Blog Personal dari DR. ELVIRA SYAMSIR.
Staf Pengajar Dept. Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB
Pages
▼
Saturday, November 14, 2009
Staphylococcus aureus
Oleh: Elvira Syamsir
Staphylococcus aureus dapat membentuk toksin penyebab muntah yang bersifat tahan panas. Tangan dan rongga hidung adalah sumber S. aureus terbesar sehingga hindari kebiasaan buruk seperti memegang hidung, batuk dan menggaruk wajah saat mengolah makanan.
Keracunan oleh S. aureus kebanyakan terjadi pada makanan yang telah dimasak, karena bakteri lain yang dapat menghambat pertumbuhannya sudah berkurang (mati oleh pemasakan). Bakteri ini ada di mana-mana (udara, debu, air, dll) dan flora normal pada berbagai bagian tubuh manusia terutama pada kulit, hidung dan mulut sehingga sangat mudah merekontaminasi makanan yang sudah dimasak .
Bakteri ini memproduksi toksin (enterotoksin) yang bersifat stabil terhadap pemanasan (termostabil), tahan terhadap aktivitas pemecahan oleh enzim-enzim pencernaan, dan relatif resisten terhadap pengeringan. Selain enterotoksin, dia juga memproduksi hemolisin (toksin yang dapat merusak dan memecah sel-sel darah merah). Substrat yang baik untuk pertumbuhan dan produksi enterotoksin ialah substrat atau makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, susu dan produk olahannya. Sementara itu keberadaan bakteri S.aureus dan toksin yang dihasilkan pada makanan tidak dapat dideteksi secara visual karena tidak menimbulkan perubahan yang nyata pada makanan.
Jika makanan yang mengandung enterotoksin masuk ke dalam saluran pencernaan dan mencapai usus halus, toksin akan merusak dinding usus halus. Keracunan makanan oleh enterotoksin memiliki masa inkubasi yang pendek (hanya beberapa jam) dengan gejala-gejala mual, sakit perut, muntah-muntah mendadak, dan diare, tanpa diikuti demam. Muntah-muntah dapat terjadi tanpa diare dan sebaliknya diare dapat terjadi tanpa muntah-muntah. Gejala lain yang sering menyertai ialah sakit kepala, kejang otot perut, kulit dingin dan penurunan tekanan darah.