Purwiyatno Hariyadi (tulisan asli dapat dibaca di Detik News)
Pertanyaan sekitar status keamanan Bahan Tambahan Pangan (BTP) Nipagin pada produk mie instan di Indonesia sekarang ini sedang ramai. Hal ini dipicu oleh peristiwa di Taiwan, di mana produk instan asal Indonesia ditarik karena mengandung BTP pengawet yang dianggap berbahaya.
Apa itu Nipagin?
Nipagin adalah nama dagang untuk senyawa metil hidroksi benzoat, yaitu senyawa ester metil dari asam p-hidroksibenzoat. Senyawa ini merupakan bahan tambahan pangan senyawa turunan asam benzoat, yang berfungsi sebagai bahan antimikroba atau pengawet. Senyawa ini sering juga dikenal dengan nama metil paraben.
Secara alami, senyawa benzoat termasuk beberapa esternya bisa ditemukan pada buah-buahan; terutama buah kranberi (cranberries). Selain itu, senyawa benzoat secara alami juga bisa ditemukan pada jamur, kayu manis, dan cengkeh. Untuk keperluan komersial; asam benzoat ini disintesis secara kimia dan kemudian diubah menjadi ester melalui reaksi esterifikasi, di antaranya menjadi metil hidroksi benzoat.
Dalam praktiknya; terdapat beberapa jenis ester dari hidroksi benzoat; di antaranya adalah ester metil (-CH3), etil (-C2H5), propil (C3H7) dan butil (C4H9) hidroksi benzoat. Sebagai pengawet; semakin panjang rantai C, maka senyawa tersebut akan mempunyai efektivitas antimikroba yang semakin tinggi. Namun demikian; sebagai BTP pengawet; senyawa yang paling banyak ditemukan adalah metil dan/atau etil hidroksi benzoat. Dan BTP pengawet yang saat ini sedang diributkan adalah metil hidroksi benzoat, atau nipagin.
Status Nipagin Sebagai Pengawet
Faktor keamanan pangan merupakan merupakan prasyarat universal bagi mutu pangan yang baik. Dengan kata lain, untuk produk pangan, tidak ada artinya berbicara citarasa dan nilai gizi, atau pun sifat fungsional yang bagus, tetapi produk tersebut tidak aman untuk dikonsumsi.
Persyaratan yang sama juga berlaku bagi kajian tentang BTP, seperti pengawet. Karena itu, setiap valon BTP, baik yang diekstrak dari sumber alam atau pun disintesis; harus terlebih dahulu dilakukan kajian keamanan secara ketat. Untuk melakukan kajian keamanan suatu BTP ini dilakukan oleh otoritas keamanan pangan di berbagai negara.
Di Indonesia, kajian keamanan BTP ini dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM, RI). Penggunaan BTP secara aman di Indonesia diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No 722/Menkes/Per/rX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Dalam peraturan tersebut jelas bahwa nipagin (metil-p-hidroksi benzoat) adalah termasuk sebagai bahan pengawet yang diizinkan penggunaannya untuk bahan pangan tertentu; antara lain pada produk acar ketimun dalam botol dan kecap (dengan batas maksimum 250 mg/kg), ekstrak kopi cair (dengan batas maksimum 450 mg/kg), serta pasta tomat dan sari buah (dengan batas maksimum 1 g/kg).
Di Uni Eropa –misalnya- suatu senyawa diizinkan pemakaiannya sebagai BTP jika panel ahli telah melakukan kajian dan mendapatkan bukti-bukti ilmiah yang menyakinkan bahwa bahan tersebut aman dan pemakaiannya memberikan manfaat bagi masyarakat. Badan yang bertugas melakukan evaluasi keamanan untuk bahan tambahan pangan di Uni Eropa ini adalah European Food Safety Authority (EFSA). Jika dalam kajiannya diyakini bahwa senyawa tersebut aman dan bermanfaat pemakaiannya; maka senyawa tersebut akan dimasukkan dalam daftar BTP yang diizinkan; dan diberikan nomor dengan kode huruf E di depannya.
Daftar bahan tambahan yang diizinkan penggunaannya oleh Uni Eropa; bisa dilihat di web Food Standards Agency. Untuk nipagin, panel ahli EFSA telah melakukan bahwa pemakaiannya sebagai BTP adalah aman, dan oleh otoritas keamanan pangan Uni Eropa nipagin diberikan kode E218.
Pada tahun 2004, Otoritas Keamanan Pangan Uni Eropa (EFSA) melalui Panel Ahli (The Scientific Panel on Food Additives, Flavourings, Processing Aids and Materials in Contact with Food) kembali melakukan kajian keamanan nipagin; dengan mempertimbangkan data-data terbaru. Hasil kajian dari EFSA ini dituangkan dalam bentuk opini ilmiah EFSA yang dikeluarkan pada bulan September 2004. Secara lengkap; opini ilmiah ini bisa diunduh dari web EFSA.
Salah satu hasil penting dari kajian ini adalah penegasan kemabli tentang status aman bagi nipagin (metil hidroksi benzoat) sebagai pengawet, dengan ADI (Acceptable Daily Intake) sampai 10 mg/kg berat badan per hari. Kajian yang sama juga dilakukan oleh berbagai otoritas keamanan pangan di berbagai negara; antara lain Amerika, Kanada, Singapura dan lain-lain.
Di Amerika, nipagin atau metil paraben bahkan dimasukkan dalam kategori GRAS (generally regarded as safe) untuk pengawet pangan (lihat note 1, dibawah tulisan ini). Demikian juga dengan standar BTP yang dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) -badan standar pangan dunia (FAO/WHO)-. CAC telah mengadopsi dan selalu merevisi adanya standar bahan tambahan pangan dengan terbitnya Codex General Standard for Food Additives (lihat note 2).
Standar ini pertama kali diadopsi pada tahun 1995; dan direvisi tahun 1997, 1999, 2001, 2003, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 dan terakhir 2010). Pada standar mutakhir tersebut, CAC mengizinkan penggunaan nipagin (dengan nomor INS 218) untuk beberapa jenis produk pangan; termasuk untuk kecap dengan batas maksimum 1.000 mg/kg. Secara khusus, standar penggunaan nipagin untuk berbagai produk pangan ini baru diadopsi oleh CAC antara tahun 2009-2010; yang bararti bahwa kajian keamanannya telah mempertimbangkan berbagai data keamanan mutakhir. Dengan demikian, jelas bahwa otoritas keamanan pangan berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, dan bahkan lembaga Internasional (CAC) telah menyatakan bahwa penggunaan metil hidroksi benzoat untuk pengawet adalah aman.
Bagaimana Dengan Kasus Mie Instan?
Telah dijelaskan bahwa dari sisi keamanan pangan; banyak otoritas keamanan pangan di berbagai negara di dunia; termasuk Uni Eropa dan bahkan CAC telah menyatakan bahwa metil hidroksi benzoat adalah salah satu bahan pengawet yang aman digunakan. Kenapa kasus penggunaan nipagin pada kecap (sebagai bumbu) pada produk mie instan sekarang dihebohkan?
Kehebohan ini ini memang dipicu dengan peristiwa di Taiwan, di mana produk instan asal Indonesia ditarik karena mengandung BTP pengawet yang dianggap berbahaya. Pelarangan oleh otoritas keamanan pangan Taiwan terhadap penggunaan metil hidroksi benzoat merupakan kebijakan negara yang bersangkutan. Pada dasarnya, penetapan izin penggunaan BTP beserta batas maksimum perlu mengacu pada prinsip analisis risiko; yang dilakukan oleh masing-masing negara. Sebagai acuan; berbagai negara menggunakan peraturan dan standar keamanan pangan yang dikeluarkan oleh Codex Alimentarius Comimission (CAC). Dalam hal ini, kebijakan Taiwan ini jelas berbeda dengan peraturan yang dikeluarkan oleh CAC.
Teorinya; jika suatu negara mengeluarkan peraturan yang lebih ketat daripada aturan CAC; maka negara tersebut harus menunjukkan secara transparan hasil studinya; dengan menggunakan pendekatan analisis risiko yang valid. Sampai saat ini, tidak jelas apakah Taiwan telah melakukan analisis risiko itu atau belum. Namun demikian, mengingat bahwa Taiwan bukanlah negara anggota CAC, tuntutan transparansi tentang hasil studi tersebut sulit dilakukan. Tidak adanya analisis risiko yang dipublikasikan ini telah menyebabkan sulitnya melakukan cek silang tentang kebenaran klaim ketidak-amanan metil hidroksi benzoat sebagai BTP pengawet ini.
Jadi, mengacu pada kajian dan peraturan keamanan pangan dari EFSA, CAC, US FDA dan termasuk Indonesia; maka penggunaan metil hidroksi benzoat sebagai BTP adalah aman; asalkan penggunaannya tidak melewati batas maksimum yang ditetapkan. Sebagai ilustrasi; berikut adalah perhitungan sederhana tentang keamanan mie instan, dalam kaitannya dengan nipagin. Mengacu pada penetapan ADI (Acceptable Daily Intake) nipagin (metil hidroksi benzoat; E218) oleh EFSA sebesar 10 mg/kg berat badan per hari, maka seseorang dengan berat badan 50 kg dapat mengkonsumsi sebanyak 500 mg nipagin per harinya tanpa ada pengaruh kesehatan apapun.
Kemudian, mengacu pada batas maksimum penggunaan nipagin pada kecap oleh BPOM adalah 250 mg/kg; dan 1 pak mie instan mengadung sekitar 4 gram kecap; maka jumlah 500 mg nipagin itu akan tercapai jika seseorang tersebut mengkonsumsi sebanyak 500 bungkus mi instan setiap hari. Jelas sulit sekali seseorang untuk mencapai jumlah konsumsi tersebut.
Terlihat bahwa jika digunakan dalam batas-batas penggunaan sesuai dengan peraturan yang seperti sekarang ini; maka keamanan penggunaan nipagin bisa dijamin. Kata kuncinya jelas adalah pada disiplin dan tanggung jawab produsen dan pengawasan pemerintah yang efektif.
Saran Untuk Konsumen
Memang tuntutan kepraktisan dan ketersediaan waktu yang semakin sempit karena kesibukan; konsumen memang memerlukan pangan yang lebih praktis. Namun demikian, konsumen perlu selalu berusaha mengembangkan perilaku hidup sehat; termasuk perilaku makan sehat dengan menu pangan yang sehat. Secara umum, perilaku makan sehat yang perlu disampaikan adalah (i) konsumsi aneka ragam jenis pangan dan (ii) jangan berlebih-lebihan terahadap salah satu jenis produk pangan.
Dalam menyusun menu sehari-hari, upayakan minimal harus terdiri dari 3 kelompok pangan; yatu pangan pokok, lauk pauk, sayur dan buah. Produk pangan olahan, bisa digunakan sebagai pilihan dalam menyusun menu yang menarik dan bervariasi. Untuk memilih produk pangan olahan, biasakan membaca label, meneliti ada tidaknya nomor pendaftaran oleh BPOM atau Dinas Kesehatan, dan menggunakannya sesuai dengan petunjuk penggunaan dan penyimpanannya.
*) Purwiyatno Haryadi adalah Direktur Southeast Asian Food and Agricuktural Science & Technology (SEAFAST) Center, LPPM, IPB dan Guru Besar Rekayasa Proses Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB.
Note: