Pages

Monday, November 26, 2007

PENILAIAN DOSE-RESPONSE DALAM KAJIAN RESIKO

Elvira Syamsir, 2006

Tujuan dari karakterisasi bahaya adalah untuk memperoleh data perkiraan secara kuantitatif, atau paling tidak semi-kuantitatif, tingkat keparahan penyakit yang disebabkan oleh keberadaan sejumlah mikroba atau sejumlah toksin mikrobial didalam pangan pada saat dikonsumsi. Sehingga, ketika mempertimbangkan suatu karakterisasi bahaya, dibutuhkan data hubungan antara dosis dan respon (misalnya, peluang terjadinya sakit dan tingkat keparahan penyakit yang disebabkan oleh mikroba atau toksinnya pada konsentrasi tertentu). Resiko infeksi dapat dinyatakan sebagai peluang matematik terjadinya infeksi dari suatu dosis kontak yang diberikan. Penilaian dose-response dalam kajian resiko merupakan adalah merupakan penentuan dari hubungan antara besarnya kontak (dosis) dari pembawa bahaya kimia, biologis atau fisik dengan tingkat keparahan dan/atau frekuensi yang dihubungkan dengan respon (efek) negatif yang ditimbulkan.


Penilaian dose-response dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara klasik yang banyak digunakan adalah dengan sistim model, menggunakan relawan yang mengkonsumsi mikroba yang diamati pada konsentrasi tertentu dan dilakukan pengamatan terhadap gejala klinis yang terjadi. Biasanya, teknik ini digunakan untuk mikroba patogen yang menyebarkan penyakit melalui air atau dihubungkan dengan konsumsi dari hewan laut seperti tiram. Banyak dari data dose-response yang dipublikasi diperoleh berdasarkan pada konsumsi patogen oleh relawan laki-laki sehat (terutama narapidana atau pelajar). Hanya saja, data dose-response yang diperoleh dari kejadian keracunan pangan menunjukkan dugaan peluang terjadinya sakit oleh patogen pada konsentrasi tertentu yang jauh lebih rendah dari data dose-response yang diperoleh dari sistim model. Sebagai contoh, hasil dari uji coba mengkonsumsi salmonella menunjukkan bahwa dosis minimum sebesar 105 dapat menyebabkan sakit, sementara dari data kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan diketahui bahwa KLB keracunan pangan bisa terjadi hanya dengan mengkonsumsi 10 sel saja. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor diantaranya umur dan status kesehatan (imunitas dan gizi).


Cara lain dalam menilai dose-response adalah dengan mengumpulkan informasi jumlah dari mikroba atau toksin yang ada didalam pangan yang menyebabkan keracunan dari KLB, dan menghubungkan nilai tersebut dengan informasi persentase oral yang menunjukkan gejala penyakit yang sedang diteliti. Informasi yang diperoleh dengan cara ini lebih realistik dibandingkan dengan yang diperoleh dengan cara sistim model yang dijelaskan di atas. Walaupun demikian, data dose-response yang diperoleh dari sistim model tetap diperlukan untuk beberapa kondisi tertentu misalnya jika data mikrobiologi yang diperoleh dari analisis pangan tercemar kurang akurat dan kurang dapat dipercaya karena dianalisis beberapa hari setelah kejadian atau teknik penyimpanan sampel yang tidak benar. Pada Gambar 1 dapat dilihat diagram dose-response untuk gastroenteritis yang disebabkan oleh konsumsi Vibrio parahaemolyticus di dalam seafood yang di panen di Gulf Coast Louisiana sepanjang musim panas.




Dari data yang diperoleh dengan menggunakan sistim model atau dengan menggunakan data real yang didapat dari KLB keracunan pangan dapat dibuat model peluang untuk menduga resiko infeksi yang terjadi jika kontak dengan berbagai konsentrasi mikroba. Model Beta-Poison merupakan salah satu model peluang yang dikembangkan. Model ini dijelaskan dengan persamaan:


Pi = 1 – [1 + (N/b)]-a ..........................................................(1)


Dimana Pi adalah peluang seseorang menjadi sakit setelah mengalami kontak dengan dosis rata-rata dari N mikroba, sementara a dan b adalah konstanta kurva dose-response.

C. DAFTAR PUSTAKA

Baird-Parker, T.C. dan Tompkin, R.B. 2000. Risk and Microbiological Criteria. Didalam The Microbiologycal Safety and Quality of Food (Volume II). B.M. Lund, T.C. Baird-Parker dan G.W. Gould (ed). Aspen Publisher, Inc. Maryland.

FAO-WHO. 2004. Microbial Risk Analysis: A Case Study of Vibrio parahaemolyticus in Raw Oysters (Draft). Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) - World Health Organization (WHO). Rome