Oleh: Erick*
Terminologi kemudahan mengalir bubuk (flowability) jarang digunakan dan umumnya dipahami hanya berhubungan dengan metode untuk mengukurnya saja dibandingkan pengaruhnya terhadap proses. Sebenarnya alasan utama pengukuran flowability bubuk adalah kaitannya dengan kelakuan bubuk tersebut di dalam proses produksi yang tentunya berkaitan dengan interaksinya terhadap peralatan dan proses produksi (Prescott dan Barnum, 2000). Aliran bubuk didefinisikan sebagai pergerakan relatif partikel-partikel curah terhadap partikel-partikel lain di sekitarnya atau sepanjang permukaan dinding wadah (Peleg, 1977). Karakteristik bubuk sangat besar kepentingannya di dalam banyak situasi penanganan dan penyimpanan bahan. Gaya tarik-menarik di antara partikel yang lebih besar jika dibandingkan dengan berat partikel itu sendiri didefinisikan sebagai kohesif. Bubuk kohesif biasanya menunjukkan masalah aliran. Prakteknya, material kohesif dapat gagal untuk mengalir keluar dari wadah dengan bukaan sekitar ribuan kali lebih besar dari diameter partikel tersebut. Masalah aliran mucul pada bubuk kohesif manapun, tetapi lebih serius pada bubuk pangan karena mereka umumnya mengandung substansi lengket (seperti lemak) atau akibat sifat higroskopis, suhu, dan lama waktu konsolidasi (Barbosa-Cánovas et al., 2005).
Untuk menjamin aliran yang tetap dan dapat diandalkan (reliabel), sangat penting untuk mengkarakterisasi kelakuan aliran bubuk dengan akurat. Gaya-gaya yang terkait di dalam aliran bubuk adalah gravitasi, gesekan, kohesi (tarik-menarik antara partikel), dan adhesi (tarik-menarik partikel dengan dinding peralatan). Lebih lanjut sifat permukaan partikel, bentuk, ukuran, dan distribusi ukuran partikel, dan geometri dari sistem adalah faktor yang mempengaruhi kemudahan mengalir (flowability) dari bubuk tersebut. Fitzpatrick (2005) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemudahan mengalir (flowability) bubuk yaitu:
- Bentuk dan ukuran partikel. Ukuran partikel merupakan pengaruh utama bagi flowability. Semakin kecil ukuran partikel, flowability semakin buruk akibat peningkatan gaya interaksi antara partikel. Distribusi ukuran partikel biasanya disajikan dalam distribusi fraksi massa atau volume. Jika sebagian besar partikel berada dalam ukuran yang lebih kecil maka flowability menjadi jauh lebih buruk dari yang diharapkan. Bentuk partikel mempengaruhi permukaan kontak partikel namun tidak banyak bukti bahwa bentuk partikel mempengaruhi flowability.
- Interaksi permukaan. Interaksi permukaan yang menahan aliran bumbu dapat dibedakan menjadi friksi internal dan kohesi. Friksi internal adalah tahanan friksi sebuah partikel bergerak di bawah tekanan gaya normal. Gaya kohesi adalah saat tidak ada gaya normal namun masih terdapat gaya tarik menarik antara partikel yang dapat mencegah terjadinya aliran. Gaya van der Waals antara partikel biasanya memiliki pengaruh yang paling besar. Kehadiran cairan, biasanya air atau lemak cair, memberi kontribusi yang besar terhadap kohesi. Cairan pada permukaan partikel akan meningkatkan luas kontak antar-partikel. Pada cairan tertentu, jembatan cairan (liquid bridge) akan terbentuk diantara partikel yang bersentuhan dan membentuk gaya kapiler sebagai hasil dari tegangan permukaan. Gaya interaksi van der Waals antara partikel akan sangat banyak berkurang karena keberadaan cairan, namun gaya kapiler biasanya jauh lebih kuat daripada gaya van der Waals.
- Kadar air. Sebagian besar bubuk pangan biasanya memiliki kesetimbangan kelembaban relatif (equilibrium relative humidity) di bawah 25% pada suhu 20 drjt C. Kelembaban relatif yang lebih tinggi dari 25% menjadi tenaga pendorong (driving force) penyerapan uap air ke dalam bahan. Walaupun demikian tingkat difusi uap air ke dalam bubuk curah sangat kecil sehingga hanya bubuk pada bagian yang terpapar saja yang akan menyerap uap air dan memerlukan periode waktu yang sangat panjang untuk uap air menyerap ke dalam gundukan bubuk. Peningkatan kadar air bubuk biasanya memiliki pengaruh yang besar terhadap flowability bubuk yang menjadi lebih buruk akibat terbentuk jembatan cairan dan gaya kapiler antara partikel.
- Penggumpalan (caking). Caking terjadi ketika partikel bubuk menempel menjadi satu dan mengeras permukaannya pada permukaan gundukan bubuk yang terpapar, atau gumpalan keras (lump) di dalam bubuk curah, atau kemungkinan terburuknya adalah pengerasan di seluruh gundukan bubuk. Penyebab caking secara luas disebabkan oleh kohesi yang sangat kuat dan pembentukan jembatan padatan (solid bridge) di antara partikel. Gaya kohesi yang sangat besar dapat terbentuk melalui pemadatan, gaya van der Waals berinteraksi lebih kuat akibat jarak antar-partikel yang dekat sehingga dapat membentuk gumpalan. Partikel yang plastis juga dapat meningkatkan gaya kohesi dengan besar. Pemanasan bubuk pangan sampai suhunya lebih besar dari sticky point temperature juga meningkatkan gaya kohesi. Bubuk higroskopis yang telah menyerap uap air dapat berubah menjadi bongkahan padat. Caking bubuk pangan karena pembentukan jembatan padatan (solid bridge) dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme. Pelelehan dan pembekuan lemak juga dapat menyebabkan jembatan padatan (solid bridge) dimana peningkatan suhu menyebabkan lemak padat meleleh menghasilkan cairan yang dapat terdistribusi dengan sendirinya di antara partikel. Jika kemudian suhu berkurang, lemak cair tersebut akan mengeras dan membentuk jembatan padatan (solid bridge) diantara partikel. Penyerapan uap air oleh bubuk yang larut air dapat menyebabkan komponen pada permukaan terlarutkan dan membentuk larutan di antara partikel. Perubahan kondisi udara yang menimbulkan efek pengeringan membentuk jembatan padatan (solid bridge) antar-partikel sehingga terbentuk gumpalan keras.
- Kondisi penyimpanan. Kondisi penyimpanan yang dapat memberi pengaruh adalah suhu penyimpanan, paparan terhadap kelembaban relatif udara, lama waktu penyimpanan, dan peleburan. Secara umum, variasi suhu penyimpanan di atas 30 atau 40 drjt C biasanya bukanlah pengaruh utama terhadap flowability bubuk jika tidak terjadi pelelehan komponen atau tidak ada komponen yang melewati suhu transisi gelas (glass transition temperature) atau sticky point temperature. Pada bubuk pangan yang mengandung lemak padat, peningkatan suhu dapat menyebabkan pelelehan lemak menimbulkan jembatan cairan (liquid bridge) lengket sehingga terjadi peningkatan kohesi.
*Erick adalah alumni dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Tulisan ini adalah sebagian dari materi Tinjauan Pustaka Skripsinya.