Total Pageviews

Thursday, July 24, 2008

Transisi Gelas - Pendahuluan

Adanya keterkaitan antara transisi gelas dengan perubahan yang terjadi pada pangan tepung yang mengandung gula amorfous telah diketahui. Transisi gelas dihubungkan dengan masalah kelengketan (stickiness) dan pengempalan (caking) pada pangan tepung, termasuk tepung buah, campuran gula, kopi bubuk dan susu bubuk (Foster et al, 2005 dari berbagai sumber).

Tepung yang mengandung gula amorfous mengalami masalah kelengketan dan pengempalan jika tepung dikontakkan dengan suhu diatas suhu transisi gelas (Tg)-nya. Tg sendiri merupakan fungsi dari kadar air/aktivitas air dari tepung. Pada Tg, viskositas dari bahan amorfous akan sangat menurun sehingga memungkinkan pergerakan molekuler yang lebih besar dan mengakibatkan perilaku lengket. Secara umum, kelengketan (stickiness) yang dianggap sebagai awal dari pengempalan (caking) terjadi jika gula amorfous, lemak atau komponen terlarut lainnya membentuk ‘jembatan cair’ diantara partikel-partikel tepung yang berdekatan (kohesi) atau antara partikel tepung dengan permukaan lain seperti dinding pengering semprot (adehesi). Pada tahap selanjutnya, pengempalan terjadi sebagai akibat dari kristalisasi ‘jembatan cair’ (Foster et al, 2005 dari berbagai sumber).

Sebagian besar riset mengenai kelengketan pada tepung amorfous menganggap lengket berlangsung pada satu titik; sehingga pada suatu tingkat kadar air atau aktivitas air tertentu, kelengketan akan terjadi pada suatu suhu tertentu yang dikenal sebagai titik lengket (sticky point temperature). Penelitian ini biasanya menggunakan selang waktu yang pendek dan sering kali suhu tepung meningkat secara cepat sampai perubahan sifat kohesif (kepaduan/kohesifitas/ cohesiveness) tepung teramati. Penelitian seperti ini berguna untuk mengukur suhu dan kelembaban yang menyebabkan terjadinya kelengketan segera, dan informasi ini bermanfaat dalam menyelesaikan masalah-masalah kelengketan yang terjadi selama proses pengeringan semprot. Tetapi, penelitian ini tidak bermanfaat jika masalah yang dihadapi adalah kelengketan dan pengempalan yang terjadi selama penyimpanan untuk waktu yang panjang, seperti kasus yang terjadi ketika penyimpanan.

Beberapa peneliti mengasumsikan, dan dalam beberapa kasus membuktikan, bahwa transisi gelas yang terkait dengan perubahan aliran (kelengketan, kristalisasi dan kolaps) berlangsung pada kecepatan yang ditentukan oleh selisih antara T dengan Tg (T - Tg) pada saat Tg telah terlampaui. Peneliti lain mengatakan bahwa transisi gelas yang terkait dengan perubahan aliran (kelengketan, kristalisasi dan kolaps) berlangsung pada T – Tg tertentu, jika terjadi pada kondisi lengket, kristalisasi atau kolaps yang sifatnya mendadak. Foster et al (2005) menjelaskan bahwa Brooks (2000), Paterson et al (2001),dan Paterson et al (2005) telah meneliti kecepatan pelengketan dari laktosa amorfous menggunakan kondisi suhu dan kelembaban (RH) yang berbeda untuk menghasilkan T – Tg yang sama dan berbeda. Penelitian mereka menunjukkan bahwa kecepatan pembentukan kelengketan hanya tergantung pada T – Tg. Dua set kondisi suhu dan RH yang menghasilkan T – Tg yang sama menghasilkan kecepatan pembentukan lengket yang sama. Juga terlihat bahwa pada tepung dengan T – Tg yang berbeda, tingkat kohesifitas yang sama bisa tercapai jika setiap perlakuan memperoleh waktu yang cukup untuk mencapai kondisi tersebut.

Protein yang bersifat labil dalam sistim aqueous sering dikeringbekukan dengan menggunakan gula. Pada preparasi pengeringan beku, protein tersimpan pada struktur amorfous yang dibentuk oleh gula dan terlindung dari degradasi. Sorpsi air dan transisi gelas dari gula amorfous akan sangat mempengaruhi protein. Peningkatan kadar air akan menurunkan suhu transisi gelas (Tg) dan umumnya mempercepat degradasi protein. Transisi gelas menyebabkan kristalisasi gula, yang mengakibatkan hilangnya efek penstabil panas pada protein. Sehingga, informasi dari perilaku gula amorfous dibutuhkan untuk memprediksi dan meningkatkan stabilitas penyimpanan preparat protein – gula.

Mutu dan stabilitas penyimpanan dari susu bubuk sangat dipengaruhi oleh bentuk fisik dari laktosa, yang merupakan salah satu komponen utama dalam susu bubuk. Laktosa biasanya terdapat dalam bentuk gelas amorfous yang bersifat stabil pada suhu dibawah Tg. Gelas laktosa bersifat higroskopis dan dapat menyerap air sehingga menjadi plastis dan menurunkan Tg. Penyimpanan laktosa amorfous pada suhu di atas Tg-nya akan meningkatkan mobilitas molekuler dan menurunkan viskositas sehingga akan terjadi kelengketan, pengempalan dan kristalisasi. Kristalisasi laktosa terjadi pada kondisi bentuk karet (rubbery state) pada suhu di atas Tg. Kecepatan proses akan meningkat dengan meningkatnya perbedaan dari suhu ruang penyimpanan dengan Tg. Perbedaan suhu yang terlalu besar mungkin juga akan memfasilitasi reaksi pencoklatan nonenzimatis dan oksidasi lemak. Kadar air dan aw yang menurunkan Tg menjadi lebih rendah dari suhu ruang penyimpanan oleh karena itu menjadi nilai kadar air atau aw kritis untuk stabilitas penyimpanan.