Total Pageviews

Wednesday, May 26, 2010

Keamanan Mikrobiologi Produk Olahan Daging

Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli ada didalam Kulinologi Indonesia No. 5, edisi Mei 2010)

Mutu dan keamanan mikrobiologis dari produk pangan sangat penting artinya bagi produsen, penjual dan konsumen. Mutu mikrobiologi dan keamanan mikrobiologi ini keduanya melibatkan kontaminan mikroba pada produk. Ada dua kelompok besar mikroba yang berperan pada mutu dan keamanan mikrobiologi produk: mikroba patogen dan mikroba pembusuk. Mikroba patogen adalah yang sangat menentukan keamanan mikrobiologis produk dan keberadaannya bisa membahayakan kesehatan, sementara mikroba pembusuk umumnya tidak menyebabkan penyakit pada orang yang mengkonsumsinya tetapi menyebabkan terjadinya penyimpangan bau, flavor dan warna sehingga produk tidak lagi layak dikonsumsi.

Daging merupakan pangan bergizi tinggi, dengan kandungan air sekitar 75%, protein 19%, lemak 2.5%, nitrogen terlarut non protein 1.65% dan bahan-bahan anorganik 0.65%. Ketersediaan nutrisi yang lengkap ini menyebabkan daging menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba. Didalam daging segar, jumlah bakteri patogen (penyebab penyakit) jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah bakteri pembusuk. Tetapi yang perlu diingat juga adalah, bahwa beberapa bakteri patogen dapat menyebabkan penyakit dalam jumlah yang sangat sedikit.

Kontaminasi daging dengan mikroba patogen sampai saat ini tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menyebabkan penyakit jika terjadi kesalahan dalam penanganan, pemasakan atau penyimpanan produk. Penyakit karena keracunan makanan menyebabkan berbagai masalah termasuk juga meningkatnya biaya produksi pangan dan kesehatan.

Berdasarkan cara menyebabkan penyakit, maka keracunan karena mikroba dibedakan menjadi intoksikasi dan infeksi. Intoksikasi adalah penyakit akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri atau kapang yang telah terbentuk didalam makanan, sementara infeksi disebabkan oleh masuknya bakteri patogen atau virus yang dapat tumbuh dan berkembang biak didalam saluran pencernaan melalui makanan yang telah terkonta¬minasi. Dari kasus keracunan pangan, sebanyak 90% kasus disebabkan oleh bakteri.

Walaupun berbagai jenis produk dapat menjadi sumber dari keracunan pangan, daging dan produk olahan daging merupakan sumber penting terjadinya infeksi yang disebabkan oleh Salmonella spp., Campylobacter jejuni/coli, Yersinia enterocolitica, E. coli VTEC, Listeria monocytogenes dan juga Clostridium perfringens. Daging juga bisa menyebabkan intoksikasi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Clostridium botulinum. Keberadaan bakteri ini didalam daging segar bervariasi, dan biasanya tergantung pada berbagai faktor diantaranya jenis organisme, faktor geografis, kondisi peternakan dan /atau praktek produksi dan pengolahan daging. Pada tulisan ini akan dibahas tentang keamanan mikrobiologis daging dan produk olahannya.

Patogen Utama di Dalam Daging dan Produk Olahan Daging

Campylobacter spp bersifat termofilik artinya dapat hidup pada kisaran suhu relatif tinggi dengan suhu optimum 55°C. Bakteri ini menyebabkan infeksi campilobakteriosis dengan gejala umum sakit perut bagian bawah, kram, diare, sakit kepala, demam dan kadang-kadang diare berdarah dengan/tanpa diikuti komplikasi seperti radang sendi dan gangguan neurogical. Campylobacter telah diisolasi dari karkas dan feses ayam, sapi, babi dan produk-produk daging. Daging ayam merupakan jenis pangan yang paling sering terkontaminasi oleh bakteri ini. Sebagian besar Campylobacter ditemukan dipermukaan karkas, dan mereka dapat menembus bagian dalam daging unggas. Produk daging yang tidak dimasak dengan sempurna bisa berperan dalam terjadinya campilobakteriosis. Karena infeksi campilobakteriosis dapat disebabkan oleh hanya beberapa ratus sel sehat, maka infeksi dapat dengan mudah terjadi jika penanganan karkas dilakukan tanpa praktek sanitasi yang baik.

Salmonella penyebab infeksi salmonellosis bisa ditemukan dalam saluran pencernaan hewan (seperti burung, reptil, ternak) dan manusia. Keracunan terjadi jika mengkonsumsi sel viabel dalam jumlah besar, yaitu 105 sel dengan gejala pusing, muntah-muntah, sakit perut bagian bawah dan diare yang kadang didahului oleh sakit kepala dan menggigil. Pada kondisi yang lebih parah bisa menyebabkan tifus (oleh S. typhi) dan paratifus (oleh S. paratyphi). Salmonellosis juga telah dihubungkan dengan sequelae kronis seperti artritis. Walaupun pada banyak kasus salmonellosis disebabkan oleh telur dan produk olahan telur, infeksi ini juga terjadi pada produk daging yang terkontaminasi, terutama daging ayam, lalu daging babi dan sapi. Salmonella tahan terhadap kondisi lingkungan, tetapi sensitif terhadap proses pengeringan dan pembekuan. Proses pembekuan walaupun menurunkan jumlah Salmonella, tetapi tidak membunuh bakteri ini secara total. Inaktivasinya dilakukan dengan pemasakan, dan suhu pasteurisasi cukup untuk membunuhnya. Kontaminasi silang bisa terjadi jika daging mentah atau air daging kontak dengan makanan yang sudah dimasak atau makanan yang akan dimakan mentah seperti lalap.

Yersinia enterocolitica penyebab yersiniosis telah diisolasi dari saluran pencernaan hewan maupun produk olahannya. Yersiniosis terutama menyerang anak-anak dengan diare sebagai gejala dominan. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa, mungkin juga mengalami demam dan nyeri. Komplikasi seperti nyeri di persendian dan/atau masuknya bakteri ke aliran darah bisa terjadi. Keberadaan bakteri ini pada produk disebabkan oleh kontaminasi pasca pengolahan, karena bakteri ini terbunuh dengan pemanasan pasteurisasi. Yang penting diperhatikan, bakteri ini mampu hidup dan berkembangbiak pada suhu lemari es (dibawah 5oC).

Escherichia coli bisa membentuk koloni didalam saluran pencernaan hewan dan mengkontaminasi daging pada saat proses pemotongan. Bakteri ini merupakan mikroflora normal di saluran pencernaan dan beberapa diantaranya bersifat patogen. E. coli O157:H7 adalah strain yang diketahui bisa menyebabkan penyakit. Dosis infeksi oleh E. coli O157:H7 cukup rendah, 10-100 sel yang tertelan sudah mampu menyebabkan mereka memproduksi toksin penyebab kejang perut yang disertai dengan diare berdarah, juga menyebabkan gangguan ginjal pada anak-anak (fatal) dan gangguan syaraf pada orang lanjut usia. KLB keracunan karena bakteri ini pernah terjadi karena konsumsi hamburger yang pemasakannya tidak matang. E. coli O157:H7 dapat dihancurkan dengan proses pemasakan.

Listeria monocytogenes telah diisolasi dari air, kotoran hewan dan manusia. Infeksi listeriosis menyebabkan sakit seperti gejala flu dan pada wanita hamil dapat menyebabkan keguguran. Bakteri ini dapat dirusak dengan proses pemasakan. Tetapi, karena dia mudah ditemui pada area pengolahan yang basah, maka produk yang sudah dimasak bisa terkontaminasi kembali dengan bakteri ini jika kondisi penanganan dan sanitasinya tidak baik.

Clostridium perfringens menyebabkan infeksi dengan gejala sakit perut bagian bawah, diare dan pembentukan gas; demam dan pusing jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi jika makanan terkontaminasi, makanan tidak didinginkan secara cepat setelah proses pengolahan selesai, makanan dikonsumsi tanpa pemanasan ulang. Keracunan terjadi jika sel terkonsumsi dalam jumlah banyak dan memproduksi toksin di dalam saluran pencernaan. Selain didalam daging, bakteri ini juga ditemukan pada makanan kering, rempah dan sayuran.

Staphylococcus aureus bisa dibawa oleh tangan manusia, rongga hidung dan tenggorokan sehingga bakteri ini sering dihubungkan dengan higiene pekerja. Hewan juga merupakan pembawa S. aureus pada berbagai bagian tubuhnya. Bakteri ini menyebabkan sakit melalui racunnya yang tahan panas. Racun dibentuk didalam makanan. Intoksikasi S. aureus menyebabkan pusing, muntah-muntah, kram usus, diare berdarah dan berlendir pada beberapa kasus, sakit kepala, kram otot, berkeringat, menggigil, detak jantung lemah dan pembengkakan saluran pernafasan. Sebagian besar kasus keracunannya terjadi dari kontaminasi oleh pekerja yang menangani makanan tersebut. Pencegahan keracunan dilakukan dengan penerapan praktek sanitasi dan proses pemasakan serta penyimpanan yang benar. Kontaminasi pasca pengolahan sangat berbahaya, karena S. aureus akan tumbuh dan menghasilkan toksin tanpa adanya kompetisi dengan bakteri yang lain.

Clostridium botulinum merupakan bahaya potensial pada makanan kaleng berasam sedang dan rendah (pH >4.5) termasuk produk kaleng berbasis daging; juga dapat tumbuh pada makanan yang dikemas vakum. Bakteri ini menghasilkan toksin botulin penyebab intoksikasi botulim. Toksin ini bersifat neurotoksin, yang dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian dengan dosis letal sebesar 1 mg/kg berat badan. Saluran pencernaan bayi yang belum sempurna menyebabkan bayi rentan terkena infant botulism jika menelan spora C. botulinum yang kemudian akan memproduksi toksin di dalam lambung. Toksin botulin tidak tahan pemanasan, sehingga untuk menghindari keracunan botulism maka makanan kaleng yang potensial mengandung botulin sebaiknya dididihkan selama 15 menit sebelum dikonsumsi.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kontaminasi Patogen Pada Daging dan Produk Olahannya

Patogen yang mengkontaminasi daging bisa menyebar keseluruh bagian daging pada berbagai tahap penanganan daging dan dengan melalui berbagai jalan. Mikroba pada karkas hewan besar dan unggas terutama bakteri, yang berasal dari hewan itu sendiri (kulit, rambut, bulu, saluran pencernaan, dan sebagainya), lingkungan peternakan (pakan, air, tanah, kotoran hewan) dan lingkungan tempat pemotongan (peralatan, udara, air dan pekerja). Jumlah bakteri pada karkas dari hewan yang sehat sekitar 101-3 koloni/inch2 daging. Patogen yang berasal dari hewan dan manusia, dalam jumlah kecil mungkin dijumpai. Dibandingkan dengan karkas hewan besar, maka karkas unggas berpeluang lebih besar terkontaminasi oleh Salmonella yang berasal dari kotoran hewan.

Tahapan proses penghilangan tulang, pemotongan dan juga penggilingan daging menyebabkan resiko kontaminasi mikrobial pada daging meningkat, karena terjadinya kontaminasi silang melalui pekerja, air dan peralatan pengolahan; serta terjadinya transfer mikroba dari permukaan daging ke bagian dalam. Beberapa peralatan yang sukar dibersihkan seperti konveyor, mesin pengiris dan penggiling daging (grinder) bisa menjadi sumber kontaminasi.

Pengolahan daging dengan menggunakan inggridien dan aditif yang bervariasi dan tahapan proses pengolahan yang beragam menghasilkan berbagai jenis produk olahan daging yang sangat beragam. Dari perspektif keamanan mikrobiologi daging, produk olahan daging bisa dibagi menjadi dua kelompok yaitu 1). Produk yang memperoleh tahapan bakterisidal yang menyebabkan hilangnya patogen (terutama proses pemasakan); 2). Produk yang tidak memperoleh tahapan bakterisidal, dimana pada kondisi ini bakteri bisa bertahan tetapi tidak bisa memperbanyak diri pada kondisi penyimpanan yang diharapkan; dan 3). Produk yang tidak menerima tahapan bakterisidal dan bakteri bisa tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan.

Selama penjualan, daging segar dan produk olahan daging bisa saja mengalami proses penanganan lanjutan seperti pemotongan, pengirisan, pengemasan yang semuanya potensial menyebabkan terjadinya kontaminasi silang dari pekerja, wadah dan peralatan. Di usaha katering dan di konsumen, masalah yng dihubungkan dengan patogen yag ada didalam daging dan produk olahan daging relaif sama, dan biasanya dihubungkan dengan preparasi akhir produk untuk dikonsumsi. Faktor resiko utama pada praktek preparasi mencakup: 1). Kontaminasi silang dari pangan mentah ke produk yang telah dimasak melalui refrigerator, tangan yang terkontaminasi, papan pengiris (talenan) dan lap kerja; 2). Ketidakcukupan suhu penyimpanan dingin; 3). Ketidakcukupan suhu dan waktu pemasakan; dan 4). Kesalahan dalam proses penanganan setelah proses pemasakan termasuk diantaranya proses pendinginan lambat dan/atau rekontaminasi.

Untuk memperpanjang umur simpan produk dan menjaga keamanan pangan produk olahannya maka diperlukan penerapan proses sanitasi yang benar untuk meminimalkan kontaminasi dan melakukan penyimpanan di suhu rendah untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri. Penerapan praktek higiene dan sanitasi serta penyimpanan di suhu rendah secara efektif, akan memperpanjang umur simpan daging dan produk olahannya, juga akan meningkatkan aspek keamanan pangannya. Hanya saja, perlu diingat bahwa penerapan aspek sanitasi dan penyimpanan disuhu rendah walaupun akan mengurangi jumlah bakteri total dan memperlambat pertumbuhan mereka, tetapi tidak menjamin hilangnya bakteri patogen. Destruksi bakteri oleh panas selama proses pemasakan adalah salah satu cara yang efektif untuk menjamin agar konsumen tidak terinfeksi oleh bakteri patogen.