Pages

Thursday, May 10, 2012

Sebelas Sayuran Indigenous Jawa Barat Mengandung Antioksidan Alami

Peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) berhasil menemukan senyawa antioksidan alami dalam sebelas macam sayuran. Kesebelas sayuran tersebut antara lain:  kenikir (Cosmos caudatus), beluntas (Pluchea indica), mangkokan (Nothopanax scutellarium), kecombrang (Nicolaia speciosa Horan), kemangi (Ocimum sanctum), katuk (Sauropus androgynus), kedondong cina (Polyscias pinnata), antaman (Centella asiatica), poh-pohan (Pilea trinervia), daun gingseng (Talinum paniculatum), dan krokot (Portulaca oleracea). Senyawa antioksidan alami  berupa  senyawa fenolik (tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina), atau karotenoid seperti asam askorbat.

Peneliti tersebut antara lain:  Dr. Nuri Andarwulan, Ratna Batari, Diny Agustini Sandrasari dan Prof. Hanny Wijaya. Hasil penelitian menunjukkan nilai total flavonoid sayur-sayuran indigenous sangat bervariasi. “Seluruh sampel sayuran indegenous mengandung  komponen quercetin,” kata Peneliti Sout East Asian Food and Agriculture Science Technology (SEAFAST) IPB, Dr. Nuri Andarwulan dalam acara Half Day Seminar on Natural Antioxidants: Chemistry, Biochemistry and Technology  Selasa (16/9) di Ruang Mawar Kampus IPB Baranangsiang.

Sayuran indegenous yang mempunyai flavonoid tertinggi berturut-turut ialah katuk (831,70 miligram per 100 gram), kenikir (420,85 miligram per 100 gram) dan kedondong cina (358,17 miligram per 100 gram). Sedangkan krokot mempunyai total flavonoid terkecil yaitu 4,05 miligram per 100 gram. Komponen flavonoid pada daun katuk yang paling dominan adalah kaempferol sebesar 805,48 miligram per 100 gram. Meskipun daun katuk merupakan sayuran dengan nilai total flavonoid tertinggi dibandingkan sayuran indigenous lainnya, kandungan total fenol tertingi justru dimiliki kenikir (1225,88 miligram per 100 gram), diikuti beluntas 1030,03 miligram per 100 gram dan mangkokan 669,30 miligram per 100 gram. “Nilai total fenol sayur-sayuran indigenous rata-rata jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai total flavonoid-nya. Hal ini menunjukkan di dalam sayur-sayuran tersebut terkandung senyawa fenol lain yang bukan berasal dari flavonol maupun flavone,” kata Dr. Nuri.

Peneliti Tufts University Boston Amerika Serikat, Bradley Bolling, PD mengatakan antoksidan  mengurangi akumulasi produk radikal bebas,  menetralisir racun, mencegah inflamasi dan  melindungi penyakit genetik. “Masalah yang sering dijumpai dalam penelitian antioksidan yaitu referensi biasanya kapasitas oksidasi sebagai mekanisme aksi para botani,  sangat banyak produk para botani, kekurangvalidan ukuran kapasitas antioksidan pada  klinik, kelemahan standar penggunaan ukuran kapasitas antioksidan dan kelemahan data nilai antioksidan pada para botani.”

Strategi untuk memecahkan masalah ini antara lain: data  aktivitas antioksidan dengan memperbandingkan produk para botani, mengikuti  pemeringkatan pemasukan data dan membandingkan antara produk individu dan kelas sebagai pembanding dengan literatur yang ada, menyediakan ukuran langsung kapasitas antioksidan dan asses tidak langsung potensi bioaktivitas, dan mengindentifikasi bagaimana  dampak metabolisne  bioaksi antioksidan.

sumber: http://fema.ipb.ac.id