Pages

Saturday, December 18, 2010

Rice Bran Menurunkan Tekanan Darah dan Kolesterol

Oleh: Ardiansyah* tulisan asli di dalam Food Review Indonesia

Rice bran adalah hasil samping penggilingan padi terdiri yang dari lapisan aleurone beras (rice kernel), endosperm, dan germ. Lapisan-lapisan tersebut sangat tinggi kandungan protein, lemak, vitamin, mineral, serta didalamnya terkandung tokotrienol, -orizanol, dan polifenol yang diketahui sebagai senyawa antioksidan. Rice bran dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan nama bekatul dimana hingga saat ini pemanfaatannya lebih populer sebagai pakan ternak. Untuk selanjutnya penulis menggunakan istilah bekatul. Pada Gambar 1 ditampilkan produk samping penggilingan beras, salah satu produknya adalah bekatul yang terdiri dari 10 persen dari total produk.

Gambar 1. Produk samping penggilingan beras (Sumber: USA Rice Council dalam Shih, 2003).

Data dari Departemen Pertanian pada tahun 2004 menyebutkan bahwa produksi beras nasional mencapai angka 31,8 juta ton per tahun. Sebagai perbandingannya di Amerika Serikat bahwa 10 persen dari total produksi beras dapat dihasilkan bekatul, sehingga dari 31,8 juta ton produksi beras nasional diperkirakan akan dapat menghasilkan 3,18 juta ton bekatul. Potensi bahan baku yang sangat berlimpah jumlahnya tersebut, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha pemanfaatan bekatul misalnya sebagai pangan fungsional.

Penggunaan bekatul yang memberikan efek hipokolesterolemik baik pada hewan percobaan maupun manusia sebagian besar berasal dari fraksi lemaknya. Minyak bekatul menurunkan secara nyata kadar kolesterol darah, low density lipoprotein cholesterol (LDL-kolesterol), very low density lipoprotein cholesterol (VLDL-kolesterol), dan dapat meningkatkan kadar high density lipoprotein cholesterol (HDL-kolesterol) darah. Kemampuan minyak bekatul padi menurunkan kadar kolesterol dikarenakan adanya orizanol dan kemampuan lainnya dari bahan yang tidak tersabunkan.

Pada tulisan ini penulis akan menjelaskan kegunaan lain bekatul dari fraksi non lemak yang ternyata memiki potensi yang sama dengan fraksi lemak, untuk menurunkan tekanan darah (hipertensi) dan lemak darah menggunakan hewan percobaan tikus stroke-prone spontaneously hypertensive rats (SHRSP); spesies tikus yang secara genetik mengalami hipertensi dan hiperlipidemia.

Gambar 2. Prosedur preparasi rice bran fractions (Sumber: Ardiansyah et al. 2006 dengan modifikasi).

Seperti diketahui bahwa bekatul sangat mudah rusak disebabkan oleh aktivitas hidrolitik dan oksidatif dari enzim lipase yang berasal dari dalam bekatul (endogenous) maupun aktivitas mikroba. Untuk memperolah bekatul awet dengan mutu yang tinggi, seluruh komponen penyebab kerusakan harus dikeluarkan atau dihambat, dan pada saat bersamaan kandungan komponen bioaktifnya juga harus tetap dijaga.

Beberapa metode dapat dilakukan, seperti perlakuan fisik, kimia, enzimatik, atau kombinasinya. Penelitian yang penulis lakukan adalah mengekstrak bekatul dengan perlakuan kombinasi ketiga metode seperti diatas, dimana fraksi non lemak diperoleh setelah perlakuan ektraksi menggunakan ethanol yang dilanjutkan dengan perlakuan enzimatis menggunakan Driselase (Gambar 2). Sedangkan fraksi lemak didapat setelah ektraksi menggunakan ethanol. Driselase adalah nama produk enzim komersial untuk degradasi dinding sel tanaman yang terdiri dari selulase, silanase, dan laminarise.

Manfaat Fraksi Bekatul

Hipertensi dan hiperlipidemia merupakan penyakit kardiovaskuler yang akhir-akhir ini meningkat jumlah penderitanya baik di negara maju maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Data terakhir menyebutkan hingga tahun 2010, penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit peringkat teratas penyebab kematian. Usaha-usaha yang dilakukan oleh para peneliti pangan dan gizi adalah mendapatkan komponen bioaktif yang terdapat dalam bahan pangan, salah satunya adalah pemanfaatan bekatul sebagai bahan untuk mencegah hipertensi dan hiperlipidemia.

Penelitian penulis yang telah dipublikasikan pada Journal of Agricultural and Food Chemistry (2006), berhasil membuktikan bahwa fraksi lemak bekatul sama baiknya dengan fraksi non lemak dalam menurunkan tekanan darah tikus SHRSP. Percobaan ini dilakukan selama dua bulan.

Disamping itu fraksi non lemak bekatul dengan jumlah enam persen yang ditambahkan pada pakan kontrol lebih baik dalam menurunkan jumlah lemak darah seperti, kandungan kolesterol dan LDL-C dibandingkan dengan fraksi lemaknya. Fraksi lemak dan non lemak bekatul yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan metode preparasi seperti yang disajikan pada Gambar 2.

Asam ferulat dan total fenol adalah komponen biaoktif yang saat ini diketahui terdapat di dalam fraksi bekatul sehingga dapat menurunkan tekanan darah dan lemak darah, disamping tentunya tokotrienol dan -orizanol yang sebelumnya telah diketahui sebagai senyawa antioksidan. Mekanisme penurunan tekanan darah oleh asam ferulat yaitu dengan menghambat kerja enzim angiotensin I-converting enzyme (ACE); suatu enzim yang bertanggung jawab terjadinya peningkatan tekanan darah. Penelitian penulis juga membuktikan hal tersebut dimana terjadi penurunan aktivitas ACE.

Mekanisme terjadinya penurunan lemak darah diduga melalui peningkatan kapasitas pengikatan LDL reseptor. Mekanisme lain yang juga berperan dalam penurunan kolesterol darah adalah peningkatan aktivitas enzim cholesterol7hydroxylase (Cyp7a1), suatu enzim yang bertanggung jawab dalam proses biosintesis asam empedu. Peningkatan aktivitas enzim ini akan menstimulir konversi kolesterol menjadi asam empedu, sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kolesterol dalam darah.

Meskipun penelitian diatas diperoleh dari percobaan menggunakan hewan, namun data yang diperoleh dapat diekstrapolasikan ke manusia. Data yang didapatkan sebagai informasi awal untuk dijadikan kajian lebih lanjut pemanfaatan fraksi non lemak bekatul sebagai bahan untuk menurunkan tekanan darah dan jumlah lemak darah pada penderita hipertensi dan hiperlipidemia.

Selain itu tentunya masih diperlukan studi lanjutan tentang pemanfaatan fraksi non lemak untuk penggunannnya sebagai pangan fungsional. Penulis berkeyakinan bahwa fraksi non lemak bekatul lebih cocok jika akan digunakan sebagai pangan fungsional, bila dibandingkan dengan fraksi lemak.

*Ardiansyah, Lab. of Nutrition, Tohoku University Sendai, Jepang