Pages

Wednesday, November 28, 2007

Resistant Starch

Elvira Syamsir, 2007

Resistant Starch (RS) adalah pati dan produk-produknya yang lolos dari proses pencernaan di usus halus dan masuk ke usus besar. Proses pembentukan terjadi dengan berbagai cara yaitu: struktur kimia, pemasakan pangan, modifikasi secara kimia dan pengunyahan makanan. Bakteri kolonik manusia memfermentasi RS dan Non Starch Polysaccharides (NSP) menjadi asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acids – SCFA), terutama asetat, propionat dan butirat. Fermentasi dari beberapa jenis RS lebih banyak memproduksi butirat. Dibandingkan dengan NSP, RS kurang efektif dalam meningkatkan stool bulking. Tetapi, data epidemiologis membuktikan bahwa RS lebih bersifat protektif terhadap kanker kolorektal, kemungkinan melalui butirat. RS bersifat prebiotik. Kontribusi RS terhadap kondisi fisiologi kolonik dan fermentasi tampaknya lebih besar dari NSP.

Fermentasi RS dan NSP di dalam usus besar akan menghasilkan SCFA terutama asam asetat, propionat dan butirat. SCFA berkontribusi terhadap berjalannya fungsi usus besar secara normal, dan mencegah patologi melalui aksinya didalam lumen, otot dan vaskular kolonik serta karena metabolismenya oleh colonocytes. Butirat, terutama, berperan penting dalam mempertahankan populasi normal dari colonocyte. RS menghasilkan butirat dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan NSP

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa intake RS berkorelasi negatif resiko kanker kolorektal sementara hubungan tersebut tidak dijumpai pada masyarakat yang intake serat makanan (termasuk NSP)-nya tinggi (Topping dan Clifton, 2001; Hylla et al, 1998). Studi yang dilakukan Toden et al (2006) didalam Topping (2007) menunjukkan adanya korelasi linier antara intake RS dengan penurunan resiko kanker kolorektal tetapi tidak ditemukan korelasi antara intake dietary fiber dengan kanker kolorektal. Telah diketahui bahwa fermentasi RS akan menghasilkan butirat dalam konsentrasi yang lebih besar dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh NSP. Butirat telah dilaporkan bersifat anti-karsinogenik. Tiga mekanisme yang diyakini terlibat dalam proteksi terhadap perkembangan dan pertumbuhan sel-sel kanker adalah inisiasi, diferensiasi dan apoptosis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa butirat melindungi sel-sel kolon dari kerusakan DNA dengan cara menghambat pertumbuhan dan proliferasi sel-sel tumor, meningkatkan diferensiasi (normalisasi) sel-sel tumor/kanker, memproduksi fenotip yang serupa dengan sel normal dewasa, dan meningkatkan apoptosis (program kematian sel) sel-sel kanker kolorektal pada manusia (Topping, 2007; Leu et al, 2002; Topping dan Clifton, 2001; Hague, et al, 1995; dan Bingham, 1990).

RS membantu mempertahankan kesehatan kolon dan mencegah kanker kolorektal lebih efektif dari NSP, dengan beberapa mekanisme sebagai berikut:
  • RS meningkatkan pengaturan kesehatan usus dengan efek laksatif (pencahar) yang lebih rendah daripada NSP. RS mencegah degradasi lapisan mukosa kolon. Lapisan mukosa ini berfungsi untuk melindungi sel-sel kolon (Topping, 2007).
  • RS bersifat prebiotik yang secara selektif akan meningkatkan populasi bakteri kolonik yang menguntungkan yaitu bifidobacteria dan lactobacilli. Bifidobacteria dan lactobacilli adalah bakteri kolonik yang paling menguntungkan pada manusia sebagai inangnya. Menurut Leu et al (2007), peningkatan jumlah bifidobacteria dan lactobacilli di dalam saluran cerna bisa menekan kanker (termasuk kanker kolorektal) dengan cara meningkatkan kecepatan produksi SCFA (terutama asetat, propionat dan butirat), menurunkan pH lingkungan usus, bersifat proapotopsis dan menekan pertumbuhan patogen dengan meningkatkan kemampuan kompetisinya terhadap ketersediaan nutrisi, reseptor dan faktor pertumbuhan lainnya.
  • Fermentasi RS akan meningkatkan konsentrasi dari asam lemak rantai pendek (short chain fatty acids – SCFA) didalam kolon. Fermentasi RS akan menghasilkan butirat dalam konsentrasi yang lebih besar dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh NSP (Topping dan Clifton, 2001; Govers et al, 2001; Bingham, 1990). Keistimewaan butirat dibandingkan dengan jenis SCFA lainnya adalah karena butirat merupakan sumber energi utama untuk sel-sel mukosa kolonik dan mempunyai sifat anti-inflamasi yang penting untuk menjaga kesehatan dan penyembuhan sel-sel kolon (Bingham, 1990). SCFA akan menstimulasi aliran darah kolonik dan pengambilan (uptake) fluida dan elektrolit. Butirat merupakan substrat yang paling disukai untuk colonocyte dan tampaknya membentuk fenotip normal didalam sel-sel ini.
  • Fermentasi RS lebih efektif dalam menurunkan produksi amonia dalam luminal, dibandingkan dengan NSP (Govers et al, 1999). Amonia adalah produk akhir dari dari fermentasi mikrobial komponen bernitrogen. Amonia ini bersifat toksik karsinogenesis terhadap epitelium kolonik. Fermentasi RS akan menekan proses fermentasi protein (atau komponen bernitrogen lainnya) sehingga menekan peningkatan jumlah amonia. Selain itu, peningkatan fermentasi RS mungkin menstimulasi proses asimilasi nitrogen dari amonia untuk sintesa protein bakteri (Govers et al, 1999).
  • Fermentasi dari RS menurunkan pH intestinal dan menurunkan produksi asam empedu sekunder. Sebaliknya, konsumsi NSP tinggi dapat meningkatkan sekresi asam empedu. Asam empedu diketahui dapat meningkatkan resiko kanker kolorektal. Menurut Bingham (1990), konversi asam empedu primer menjadi asam empedu sekunder merupakan penyebab awal munculnya kanker usus besar. Hylla et al (1998) menunjukkan terjadinya penurunan asam empedu sekunder (asam deoksikolat dan asam litokolat) di dalam tinja dari volunteer yang mengkonsumsi diet dengan RS tinggi. Penurunan pH karena produksi SCFA akan menyebabkan inaktivasi dari enzim 7α-dehidroksilase sehingga proses konversi asam empedu primer menjadi asam empedu sekunder terhambat. Selain itu, penurunan konsentrasi asam empedu sekunder juga diduga disebabkan oleh faktor pengenceran karena peningkatan volume tinja.