dari produk pangan sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh komposisi produk, metode pemasakan, pengolahan dan komposisi produk. Suatu produk dapat memperlambat peningkatan kadar gula darah setelah makan dengan memperlambat laju pengosongan lambung dan/atau menurunkan tingkat pencernaan dan penyerapan karbohidrat. Faktor-faktor ini bisa disebabkan oleh komposisi komponen di dalam bahan pangan itu sendiri. Sebagai contoh, barley memiliki IG rendah karena mengandung beta-glutan dalam jumlah tinggi atau pisang tua memiliki IG rendah karena tipe amilosa dari patinya sulit dicerna, sayuran memiliki IG rendah karena karbohidratnya terutama dalam bentuk serat yang tidak dapat dicerna, dan sebagainya.

Bahan pangan yang sama tapi dari varietas yang berbeda, karena perbedaan di dalam strukturnya, belum tentu memiliki nilai IG yang sama. Sebagai contoh, IG beras sangat bervariasi seperti tampak pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai indeks glikemiks (IG) beras



Pengolahan pangan dapat meningkatkan nilai IG pangan. Sebagai contoh, penggilingan biji-bijian akan memperkecil ukuran partikel sehingga mempercepat proses gelatinisasi dan meningkatkan akses enzim mengakibatkan daya cerna pati meningkat (nilai IG produk meningkat).

Proses pemasakan atau pemanasan akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati. Gelatinisasi pati ini menyebabkan molekul pati akan lebih mudah dicerna karena enzim pencernaan yang ada di dalam usus mendapatkan tempat bekerja yang lebih luas. Akibatnya, nilai IG produk akan meningkat jauh lebih tinggi dari bahan mentahnya. Dilihat dari proses pemasakan, maka teknik pemasakan basah seperti merebus dan mengukus akan menyebabkan peningkatan IG lebih besar dibandingkan dengan produk yang diolah dengan cara dipanggang (di oven). Pemanasan basah menyebabkan kontak dengan air menjadi lebih besar sehingga proses gelatinisasi akan berlangsung lebih intensif.

Tahukah anda, nilai IG suatu pangan kaya karbohidrat dapat menurun jika produk disimpan di dalam refrigerator (suhu 8°C) dan disajikan dingin. Suatu penelitian menunjukkan bahwa produk olahan kentang yang telah disimpan di dalam refrigerator selama 24 jam dan lalu dikonsumsi dingin memiliki nilai IG 26% lebih rendah dari produk yang sama tetapi disajikan dalam kondisi panas. Hal ini terjadi karena pati yang telah tergelatinisasi pada saat dimasak, pada saat penyimpanan dingin mengalami proses retrogradasi. Retrogradasi menyebabkan struktur pati berubah menjadi bentuk yang lebih sulit untuk dicerna. Penurunan IG juga terjadi pada produk yang disimpan dingin lalu dipanaskan ulang sebelum dikonsumsi.

Beban Glikemik

Perhitungan IG didasarkan pada jumlah karbohidrat yang sama sedangkan ukuran penyajian produk tidak selalu sama. Sebagai contoh, semangka memiliki IG yang tinggi. Tetapi, karbohidrat di dalam satu potong saji semangka tidaklah banyak sehingga efek glikemik makan semangka sebetulnya menjadi rendah.

Untuk mengestimasi berapa banyak efek glikemik dari suatu produk per-takaran saji, kemudian berkembang konsep yang disebut beban glikemik (BG, glycemic load). Satu porsi penyajian produk dikatakan memiliki nilai BG rendah jika nilainya sama atau lebih rendah dari 10; BG sedang jika nilai BG 11 – 19; dan BG tinggi jika nilainya sama atau lebih besar dari 20.
Berbeda dengan IG, maka perhitungan BG dilakukan untuk mengestimasi pengaruh konsumsi pangan sumber karbohidrat terhadap peningkatan kadar glukosa darah dengan menggunakan IG tetapi juga dengan mempertimbangkan jumlah karbohidrat yang dikonsumsi. BG dihitung dengan mengalikan jumlah gram karbohidrat yang terdapat dalam produk yang disajikan dengan nilai IGnya dibagi 100. Contoh hubungan antara IG, takaran saji dan BG dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan konsep BG dapat kita lihat bahwa walaupun roti IG rendah dan nasi IG rendah memiliki nilai IG yang relatif sama, tapi memiliki efek glikemik yang berbeda (BG dari dua produk ini berbeda) karena perbedaan dalam jumlah karbohidrat per¬-porsi penyajian.

Tabel 2. Pengaruh IG dan porsi penyajian terhadap beban glikemik produk



Daftar Pustaka:

Ek KL, Brand-Miller J, Copeland L. 2012. Glycemic effect of potatoes. Food chemistry 133:1230-1240

Nugraha S. 2008. Beras dan indeks glikemiknya. Informasi Ringkas Bank Pengetahuan Padi Indonesia. http://www.pustaka-deptan.go.id

Rimbawan dan Siagian A. 2004. Indeks glikemik pangan: cara mudah memilih pangan yang menyehatkan. Penebar Swadaya. Jakarta