Pages

Sunday, March 4, 2012

Istilah-Istilah Terkait Dengan Toksin

1.  TERATOGENIK

Teratogenik (teratogenesis) adalah istilah medis yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti membuat monster.  Dalam istilah medis, teratogenik berarti terjadinya perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan pada embrio sehingga pembentukan organ-organ berlangsung tidak sempurna (terjadi cacat lahir).  Di dalam Keputusan Menteri Pertanian nomor 434.1 (2001), teratogenik adalah sifat bahan kimia yang dapat menghasilkan kecacatan tubuh pada kelahiran.
Cacat lahir diketahui terjadi pada 3 – 5% dari semua kelahiran.  Kondisi ini menjadi penyebab dari 20% kasus kematian bayi di Amerika Serikat.  Sekitar 65% dari kasus cacat lahir tidak diketahui penyebabnya.
Pada awalnya diyakini bahwa embrio mamalia berkembang di dalam uterus induk yang sifatnya kedap air, dan terlindung dari semua factor ekstrinsik.  Tetapi, setelah bencana thalidomide pada 1960-an, diketahui bahwa perkembang-an embrio bisa menjadi sangat rentan terhadap beberapa faktor lingkungan tertentu yang tidak bersifat toksik pada orang dewasa. 
Dengan adanya kesadaran baru mengenai rentannya embrio mamalia terhadap serangan lingkungan eksternal selama di dalam uterus, berkembang enam prinsip teratology yang dikembangkan oleh Jim Wilson pada tahun 1959.  Prinsip ini menjadi pemandu studi dan pemahaman dari senyawa teratogenik dan efeknya terhadap perkembangan organisme. 
  • Sifat rentan terhadap teratogenesis tergantung pada genotip dari conceptus dan caranya berinteraksi dengan faktor-faktor lingkungan yang bersifat merugikan.
  • Ketahanan terhadap teratogenesis bervariasi dengan tahap perkembangan embrio pada saat kontak dengan faktor yang bersifat merugikan.  Disini ada periode kritis yang sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
  • Komponen teratogenik bekerja secara spesifik pada perkembangan sel dan jaringan untuk menginisiasi sekuen dari perkembangan abnormal.
  • Jalan masuk dari komponen terhadap perkembangan jaringan tergantung pada kondisi komponen itu sendiri. Beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan suatu teratogen untuk kontak dengan conceptus yang sedang tumbuh antara lain sifat dari komponen itu sendiri, jalur dan tingkat kontak dengan induk, sistim absorpsi dan kecepatan transfer plasenta, dan komposisi genotip dari induk dan embrio/janin.
  • Manifestasi dari penyimpangan perkembangan ada empat yaitu kematian, malformasi, keterlambatan pertumbuhan dan cacat fungsional.  Penyimpangan perkembangan ini akan meningkat dengan meningkatnya frekuensi dan dosis dari level yang tidak menunjukkan efek negative yang terlihat (No Observable Adverse Effect Level -NOAEL) sampai dengan dosis yang memberikan letalitas 100% (LD100).
Ada sejumlah bahan yang/diduga bersifat teratogenik pada manusia dan hewan, antara lain:
  • Radiasi ion (senjata atom, radioidine, dan terapi radiasi).
  • Infeksi cytomegalovirus, virus herpes, parvovirus B-19, virus rubella, syphilis dan toksoplasmosis.
  • Ketidakseimbangan metabolisme, misalnya karena konsumsi alkohol selama kehamilan, kretinisme endemic, diabetes, defisiensi asam folat, hipertermia, fenilketonuria, reumatik dan penyakit jantung bawaan.
  • Komponen kimia obat dan lingkungan seperti 13-cis-retinoic acid, isotretionin (accutane), aminopterin, hormone androgenic, busulfan, kaptoril, enalapril, dan sebagainya.
Kontak dengan komponen teratogenik bisa menyebabkan abnormalitas struktural yang sangat beragam pada janin, seperti  bibir sumbing, langit-langit mulut belah, dysmelia, anencephaly dan penyimpangan pada ventricular septal.

2.  KARSINOGENIK

Karsinogenik adalah suatu bahan yang dapat mendorong/menyebabkan kanker.  Hal ini bisa terjadi karena ketidakstabilan genomik atau gangguan pada proses metabolisme seluler.  Kanker adalah penyakit dimana sel-sel rusak di dalam tubuh penderita tidak mengalami program kematian sel, dan tumbuh secara tidak terkontrol dengan metabolisme yang menyimpang.  Karsinogen mungkin meningkatkan resiko terjadinya kanker dengan merubah metabolisme seluler atau merusak DNA langsung di dalam sel sehingga mengganggu proses biologis dan menginduksi pembelahan sel secara tidak terkontrol dan akhirnya menyebabkan terjadinya pembentukan tumor.  Biasanya, sel yang mengalami perubahan DNA yang terlalu parah akan diarahkan untuk masuk pada program kematian sel, tetapi jika jalur program kematian sel ini rusak maka sel akan berubah menjadi sel kanker. 
Karsinogen alami sangat banyak.  Aflatoksin B1, yang diproduksi oleh kapang Aspergillus flavus selama penyimpanan biji-bijian, kacang-kacangan dan mentega kacang, adalah sebuah contoh dari karsinogen microbial yang sangat kuat.  Beberapa virus seperti hepatitis B dan virus papilloma manusia telah diketahui juga menyebabkan kanker pada manusia. 
Setelah karsinogen masuk ke dalam tubuh, maka tubuh akan melakukan upaya-upaya untuk menghilangkannya yang disebut proses biotransformasi.  Tujuan dari reaksi ini adalah membuat karsinogen menjadi lebih larut air sehingga bisa dikeluarkan dari tubuh.  Tetapi, reaksi ini juga bisa merubah suatu senyawa karsinogen yang sebenarnya tidak terlalu toksik menjadi senyawa baru yang lebih toksik. 

Karsinogen dalam pangan olahan
Pemasakan pangan pada suhu tinggi, misalnya pemanggangan (broiling atau barbecuing) daging bisa menyebabkan pembentukan sejumlah senyawa karsinogen seperti yang ditemui pada asap rokok (misalnya benzopirena).  Pembakaran pangan sampai gosong akan menghasilkan karsinogen.  Beberapa produk pirolisis yang bersifat karsinogen misalnya hidrokarbon aromatic polinuklear yang dikonversi oleh enzim manusia menjadi epoksida yang menempel permanen pada DNA.  Pra-pemasakan di dalam oven microwave  selama 2-3 menit sebelum pemanggangan (broiling) akan memperpendek waktu pemanggangan, sehingga membantu meminimalkan pembentukan komponen-komponen karsinogen. 
Laporan dari Food Standards Agency (FDA) menyebutkan bahwa akrila-mid yang bersifat karsinogen pada hewan dihasilkan dari pangan berkarbohidrat yang digoreng atau dipanaskan pada suhu tinggi (misalnya kentang goreng atau keripik kentang).  Saat ini, beberapa penelitian sedang dilakukan oleh lembaga perundanga Eropa dan FDA untuk mengetahui potensi resikonya pada manusia.  Residu pengarangan pada daging panggang (barbecue) juga telah teridentifikasi sebagai karsinogen, bersama banyak komponen ter lainnya.
Meskipun demikian, fakta bahwa pangan yang mengandung sejumlah kecil karsinogen tidak berarti merupakan bahaya yang nyata.  Lapisan terluar dari saluran pencernaan secara kontinyu melindungi dirinya sendiri dari karsinoma, dan mempunyai enzim-enzim detoksifikasi dengan aktivitas yang tinggi. 

Klasifikasi karsinogen
Karsinogen bisa diklasifikasikan sebagai genotiksik atau nongenotoksik.  Genotoksin menyebabkan kerusakan genetik yang sifatnya menetap atau mutasi melalui pengikatan dengan DNA.  Genotoksin mencakup komponen-komponen kimia seperti N-nitroso-N-metilurea (MNU) atau komponen non kimia seperti cahaya ultraviolet dan radiasi ionisasi.  Beberapa virus tertentu juga berperan sebagai karsinogen melalui interaksinya dengan DNA.  Nongenotoksin tidak secara langsung mempengaruhi DNA tetapi bekerja dengan cara yang lain untuk melakukan pertumbuhan.  Komponen nongenotoksin mencakup hormone dan beberapa komponen organik. 
Klasifikasi karsinogen menurut IARC adalah sebagai berikut:
  • Kelompok 1:  pembawa (campuran) pasti bersifat karsinogenik pada manusia.  Paparan pembawa ke lingkungan sekitar akan menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
  • Kelompok 2A:  pembawa (campuran) kemungkinan besar bersifat karsinogenik pada manusia.  Paparan pembawa ke lingkungan sekitar kemungkinan besar akan menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
  • Kelompok 2B:  pembawa (campuran) mungkin bersifat karsinogenik pada manusia.  Paparan pembawa ke lingkungan sekitar mungkin menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
  • Kelompok 3:  pembawa (campuran atau paparan ke lingkungan sekitar) tidak mudah digolongkan sifat karsinogenisitasnya pada manusia.
  • Kelompok 4:  pembawa (campuran) kemungkinan besar tidak karsinogenik pada manusia.

3.  NEFROTOKSIK

Nefrotoksisitas adalah suatu efek racun dari beberapa bahan, bisa berupa bahan kimia beracun dan obat keras, terhadap ginjal.  Ada beragam bentuk dari toksisitas.  Nefrotoksisitas hendaknya tidak dikacaukan dengan fakta bahwa beberapa jenis obat lebih mempengaruhi ekskresi ginjal dan dosis penggunaannya hendaknya diatur agar tidak memberatkan kerja ginjal (misalnya heparin).
Nefrotoksin adalah senyawa kimia yang menunjukkan efek nefrotoksisitas.  Efek nefrotoksik akan lebih besar pada pasien yang telah mengalami gangguan ginjal.  Selain senyawa kimia dari beberapa obat-obatan, komponen nefrotoksin lainnya adalah logam berat yang bisa mengganggu kerja enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme energi dan asam aristolokat (aristolochic acid) yang ditemukan dalam beberapa tanaman (termasuk obat herbal dengan bahan baku tanaman ini).
Nefrotoksisitas biasanya dimonitor dengan uji darah.  Penurunan fungsi ginjal ditandai dengan meningkatnya kandungan kreatinin darah.  Kadar kreatinin normal sekitar 80 – 120 mm/l. 

4.  DIURESIS

Diuresis adalah peningkatan produksi urin oleh ginjal.  Dalam satu hari, ginjal memproduksi prourin sampai 250 liter yang sebagian besar lalu di absorbsi kembali sebelum mencapai kandung kemih.  Polyuria adalah peningkatan diuresis.  Penyebabnya antara lain intake cairan yang tinggi, beragam penyakit (diabetes insipidus, diuresis osmotic karena diabetes mellitus atau hiperkalsemia) atau beragam bahan kimia (diuretik, kafein, alcohol). 
Cold diuresis adalah meningkatnya produksi urin karena kontak dengan kondisi dingin.  Proposed diuretic adalah peningkatan diuresis karena konsumsi bahan-bahan tertentu, misalnya kopi.  High-altitude diuresis terjadi pada ketinggian di atas 10000 ft dan menjadi indikator dari adaptasi terhadap ketinggian.  Pendaki gunung dengan adaptasi yang baik terhadap ketinggian biasanya mengalami high-attitude diuresis.  Jumlah urin akan menjadi indicator penting dari adaptasi terhadap ketinggian.  Orang yang hanya memproduksi sedikit urin di ketinggian, bahkan walaupun dibantu dengan intake cairan yang tinggi, kemungkinan tidak beradaptasi dengan baik dengan ketinggian.

5.  HAEMORRHAGIK

Haemorrhagik (pendarahan) adalah hilangnya darah dari sistim sirkula-tory.  Pendarahan bisa berlangsung internal, dimana darah yang keluar dari pembuluh darah masuk kedalam tubuh, atau eksternal, bisa melalui lubang tubuh (misalnya vagina, mulut atau anus) atau perlukaan pada kulit.  Kehilangan darah secara tuntas disebut sebagai exsanguinations dan pendarahan hebat disebut desanguination.  Pada orang sehat, kehilangan darah sekitar 10-15% dari volume darah total bisa berlangsung lama tanpa akibat klinis.  Pada donor darah, darah donor yang diambil biasanya sekitar 8 – 10% dari  volume darah total. 
Haemorrhagik biasanya menjadi berbahaya atau bahkan fatal jika menyebabkan hipoyolemia (volume darah rendah) atau hypotension (tekanan darah rendah).  Beberapa penyakit atau kondisi medis tertentu, seperti haemofilia dan rendahnya hitung platelet (trombositopenia) berpeluang meningkatkan resiko  pendarahan atau menyebabkan pendarahan minor yang mengancam kesehatan atau kehidupan.  Penggunaan antikoagulan seperti warfarin bisa memberikan efek seperti haemofilia, mencegah penggumpalan darah dan meyebabkan pengaliran darah secara bebas.
Kematian karena haemorrhagic bisa berlangsung secara cepat.  Hal ini disebabkan oleh arus balik positif (positive feedback).  Sebagai contoh, kondisi jantung tertekan: lemahnya kontraksi jantung akan mengosongkan aliran darah ke jantung yang menyebabkan kontraksi jantung menjadi makin lemah.  Efek ini bisa menyebabkan kematian berlangsung lebih cepat dari yang diharapkan. 
Haemorrhagik bisa dibagi kedalam empat kelas yaitu:
  • Haemorrhagik kelas I: melibatkan kehilangan volume darah sampai 15%.  Jenis ini biasanya tidak menunjukkan gejala yang jelas dan cairan penyadaran (fluid resuscitation) biasanya tidak dibutuhkan.
  • Haemorrhagik kelas II: melibatkan kehilangan volume darah sekitar 15-30%.  Penderita seringkali mengalami tachycardic (detak jantung menjadi cepat) dengan sedikit perbedaan antara tekanan darah sistol dan diastole.  Tubuh mencoba untuk mengimbangi kehilangan darah dengan penyempitan pembuluh darah periferal.  Kulit mungkin terlihat mulai memucat dan dingin jika disentuh.  Penderita mulai menunjukkan perubahan perilaku. 
  • Haemorrhagic kelas III: melibatkan kehilangan volume darah sampai 30-40%.  Tekanan darah penderita turun, kecepatan jantung meningkat, peripheral perfusion, dan  kesadaran menurun. 
  • Haemorrhagik kelas IV: melibatkan kehilangan darah lebih dari 40% dari total volume darah.  Kemampuan tubuh untuk mengatasi hal ini sudah mencapai maksimum dan penyempitan pembuluh darah secara agresif dibutuhkan untuk mencegah kematian.

Penyebab pendarahan

  • Pendarahan traumatik

Pendarahan traumatik disebabkan oleh beberapa jenis perlukaan.  Beberapa jenis luka yang bisa menyebabkan pendarahan traumatic adalah:
o   Abrasi (luka lecet) – irisan melintang pada kulit yang disebabkan oleh benda asing.  Penetrasinya biasanya tidak menembus epidermis.
o   Excoriation -  seperti abrasi, ini disebabkan oleh kerusakan kulit secara mekanis.
o   Laceration (luka goresan) – bentuk luka tidak teratur disebabkan oleh pukulan benda tumpul yang menyebabkan pelunakan jaringan lunak yang melapisi jaringan keras atau merobek jaringan (contohnya pada kondisi kelahiran bayi).   
o   Insisi – luka karena operasi kecil, yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau bedah.
o   Luka tusukan – disebabkan oleh objek yang berpenetrasi kedalam kulit dan lapisan dibawahnya, seperti kuku, jarum atau pisau.
o   Luka memar – disebabkan oleh kerusakan jaringan di bawah kulit karena pukulan benda tumpul.
o   Luka tembakan – disebabkan oleh proyektil peluru.

  • Pendarahan karena kondisi medis

Pendarahan karena kondisi medis (pendarahan medis) disebabkan oleh deformasi anatomi misalnya melemahnya pembuluh darah, malformasi arterivena dan tukak (ulceration).  Kondisi lainnya yang bisa mengganggu integritas tubuh adalah kematian jaringan, kanker atau infeksi lainnya yang menyebabkan pendarahan. 
Beberapa kondisi medis yang mengganggu fungsi homeostatis normal tubuh menyebabkan penderita rentan terhadap pendarahan.  Homeostatis melibatkan beberapa komponen.  Komponen utama dari sistim homeostatis adalah platelet dan sistim koagulasi.
Platelet adalah komponen darah berukuran kecil yang membentuk sumbatan pada dinding pembuluh darah yang akan menghentikan pendarahan.  Platelet juga memproduksi beragam bahan yang menstimulasi produksi dari bekuan darah.  Salah dari beberapa penyebab umum yang paling sering menyebabkan resiko pendarahan adalah penggunaan obat-obatan anti-radang non steroid (non-steroidal anti-inflammatory drugs – NSAIDs).  Prototype dari obat-obatan ini adalah aspirin, yang menghambat produksi tromboksan.  NSAIDs menghambat aktifasi platelet dan dengan demikian meningkatkan resiko pendarahan.  Efek dari aspirin bersifat irreversible, sehingga efek penghambatan dari aspirin akan tetap ada sampai terjadi penggantian platelet (sekitar 10 hari).  NSAIDs yang lain, seperti ibuprofen dan obat-obat sejenis, bersifat reversible sehingga efek pada platelet tidak berlangsung selama masa hidup platelet. 
Beberapa factor koagulasi berinteraksi secara kompleks membentuk gumpalan darah.  Defisiensi dari factor koagulasi dihubungkan dengan terjadinya pendarahan medis.  Sebagai contoh, defisiensi Faktor VIII menyebabkan hemofilia A, sementara defisiensi Faktor IX menyebabkan hemofilia B (Christmas disease).  Antibody untuk Faktor VIII bisa menginaktifkan Faktor VII dan menyebabkan pendarahan yang tidak terkontrol.  Kondisi ini relative jarang dan biasanya terjadi pada orang tua dan atau penderita dengan penyakit autoimun.  Penyakit von Willebrand adalah penyakit pendarahan lainnya.  Penyakit ini disebabkan oleh defisiensi dari factor ‘von Willebrand’ atau penyimpangan fungsinya selama proses aktifasi platelet.  Defisiensi factor lain seperti factor XIII atau factor VII adakalanya terjadi, tetapi mungkin tidak berhubungan dengan pendarahan hebat dan tidak umum didiagnosis.
Disamping pendarahan yang terkait dengan NSAIDs, penyebab pendarahan lainnya terkait dengan penggunaan obat warfarin (‘coumadin dan obat sejenis lainnya).  Penggunaan obat ini harus terkendali karena dapat meningkatkan resiko pendarahan.  Warfarin menghambat produksi vitamin K di dalam saluran cerna.  Vitamin K dibutuhkan untuk produksi factor-faktor penggumpalan seperti II, VII, IX, dan X di dalam liver.  Penggunaan warfare bersama-sama antibiotic akan membunuh bakteri produsen vitamin K di saluran cerna.  Kondisi ini akan menurunkan konsentrasi vitamin K dan akibatnya produksi dari faktor-faktor penggumpalan juga akan menurun.

6.  IMUNOTOKSIK

Imunotoksin adalah senyawa kimia yang bisa menyebabkan kegagalan fungsi dari sistim imunitas.  Apabila fungsi dari sistim imun tertekan (immunosuppression), akan terjadi peningkatan resiko terkena penyakit-penyakit infeksi dan kanker.  Polychlorinated-biphenyls (PCB), asbestos dan herbisida telah diketahui merupakan senyawa immunosuppressant. Imunotoksin juga bisa menyebabkan penyakit autoimun, dimana sistim imun bekerja sangat aktif sehingga menyerang sel-sel tubuh.
Imunotoksin therapeutic adalah senyawa yang dikembangkan untuk pengobatan kanker dan virus.  Imunotoksin ini merupakan protein khimerik yang disambungkan dengan toksin.  Protein khimerik sendiri merupakan modifikasi dari antibody dengan target sel tertentu.  Jika protein bertemu dengan sel target, protein akan masuk dalam sel target dan toksin akan membunuh sel.

7.  IARC

IARC adalah singkatan dari The International Agency for Research on Cancer.  Lembaga ini merupakan lembaga antar pemerintahan yang merupakan bagian dari badan kesehatan dunia (World Health Organisation - WHO) di PBB.
Markas IARC terletak di Lyon, Perancis.  Lembaga ini berperan untuk    memimpin dan mengkoordinir penelitian-penelitian termasuk studi epidemiologis mengenai kanker.  Lembaga ini mengeluarkan seri dari monograf mengenai resiko karsinogenik pada manusia yang dimiliki oleh beragam penyebab, campuran dan paparan.
Klasifikasi karsinogen menurut IARC adalah sebagai berikut:
  • Kelompok 1:  pembawa (campuran) pasti bersifat karsinogenik pada manusia.  Paparan pembawa ke lingkungan sekitar akan menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
  • Kelompok 2A: pembawa (campuran) kemungkinan besar bersifat karsinoge-nik pada manusia.  Paparan pembawa ke lingkungan sekitar kemungkinan be-sar akan menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
  • Kelompok 2B: pembawa (campuran) mungkin bersifat karsinogenik pada manusia.  Paparan pembawa ke lingkungan sekitar mungkin menyebabkan paparan karsinogenik pada manusia.
  • Kelompok 3:  pembawa (campuran atau paparan ke lingkungan sekitar) tidak mudah digolongkan sifat karsinogenisitasnya pada manusia.
  • Kelompok 4:  pembawa (campuran) kemungkinan besar tidak karsinogenik pada manusia.